Boom bukan hanya sedang kesal karena kepergian mereka ke club malam tanpa sepengetahuannya, hal itu hanya bumbu-bumbu yang membuatnya semakin kesal karena sejatinya yang membuat ia terlihat uring-uringan adalah sikap diam sang Ayah. Apa yang terjadi dengan perusahaan yang di kelola nya?
Boom terus menghubungi ayahnya, namun tak kunjung diangkat. Mencoba menghubungi ibunya, yang ia dapat hanyalah suara sang ayah yang meminta istrinya mematikan telepon dari anak mereka satu-satunya, dan bukan ia kehabisan akal hanya saja sekretaris ayahnya pun seakan enggan mengangkat panggilan genting Boom.
"Maafkan saya tuan, saya tidak berniat.." sekretaris Boom itu memberanikan diri mengajak atasannya berbicara.
Boom mengangguk.
"Kalian bebas memesan apapun, saya yang membayar, tapi untuk ke depannya jangan pernah melakukan hal yang seperti tadi, aku tidak terlalu suka dengan kejutan" ucapan Boom datar namun tatapannya tajam.
"Boom.." Blue menepuk bahu boom yang terasa tegang itu.
Semua karyawan dan tim direksi yang berkumpul direstaurant itu tahu kalau suasana hati bos nya sedang tidak baik, terbukti dengan boom yang tidak menyadari berbicara dengan bahasa non formal.
Blue hanya bisa menatap was-was pada perubahan sikap Boom, apa yang terjadi secepat itu dan mempengaruhi mood nya. Padahal tadi siang ia masih berbicara dengan adik manisnya, sekarang ia berhadapan dengan sisi dingin Boom, jujur dalam hatinya ia takut adik sepupunya itu menyadari hal yang tidak beres yang berusaha ia tutupi.
Makanan sudah tersusun dengan rapi di meja. Boom melipat kedua tangan di dadanya, dengan pandangan kosong, ia mencoba berdamai dengan ego nya, mendinginkan kepala nya karena berbicara dengan kepala panas dan luapan kekesalan tidaklah berguna.
"Lebih baik kita makan, nanti makanan ini dingin" ucap Boom yang sudah mengambil gelas cola-nya.
"Ah iya lebih baik kita mulai makan malam nya, semua sudah melakukan yang terbaik hari ini" Pim juga mengangkat gelas cola-nya berniat bersulang namun boom sudah lebih dulu meneguk cola-nya.
Seperti mendapat aba-aba untuk hidup lagi, seketika semua yang duduk di meja besar itu mengangkat gelas cola mereka dan saling bersulang, menunggu aba-aba selanjutnya.
"Nikmatilah makanan kalian, maafkan ucapan saya tadi yang mungkin meyinggung kalian" Boom kembali berbicara formal dan sopan.
Blue tersenyum merasa adik sepupu nya itu sudah bisa menguasai emosinya.
"Kalau diluar kantor mungkin kita bisa memakai bahasa santai?" Blue mengambil cola-nya dan bersulang dengan Pim.
"Jika anda berkenan.." ucap Pim ragu.
"Anggap saja kita adalah teman lama, ya jangan buat malam ini suram" jawab Blue dan memandang ke semua karyawan Boom.
Yang menjadi tokoh utama dan disegani justru sedang larut dalam pemikirannya sendiri. Boom tidak sengaja melihat karyawan ayahnya sedang dikejar beberapa orang yang terlihat seperti preman atau mungkin debt collector ?
Boom segera menggelengkan kepalanya cepat, apa yang terjadi hingga orang itu mengejar bawahan ayahnya, dan ayahnya itu seolah melarikan diri kerumah ibu nya? Ah bukan, itu adalah rumahnya. Rumahnya dengan kedua orangtuanya, hanya saja sejak bisnis sang ayah terus berkembang Boom diajak untuk tinggal di bangkok, meninggalkan ibunya seorang diri karena sang ibu juga memiliki pekerjaan disana tidak mudah untuk ikut tinggal bersama Boom dan ayah nya di Bangkok.
Untuk kesekian kalinya Boom menyalahkan kekayaan yang dimiliki keluarganya, sedikit banyaknya pekerjaan lah yang mengekang dan menjauhkannya dari keluarganya. Boom merasa air mata sudah memenuhi pelupuk matanya hanya saja ia terus menahannya sampai tangan Blue meraih kacamata di kantong jas Boom.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Business Love
FanfictionBoom Krittapak Udompanich adalah CEO termuda yang menjadi pemilik perusahaan elektronik terbesar di Thailand. Ketampanan dan Kekayaan yang dimilikinya membuat siapapun ingin selalu berada di dekatnya. Ia selalu membuat iri siapapun yang mengenalnya...