Naina
Namaku Naina Sinha, pofesiku seoang perancang busana. Ah tidak, tepatnya hanya memiliki butik sederhana yang menjual pakaian dari hasil imajinasiku.
Aku anak kedua dari dua bersaudara, kakakku sekarang tinggal di Amerika. Dia memang bekerja untuk PBB, UNHCR yang mana mengurusi para pengungsi. Tak jarang, dia harus terjun ke negara konflik. Sangat menghawatirkan, cemas setiap kali dia menghubungi kami akan pergi ke negara perang.
Tapi doa ayah dan ibu selalu menyertainya. Dia selalu sehat dan selamat, sesuai harapan kami.
Dan hari ini, aku tengah menyaksikannya berpidato di hadapan para perwakilan dunia. Dia sedang menyuarakan agar dunia menghentikan peperangan dan merasa prihatin dengan para pengungsi. Diapun berharap setiap negara bersedia menerima pengungsi, tanpa memandang suku, ras dan agama mereka. Dia tempak sangat luar biasa. Aku kagum padanya.
Tak terasa, airmataku menetes. Aku merindukannya. Sudah hampir satu tahun dia tidak pulang ke India, terlebih ketika ayah dan ibu memaksanya menikah dengan pria pilihan mereka. Dia benar-benar menolak pulang, dan tetap bertugas di negara konflik seperti Suriah dan Yaman.
Namun sudah beberapa bulan ini, dia mengabariku berada di New York dan hanya menjadi pembicara untuk para donatur dari pengusaha-pengusaha dunia, agar mereka mau menyisihkan dana untuk membantu para pengungsi di berbagai belahan dunia.
Dia memang mengesankan.
"Naina!" suara ibu membuyarkan lamunanku.
"Ada kabar dari Nandita, kapan dia kembali?" tanya ibu dengan wajah rindunya.
Ya, nama kakakku adalah Nandita Sinha. Dan sepertinya, ibu mulai luluh dan berharap dia segera kembali ke rumah.
"Belum. Tapi jika aku katakan kalian menyerah untuk menikahkannya dan menjodohkannya, dia pasti pulang," kataku sedikit menggoda ibu.
Ibu langsung tersenyum kecut dan menatap foto di dinding, foto dimana aku dan Nandita tengah berpelukan saat wisuda beberapa tahun lalu.
"Katakan, siapapun pilihan dia. Ibu akan setuju. Ibu dan ayah sudah tak ingin menikahkan dia. Menyakitkan rasanya, dia jauh dari rumah tapi bukan pergi ke rumah suaminya." Suara ibu terdengar bergetar.
Aku tersenyum dan memeluknya.
"Dia memang akan pulang minggu depan, bu," kataku dengan manja.
Tapi justru malah mendapatkan cubitan cukup keras dari ibuku. Sampai-sampai aku melonjak dan menjauh darinya.
"Dasar anak nakal, kenapa baru memberitahuku sekarang?" omelnya. Dia merasa aku kerjai.
Aku hanya tertawa sambil kembali memeluknya. Dan dia terus mengomel tanpa henti seolah tak lelah dengan tindakannya seperti itu. Tapi aku sangat menyayanginya.
Author POV
Naina berdiri di tengah kerumunan para penjemput. Baru saja pesawat dari New York landing, tapi tidak ada tanda-tanda kakaknya muncul. Dia berbalik karena lelah berdiri, lalu memilih duduk dan membaca berita di phonselnya. Tiba-tiba seseroang menutup matanya dari belakang.
"Mana oleh-olehnya?" tembak Naina sambil membuka kedua tangan itu.
Nandita tersenyum manis dan mencium adiknya, "Bukannya tanya kesehatanku, keadaanku, kau malah memikirkan oleh-oleh. Kau kira aku kembali dari liburan?" omel Nandita sambil duduk di samping adiknya.
"Yah, aku lupa kalau kau baru saja lari dari kenyataan." Canda Naina. Mereka tertawa sambil berpelukan, melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAALI - Pesona Adik Ipar (TERBIT)
RomanceTELAH TERBIT TURUN RANJANG Ketika kau terjebak dalam sebuah pernikahan. Dimana harus menikahi kakak iparmu paska kepergian istrinya Sementara ada pria yg kau nanti disana tengah berjuang untuk negara dan dialah yg kau cinta "Aku mencoba untuk setia...