Rafael hanya diam membisu memperhatikan Anna yang tengah sibuk menghirup wangi aroma dari bunga yang ia berikan tadi, Anna terlihat sangat menyukainya.
"Kamu sudah makan ?"
Anna mengalihkan perhatiannya pada Rafael, "Belum."
Dengan segera Rafael menekan tombol berwarna merah dekat Anna, dan tak lama seorang suster datang, "Apa ada yang bisa dibantu, Tuan ?"
"Bisa tolong bawakan makanan, dia belum makan."
Kening suster itu mengkerut, "Tapi baru lima belas menit yang lalu Nona Anna ini makan, Tuan."
"Hei! Itu tak benar!" Anna menatap suster itu garang, "Apa kau bermaksud mengataiku rakus ? begitu ?!"
"Tidak,Nona..." Suster itu nampak bingung menjelaskannya, membuat Rafael mengulum senyum.
"Kamu bisa tinggalkan ruangan ini," Ucap Rafael membuat sang suster itu bernafas lega, ia pun meninggalkan ruangan Anna dengan cepat.
"Aku benar-benar belum menerima atau memakan apapun dari rumah sakit ini El, aku bersumpah."
"Aku tahu.. aku tahu.." Rafael memaksakan senyumnya, penyakit Anna benar-benar sudah mulai menggerogoti memori jangka pendeknya. Dan ia hanya bisa berharap, semoga Anna tak akan melupakan dirinya meskipun itu sebuah hal yang sangat mustahil.
"Sekarang lebih baik kamu istirahat dan tidur." Ucap Rafael seraya menarik selimut dan menutupi setengah dari tubuh Anna,
"Aku tidak mau!" jawab Anna membuat Rafael mengerutkan keningnya,
"Kenapa ?"
"Setiap aku tidur aku selalu bermimpi buruk, sangat-sangat buruk."
"Apa yang kamu mimpikan ?" tanya Rafael lembut disertai belaian lembut dipuncak kepala Anna,
"Kadang aku bermimpi, kalian meninggalkanku sendirian ditempat yang sama sekali tak aku kenali..." Anna menatap langit-langit ketika berucap, "Bahkan aku tak ingat siapa diriku sendiri, mimpi itu sangat menakutkan, El."
Rafael merengkuh Anna kedalam pelukannya, "Itu hanya mimpi Anna, tak benar-benar terjadi, dan takkan pernah. Kamu percaya padaku kan ?"
Anna mengangguk dalam pelukan Rafael kemudian semakin memperat pelukannya, "Berjanjilah padaku bahwa takkan pernah ada yang meninggalkanku seperti didalam mimpiku."
"Aku berjanji."
***
Sejak diperbolehkannya pulang dua hari yang lalu, Anna merasa heran, dirinya baik-baik saja , ia hanya pingsan, tapi kenapa ia harus dirawat hampir satu minggu ditempat berbau obat-obatan yang sangat tidak disukainya ? semua orang pun kini sedikit berlebihan, misalnya selalu membantu dalam setiap kegiatan yang dilakukannya, menemaninya kemanapun dia pergi, ditambah dengan obat yang harus diminumnya setiap saat. Sampai detik ini pun Anna tak tahu obat apa itu. Mereka hanya memberitahu bahwa itu adalah vitamin untuk menjaga kondisi kesehatan Anna, dan itu sangat berlebihan menurutnya, ia baik-baik saja selama delapan belas tahun tanpa minuman vitamin yang sangat pahit itu.
Anna berjalan keluar dari kamar, dan mendapati suasana sepi. Ia pun terus berjalan mengelilingi dalam rumah beberapa saat, hingga langkahnya terhenti dengan dahi yang mengkerut, "Dimana letak pintu keluar ?"
Astaga. Anna sudah lelah berkeliling didalam rumah, dirinya lapar dan ia perlu keluar rumah untuk membeli makanan direstoran ujung jalan. Ia pun memilih duduk di sofa, rasanya aneh, bagaimana mungkin ia bisa lupa pintu keluar dirumah sendiri ? Anna mendapat jalan keluar, ia mengeluarkan ponselnya dan menelpon restoran tersebut untuk memesan makan.
Cukup lama ia menunggu, namun makanan yang ia pesan tak kunjung datang. Dengan perasaan kesal yang memuncak ia pun kembali menelpon restoran tempatnya memesan,
"Hallo ?"
"Kenapa pesananku belum sampai ?"
"Maaf ?"
"Pesanan atas nama Ariana Jasmine,"
"Pesanan atas nama Ariana Jasmine sudah sampai ditujuan sejak satu jam yang lalu, Nyonya."
"Sudah sampai ? aku belum menerimanya."
"Tapi driver kami sudah mengantar tepat pada alamat yang Nyonya berikan."
"Hei.... ada apa Anna ?" Anna menoleh, dan mendapati Rafael yang baru saja datang.
"Aku memesan makanan, dan pihak restoran ini mengatakan bahwa mereka telah mengantarkannya sejak satu jam yang lalu. Tapi aku belum menerimanya,"
Rafael tersenyum, lalu mengambil alih ponsel yang berada digenggaman Anna dan mulai berbicara dengan seseorang disebrang sana.
"Kamu memberikan alamat yang salah, Anna." Ucap Rafael setelah selesai menelpon,
"Tidak. Aku memberikan alamat rumah ini."
Rafael memandang Anna dengan senyum tipis, "Yasudah, lupakan soal itu. Mungkin mereka yang salah mendengar," ucapnya mengusap puncak kepala Anna, "Sekarang, lebih baik kamu makan, aku membelikan makanan untukmu."
Anna mengangguk senang, ia pun makan makan dengan sangat lahap, rasanya ia belum pernah makan makanan selezat ini sebelumnya. "Kamu tahu, aku lupa dimana pintu keluar. Aku sudah mengelilingi rumah ini sampai kakiku terasa pegal." Anna tertawa pelan dengan mulut yang penuh dengan makanan, "Makanan ini rasanya enak sekali, apa nama makanan ini, El?"
Pernyataan Anna barusan membuat Rafael tercengang, apa penyakit itu semakin menggerogoti memori Anna ? apa kini kondisinya kian parah ? Rafael memaksakan senyumnya, "Itu adalah... Burger."
Rafael terus menatap Anna yang tengah menikmati makanan cepat saji itu, pikirannya terbagi beberapa cabang.
Akankah semua ini semakin rumit ? Apakah penyakit itu benar-benar akan menghapus semua memori ingatan Anna secara perlahan dan permanen ? Tak bisakah ia menghentikan penyakit sialan itu ? Dan yang pertanyaan yang selalu menghantuinya.... Apakah Anna akan juga melupakannya ? Melupakan segala kenangan yang telah dilaluinya bersama ?
Oh astaga, hanya memikirkannya saja Rafael tak mampu, ia belum siap menerima itu semua. Dadanya terasa sesak, ketika mengingat bahwa Anna memang sering melupakan sesuatu yang mudah, kenapa Rafael tidak menyadari hal itu sejak Anna melupakan pertemuannya waktu itu ?
"El ?!"
Rafael mengerjap, "Iya ?"
"Kamu melamun, ada masalah ?" tanya Anna lembut sambil menatap dalam bola mata Rafael, ahh betapa Rafael jatuh cinta pada perempuan yang ada dihadapannya ini,
Rafael menggelengkan kepalanya kemudian menjawab, "Tidak,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [END]
RomanceSUDAH TERBIT!!! Dengan judul "KAUSA RENJANA" NOVEL BISA DI BELI DI TOKOPEDIA, BUKALAPAK DAN JUGA WEBSITE RESMI GUEPEDIA. ________________________________________ "Kamu tahu ? kamu adalah satu-satunya kehendak takdir yang tak dapat kubenci." Hal yang...