Saat aku keluar, suara-suara bisikan, tawa, dan dentingan gelas terdengar. Mengalun seperti sebuah undangan. Sama sekali tidak terdengar suara musik keras yang sebelumnya mengentak-ngentak. Kekacauan yang sebelumnya kusaksikan sudah menghilang dan digantikan dengan keteraturan yang tidak terlihat alami.
Para pengunjung kedai duduk atau berdiri sambil makan, minum, tertawa, dan bermain mata dengan pasangan yang mereka bawa. Sebagian besar dari mereka mengenakan pakaian kasual dari yang panjang dan ketat sampai yang pendek dan seksi. Meja dan kursi yang sebelumnya diletakkan di tempat yang tak seharusnya sudah tersusun dengan rapi, lantai kayu yang kuinjak juga terlihat bersih dan sama sekali tidak terlihat noda darah bekas perkelahian yang tadi berlangsung terus menerus.
Bagaimana bisa?
Aku mengerjap, lalu menoleh ke belakang ke arah pintu yang tadi kutinggalkan.
Pintu itu masih ada. Tertutup dan sekarang terlihat gelap; nyaris seperti gerbang neraka.
“Kau mau masuk ke sana?”
Suara yang terdengar indah dan berat itu refleks membuatku langsung kembali berbalik ke depan.
Saat melihat sosok dari asal suara itu, jantungku berhenti berdetak. Sungguh-sungguh berhenti. Ketika jantungku kembali berdetak, aku hampir tidak dapat berbicara saat hawa panas tiba-tiba bergelung di tengah-tengah kakiku. “Apa?” Pertanyaan itu terdengar seperti decitan yang memalukan.
Tinggi dan terlalu tampan untuk menjadi kenyataan. Pria itu menghampiriku dengan membawa gelas berisi cairan merah tua. Sosoknya murni latin, dengan hidung yang mancung dan bibir yang penuh. Rambutnya bagaikan kain satin hitam yang bergelombang dan panjangnya melewati bahu. Warna kulitnya yang cokelat gelap membuatnya lebih cocok untuk tinggal di iklim Mediterania daripada iklim Slavia yang dingin.
“Siapa kau?” tanyaku, menyadari kalau suaraku terdengar serak karena kepalaku berdenyut. Membentengi pikiranku ternyata membuat kepalaku sakit setengah mati, peringatan kalau aku harus melakukannya kalau benar-benar membutuhkannya.
Dengan sekuat tenaga, aku berusaha untuk tetap berdiri tegak dan tetap fokus ke depan. Menyadari kalau pria itu sedang menatapku dengan sepasang mata yang laksana emas cair. Tidak ada jejak kepolosan di dalamnya, yang ada hanyalah sensualitas murni dan juga pesona berbahaya yang memancarkan gelombang panas ke seluruh tubuhku.
“Dalziel.” Bibir pria itu melengkung ke atas, membentuk senyuman liar. Suaranya selembut wiski, madu, dan krim. Merayu dengan kesan sensual dan penuh bisa.
Saat menyadari aura misterius pria itu membuatku gerah, aku ingin mundur untuk menghindari keindahan berbahaya dari belaian yang tak kasat mata itu. Tapi mengingat kalau aku sudah terlalu sering mundur, akhirnya aku bertahan dan memutuskan untuk tetap diam di tempatku berdiri.
Hawa panas itu masih menyelubungiku. Kali ini bukan hanya di kakiku, tapi menyebar ke sekujur tubuhku seperti mantel tebal. Dengan satu tarikan napas, aku menarik belati panjang dari sarung yang kuselipkan di belakang pinggangku. “Enyah dari hadapanku.”
Dalziel mengangkat sebelah alisnya, sama sekali tidak terlihat terkejut. Lalu ia menunduk untuk melihat belati yang kugenggam erat di tanganku, siap untuk menusuk. “Aku tidak melakukan apa-apa,” saat mendongak, ekspresinya terlihat jengkel. “Aku hanya ingin mengajak wanita cantik yang berdiri sendirian minum.”
Hawa panas itu tiba-tiba menghilang seperti tersedot dari dalam diriku dan tanpa kusadari aku sudah merona karena telah mempermalukan diriku sendiri. Menyadari kalau pandangan mata orang-orang di sini tertuju kepadaku, akhirnya aku menyelipkan belatiku kembali ke dalam sarung. Lalu berdeham beberapa kali sebelum menatap Dalziel. “Aku tidak akan meminta maaf.” Seharusnya aku meminta maaf, tapi kekasaranku seharusnya dimaklumi, sudah terlalu banyak hal abnormal yang terjadi padaku dan membuatku lupa bagaimana caranya untuk berinteraksi secara ‘normal’.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Beauty (ON HOLD)
VampiroFarren Faustine tidak akan pernah menyangka hidupnya yang sempurna akan berubah total sejak malam di pesta ulang tahunnya yang ke delapan belas. Tanpa alasan yang ia ketahui, tiba-tiba saja seorang pria masuk ke dalam kehidupannya, untuk kemudiaan m...