Halilintar: Layaknya Cahaya Kecil (3/3)

2.5K 120 76
                                    

"Suster, bagaimana keadaan cucu saya?"

"Sabar, Pak. Pasien sedang ditangani oleh dokter IGD."

.

.

"Saat ini pasien memerlukan transfusi darah, tapi stok golongan darah AB di sini sedang kosong. Apakah di antara keluarga ada yang bergolongan darah sama?"

"Ambil darah saya, Dokter!"

"Saya juga, Dok. Kami bertiga kembar. Golongan darah kami sama."

"Baik. Adik berdua, silakan ikut saya."

.

.

"Dengan keluarga Taufan?"

"Ya, Dok? Kami keluarganya. Bagaimana keadaan Taufan sekarang?"

"Tim Dokter sudah berusaha melakukan yang terbaik."

"M-Maksudnya ...?"

"Sudah tidak ada lagi yang bisa kami lakukan ..."

.

.

Gambar: Ilustrasi penanganan pasien gawat darurat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gambar: Ilustrasi penanganan pasien gawat darurat

.

.

"Sudah tidak ada lagi yang bisa kami lakukan ..."

Halilintar memucat ketika mendengar kata-kata dokter wanita seumuran orangtuanya itu. Lututnya lemas seketika, dan ia tiba-tiba merasa sulit bernapas. Andai tak ingat ada Tok Aba di situ, mungkin dia tidak akan mampu menguatkan diri. Sang kakek sudah cukup khawatir dan sedih memikirkan Taufan. Mana boleh dia menambah lagi beban beliau?

"Kita harus menunggu sampai Taufan sadar." Halilintar tersentak saat dokter itu melanjutkan ucapannya. "Untuk sementara, Taufan belum bisa dijenguk. Tim dokter masih harus terus memantau kondisinya sampai benar-benar stabil."

"Maksud Dokter, Taufan ...?" Gempa berkata, mewakili Halilintar yang tak mampu bicara sepatah kata pun.

"Taufan masih kritis," dokter itu menjawab. "Dan beberapa jam ke depan, akan jadi saat-saat yang sangat menentukan."

"Kritis ...?" Gempa kembali berkata. Kecemasan jelas tersirat di wajahnya.

"Dokter," Tok Aba ikut bicara. "Tolong selamatkan cucu saya."

"Kami akan melakukan yang terbaik." Dokter itu berkata dengan nada menenangkan. "Keluarga bisa membantu dengan doa."

Dokter itu masih bicara sebentar dengan Gempa dan Tok Aba, tetapi Halilintar sudah tidak mendengarkan apa-apa lagi. Bahkan ketika Yaya membimbingnya untuk duduk, pemuda itu hanya menurut, antara sadar dan tidak.

Layaknya Cahaya KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang