SWEET PARIBAN

SAMPULU PITU

SAMPULU LIMA

[udah lama nggak upload muka si Iban, haghaghag! Syantieknaaa~]

GABUSI AHU, ITO... [Bohongi aku, Dek...]

POV LUKAS

Dua jam sebelum brunch,

"Lo lebih cocok pake baju biru," kataku sambil menunjuk terusan berkerah V yang digantung di cantolan marmer berbentuk griffin. "Yang merah bikin lo tambah gahar."

Iban tersentak kaget sampai mencelat bangkit dari tempat tidur. "Dan siapa gitu yang nanya pendapat lo?" tanyanya ketus.

"Gue kebetulan lewat aja, Iban. Charger gue ketinggalan di ruang tengah tadi malam."

"Ketemu kan charger-nya?"

Aku menepuk saku celana kargoku. "Iya—"

"Good. Lo bisa pergi sekarang."

Tentu saja aku melakukan kebalikannya. Langkahku langsung berpindah haluan, melangkah masuk ke kamar Iban yang langsung menyambutku dengan udara sejuk air conditioner dan aroma melati yang aku asumsikan berasal dari pengharum ruangan.

Aku tak bisa menahan senyum ketika melihat muka jutek Iban yang terang-terangan nggak suka dengan invasiku ke space-nya yang paling pribadi. Aku pun memutuskan untuk menikmati kekesalan cewek itu sedikit lebih lama. "Kamar lo luas juga ya, Iban? Meskipun udah pernah kemari, baru sekarang gue bener-bener mengapresiasi kamar lo dan segala isinya." komentarku sambil menatap ke sekeliling.

Untuk ukuran punya cewek, kamar Iban sama sekali nggak girlie. Warna yang dominan adalah hitam dan putih—mengingatkanku pada suite mewah di sebuah hotel berbintang lima di Reykjavik. Rak putih di salah satu sisi dinding memajang coffee table books dan majalah berbahasa Inggris, meja berpermukaan licin tempat Iban bekerja dengan laptopnya atau membaca, karpet bulu kelinci membentang di bawah ottoman yang langsung aku hindari karena takut mengotorinya dengan sandalku, dan oh satu dinding penuh dengan pajangan motivasional yang Iban banget. I mean, berapa banyak orang sih yang kau kenal punya hiasan bertulisan 'Humble with a Hint of Kanye' atau 'And She Would Bow to No One' di kamarnya?