Dua

201 72 40
                                    

"Rainaya?"

"Iya Bu?" Naya melangkah gontai dari bangkunya menuju Bu Erlin setelah mendengar namanya dipanggil .

"Nay, ibu gak tau apa yang sebenarnya kamu kerjakan setiap kali ada ulangan." Bu Erlin masih melirik ganas ke arah naya.

"selalu saja nilai ulanganmu buruk di bawah rata rata kelas, apa susahnya mengerjakan soal-soal itu Nay?" Ucap Bu Erlin sambil menyerahkan kertas ulangan milik Naya.

Dengan lemas Naya menerima kertas hasil ulanganya tanpa berkomentar sedikitpun dan kembali ke kursinya dengan langkah malas.

Selalu seperti ini Rainaya Sekar Arum anak sebelas bahasa yang mendapat nilai terendah dari semua kelas.

Walaupun hampir di semua mata pelajaran nilainya di bawah rata-rata Naya tak pernah mencoba untuk mulai belajar lebih baik atau paling tidak serius saat pembelajaran berlangsung, ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk tidur di kelas atau mencuri -curi kesempatan untuk membaca novel yang ia letakkan di pangkuannya atau di tengah buku paket  berpura -pura seolah dia tengah memperhatikan penjelaran dari guru yang tengah mengajar padahal jelas konsentrasinya tidak di ada disitu.

"Naya saya tidak mau tahu minggu depan remidial kamu harus mendapat nilai di atas rata-rata!" Ucap guru paruh baya itu.

Naya hanya menunduk mengangguk-anguk pelan. Astaga yang benar saja, itu hanya buang -buang waktu jika aku harus belajar menghafalkan materi sejarah yang menyebalkan itu, toh tidak ada untungnya buatku aku tidak akan menjadi ahli sejarah kelak. Naya memang selalu menyepelekan banyak hal, ia enggan melakukan apa yang memang tidak ia sukai, seperti belajar sejarah baginya itu suatu hal yang membosankan.

"Nilai minimal kamu Minggu depan delapan puluh sampai di bawah delapan puluh kamu saya hukum lari tujuh putaran selama satu bulan di lapangan saat istirahat!" Ancam Bu Erlin yang membuat seisi kelas mentap iba ke arahnya dan Naya hanya bersungut-sungut.

"Sebaiknya kamu ikut kelas tambahan pelajaran sejarah Naya" Saran Bu Erlin yang jelas sama sekali tidak Naya terima.

"Baik anak -anak kita lanjutkan materi selanjutnya." Bu Erlin berdeham, lalu mulai berbicara panjang lebar menjelaskan materi tentang perkembangan kolonialisme dan imperialisme Eropa yang menurut Naya itu semua hanya dongeng pengantar tidur. Suasana pelajaran sejarah dijam setelah istirahat sangatlah mebosankan apalagi dengan perut yang kenyang membuat Naya merasaksn kantuk.

Empat puluh lima menit berlalu Naya semakin merasa jenuh berada di kelasnya sudah beberapa kali ia menguap, dan kini ia hanya memainkan bolpoinnya untuk mengusir kantuknya, memutar-mutar bolpoin dengn jari tanganya.

Sesekali pandanganya tertuju pada jendela disisinya.

Dan pada saat itu juga Naya merasakan speechless ia benar - benar menikmati pandangan matanya saat ini yang seolah terkunci ..

Naya melihat dengan jelas di bawah sana Bara agraputra terlihat begitu mempesona dengan bola ditangannya serta keringat yang menetes di dahinya.

membuat senyuman di bibirnya mulai mengembang. ia bisa melihat dengan jelas Bara yang tengah bermain bola dilapangan tepat didepan kelasnya.

"Hus... Nay, jangan senyum senyum sendiri kamu, takutnya ntar kamu Kesambet" nyinyir Bian ketika mendapati Naya tengah terenyum menatap keluar kelas,

"Yaelah santai aja Ian, kalopun ada demit bukan aku yang kesampet tapi demitnya yang Kesambet sama senyum manisnya aku yang memang  bikin melting." Jelas Naya dengan nada suara berbisik.

"Hoek.... Orang aja ogah sama kamu, apa lagi demit."

Naya yang mendengar jawaban Bian justru tersenyum watados.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang