"Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Zayn, aunty? Mengapa dia bisa pingsan? Apa akibatnya?"
Mommy Taylor tersenyum tipis. Dia meraih tangan Gigi lalu mengelusnya dengan pelan.
"Zayn baik-baik saja," ungkapnya sambil memandang Zayn yang tengah tertidur di atas kasur.
Kemudian ia kembali menatap Gigi, "Pria itu hanya kelelahan, karena sesungguhnya ia tidak bisa istirahat dan lebih memilih datang ke tempat ini, sekalipun harus menempuh jarak yang jauh."
"Tapi, aunty," selanya dengan berjalan mengekori Mommy Taylor yang baru saja duduk di ruang tamu. "Aku sebenarnya bingung terhadapnya, sekaligus juga merasa bersalah."
Beliau mengangkat alisnya, "Maksudnya?"
"Maksudku, aku merasa bersalah karena membuatnya pingsan. Namun, sejujurnya aku hanya bingung mengenai sikap laki-laki itu. Tadi dia mengatakan, bahwa dirinya sangat menyayangiku."
"Lalu, ketika aku memberikan pertanyaan kembali mengenai: 'apakah kau mencintaiku?' dan dia mengatakan, bahwa dia tidak bisa menjawabnya. Bukankah pria itu aneh, aunty? Jika memang dia sayang padaku, mengapa rasanya mengatakan cinta itu sulit bagi dirinya?"
Mommy Taylor menyilangkan kakinya. Wanita yang umurnya 'tak bisa dibilang muda lagi itu sedang tersenyum tipis.
"Dari ceritamu kemarin, di tambah juga yang hari ini. Aunty yakin bahwa Zayn mengalami penyakit philophobia."
Gigi mengernyit bingung, "Philophobia? Apa itu, aunty?"
"Philophobia itu adalah penyakit mental dalam diri seseorang yang takut untuk jatuh cinta dan dicintai. Penghidap penyakit ini biasanya pernah melalui sendiri atau pengalaman orang lain hal-hal yang tidak menyenangkan dalam percintaan." Mom Taylor memberikan jeda sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan.
"Seperti yang kamu pernah ceritakan ke Aunty, mengenai dirinya yang mempunyai trauma masa lalu dengan mantan dan juga Ibu tirinya. Kemungkinan besar, penyebab dia selalu bertindak kasar, takut, maupun gelisah adalah karena batin serta pikirannya sedang berjuang untuk mengalahkan rasa dari trauma itu."
"Lalu, apa yang bisa ku lakukan untuknya, aunty?"
"Kamu hanya perlu untuk tetap berada disampingnya, menunjukkan cinta yang tulus padanya, dan tidak memaksa atas cinta itu sendiri. Semua ini hanya perlu waktu, tinggal bagaimana cara kita saja untuk bersabar."
Gigi mengangguk mengerti. Dia akui kalau selama ini gadis itu memang selalu memaksa Zayn untik mencintai dia.
Habisnya, laki-laki itu terkadang main seenaknya menyuruh Gigi untuk tidak dekat dengan pria lain selain dirinya.
Bahkan, Zayn juga menyuruhnya untuk tidak dekat dengan Harry, padahal Harry itu sahabatnya. Selain itu juga, Zayn terkadang selalu memberikan kecupan singkat pada Gigi sehingga membuat gadis itu merona.
Bukankah hal diatas itu menandakan kalau Zayn mencintai Gigi?
Tapi sekarang, setelah mendengar alasannya. Gigi menjadi mengerti.
Oleh sebab itu gadis itu tidak lagi mau memaksa Zayn untuk mengatakan 'kata' yang selalu dia tunggu.
Bagi Gigi untuk sekarang ini, asal laki-laki itu sudah sayang dan menginginkan dirinya, itu sudah lebih dari cukup.
***
"Kamu sudah bangun?"
Zayn mengangguk lemah. Dia kemudian menepuk kasur di sebelahnya tanda menyuruh gadis itu untuk tidur di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Memories● Z. M
Fanfiction[Ada beberapa cerita yg di private. Silahkan follow aku terlebih dahulu, agar bisa membacanya] Konten cerita ini bersifat dewasa (18+). Jika memang tidak suka, silahkan untuk mundur atau jangan membacanya. Ps: Cerita ini blm tamat, thanks. *** Bagi...