B-3

236 22 0
                                    

Boom bangun di pagi hari yang cerah di kota Bangkok. Ia menguap berkali-kali sebelum merentangkan tangannya ke segala arah, badannya cukup lelah tapi pekerjaan tetaplah pekerjaan. Business is my life? Ya kadang Boom berpikir seperti itu, ia tidak keberataan dan tidak memungkirinya, kalau sebagian dari hidupnya adalah untuk bekerja.

"Siang ini aku kantor mu lagi" Boom meraih ponselnya dan menemukan pesan singkat dari Blue.

Setelah beberapa menit berlalu, ia keluar dari kamar mandi, handuk putih melilit sempurna di pinggangnya. Rambutnya masih sedikit basah dan dengan sigap jari lentiknya mengeringkan rambut itu dengan handuk kecil yang masih melingkar di lehernya. Boom menatap wajahnya di pantulan cermin besar yang ada di kamarnya,  wajahnya memang selalu seperti itu bisa membius semua mata yang melihatnya. Setidaknya itu yang dikatakan oleh ibu tercintanya. Boom sedikit tersipu dan tersenyum di depan cermin besar itu.

Kalau aku ini tampan kenapa aku tidak terlalu merasakannya?

Boom tersenyum simpul. Memang hanya oranglain yang dapat menilai bagaimana diri kita.

Pip! Boom terkesiap mendangar bunyi alarmnya sendiri, ia lupa kalau sudah terlalu lama berdiri di depan cermin besar itu. Tangan nya berpindah dari handuk yang mengusap rambutnya ke deretan kemeja yang ada di dalam lemarinya. Pilihannya jatuh pada kemeja biru polos dengan dasi navi bermotif polkadot.

Boom berpindah dari cermin besarnya menuju cermin yang berukuran kecil di meja yang berada tak jauh dari lemarinya. Boom mengeringkan rambutnya kembali menggunakan hair dryer setelah itu ia mulai membentuk rambutnya, seperti kebiasaannya menggunakan gel rambut agar membuat poni depannya dapat berdiri ke atas yang semakin mengekspos bagaimana putih bersih wajahnya.

"Ya, seperti biasa" ucap Boom yang kini sudah siap dengan jas yang baru ia ambil dan keluar dari kamarnya. Tentu saja untuk sarapan, hanya memakan roti selai.

Belum sempat ia menghabiskan satu roti selai cokelatnya, ponsel di meja nya bergetar dengan suara yang lumayan menganggu aktivitas makannya. Boom melirik layar ponsel itu dan ia hampir saja tersedak jika tidak langsung meminum susu hangat disampingnya.

"Halo tuan, apa ada keadaan yang mendesak?"

*****

"Aku akan pergi akhir minggu ini, bisakah kau menggantikanku mengawasinya nanti?"

seorang sekretaris yang merangkap menjadi pendengar setia sang atasan tengah mendengarkan ucapan serius atasannya. Mereka baru saja masuk ke mobil dan berniat menuju perusahaan, tapi sang atasan tiba-tiba saja mengingat tentang anaknya.

"Apa tuan mempercayakan saya untuk mengawasi tuan muda?" tanyanya sopan.

"Ya, dia sudah menganggapmu sebagai paman sendiri, sepertinya dia lebih mempercayaimu daripada aku" ucap sang atasan dengan pandangan kosong, terlihat adanya penyesalan dari sorot matanya.

"Baiklah kalau tuan meminta saya, saya akan menggantikan tuan untuk mengawasi tuan muda" sang sekretaris tahu betapa tuan nya itu sangat menyayangi anak laki-lakinya.

"Ya halo tuan Udompanich, bisakah kita bertemu di sabtu pagi?"

Pria yang duduk dikursi belakang itu adalah pemilik perusahaan yang tertarik dengan produk yang baru saja dikeluarkan oleh perusahaan anak dari teman lamanya. Setiap kali ia memanggil anak itu dengan nama keluarganya ia merasa bibirnya sedikit kelu, sangat ingin ia memanggil pemuda yang dianggapnya seperti anaknya sendiri itu dengan nama kecilnya.

My Business Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang