Asya bergerak tak nyaman di sofa ruang tamu. Bagaimana bisa dia duduk dengan tenang, kalau mata elang cowok yang bernama Rayhan itu menatapnya dengan tajam? Rasa-rasanya Asya pengen teriak kalau dia risih, pengen juga dia tusuk itu mata biar berhenti menatapnya sejenak. "Duh, Za. Makhluk model apaan sih temen lo tuh? Matanya bisa nyantai dikit nggak kalau ngelihat cewek secantik gue?" bisiknya pada telinga Arza.
Arza berdehem cukup keras, "Anu... Bang, ngeliatin gajah unik kayak Asya mah biasa aja. Belum pernah nemu yang lebih sangar, ya, Bang? Maklum sih, Asya ini spesies gajah terunik. Mirip manusia gitu. Padahal gajah setengah kebo," guraunya yang membuat Asya mendelik, menatap Arza dengan tatapan 'Mati lo, Anjir!'.
"Jangan ngomong gitu ke saudaramu sendiri, Arza. Saya sih ngelihat dia penuh ketertarikan. Dulu dia dekil kok sekarang jadi kayak... begini," ujar Rayhan sambil mengulum senyumnya, sambil tetap menatap manik mata Asya.
"Emang pernah kenal gue?" Asya bertanya, badannya bergeser sedikit ke arah Mamanya, sehingga Mama Asya mendengar pertanyaan tersebut.
"Kamu tuh, Sya! Keluarga Rayhan tuh dulu tinggal di sebelah asrama keluarga kita waktu kamu dan Arza masih kecil banget. Neneknya Rayhan yang dari Tante Wina aja rumahnya deketan sama Eyang Utimu," jelas Mama Asya panjang lebar. Disahut dengan anggukan dari Tante Wina, Om Radit, dan juga Papanya.
Berarti, temen masa kecil Asya gitu? Drama abis, deh. Batin Asya.
"Ooh gitu, Ma. Iya deh," jawab Asya singkat, tak menaruh minat dalam obrolan itu.
Sekarang para tetua sibuk dengan obrolan masing-masing, pun Arza dan Rayhan. Meskipun sesekali, Rayhan mencuri pandang ke arah Asya.
"Ray, cuti kenaikan pangkat ini? Sudah dapat keluarga asuh?" tanya Papa Asya.
Rayhan menundukkan tubuhnya sedikit dan menyerong ke arah Papanya, bentuk kesopanan terhadap lawan bicara. "Iya Pa, cuti. Tapi besok lusa udah balik. Alhamdulillah... Udah Pa, dapet kakak asuh yang nggak spaneng-spaneng amat," tuturnya diiringi kekehan.
Asya mengerutkan dahinya. Heh? Papa? Dia itu siapa manggil bokap gue Papa?!?
"Kok manggil Papa, Papa sih? Asya nggak ngerti,"
"Anak Papa cemburu nih, ye... Rayhan udah Papa anggep kayak anak sendiri. Papa dan Om Radit sama-sama bimbing dia sampai sebesar ini dan mengarahkan hasrat Rayhan ke Akademi Militer dengan sukses. Papa dan Om Radit 'kan udah bespren banget lah," Papa merangkul bahu Om Radit dengan cengiran.
Asya udah kayak orang asing dalam pertemuan ini.
***
Setelah Rayhan sekeluarga pamit untuk pulang, Asya bernapas lega karena entah mengapa dia merasa jengah dengan kehadiran si cowok itu. Nggak nyaman, serius!
Asya merebahkan tubuhnya ke sofa bed di ruang keluarga, dia meraba-raba sofa untuk menemukan remot tv. Eh, dia kalah cepet sama Arza yang udah menjulurkan lidah ke arahnya. Arza mengambrukkan dirinya di samping Asya, membuat tubuh gempal Asya mau tidak mau harus bergeser untuk membagi tempat.
"Lo judes banget dah sama Bang Rayhan."
"Nggak suka aja gue sama cowok sok-sokan ganteng, modal seragam doang. Bukan tipe gue banget lah," gerutu Asya. Tangannya sudah sibuk mengambil snack kentang dan menyuapkannya satu demi satu ke mulutnya, juga kepada Arza.
"Lo sendiri yang bilang kalau kita lomba, nggak boleh generalisasiin apapun itu. Nah ini, lo sendiri yang ambil kesimpulan berdasarkan nol fakta. Dia tuh inspiratif tau, jadi selebgram," Arza terdengar serius dengan ucapannya, Asya seketika terbatuk-batuk menyimaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Would You Still Love Me The Same?
RomanceAsya Shakila Gibran Cewek berpipi gembul yang hidupnya nggak mau menye-menye kayak perempuan yang biasanya ada di novel romansa. Asya nggak pernah kepikiran buat nyari pacar. Kalaupun kepikiran, pasti seleranya yang ganteng, orang kantoran, berint...