Berulang kali aku membasuh wajahku dengan air hangat. Berharap semua ini adalah mimpi buruk, mimpi yang sangat buruk. Dimana aku begitu tega meninggalkan wanita yang kucintai di bandara seorang diri.Tidak! Tapi aku berniat menunjukkan betapa aku mencintainya, merelakannya bahagia dengan pria yang dia cintai meski itu menghancurkan hidupku sendiri.
Aku tidak tahu saat ini apa yang terjadi dengan Naina. Apakah dia benar-benar pergi ke Delhi menemui kekasihnya? Atau malah terluka karena telah kutinggalkan dengan cara yang tidak wajar.
Sungguh Naina, aku tidak akan sanggup jika harus melepasmu dengan cara berhadapan langsung. Aku tidak akan sanggup. Tidak akan kuat, dan mungkin yang lebih parah aku tidak akan pernah mampu melepaskanmu demi siapapun. Karena aku sungguh ... sangat mencintaimu.
Kyra, Syra, maafkan daddy, nak. Daddy terlalu egois, telah melibatkan kalian dalam peperangan rasa ini. Tapi ini mungkin yang terbaik untuk kita. Dan kita akan sama-sama melepaskan orang yang sangat kita butuhkan.
Kukecup kening kedua putriku, kutatap wajah mereka yang tampak sedih dan lelah. Aku harus memiliki kekuatan untuk tetap menjaga mereka, meski tanpa seorang ibu.
"James, kita hubungi Naina dan keluarganya. Untuk menyelesaikan masalah ini. Karena seharusnya sejak awal, kita bicarakan ini bersama-sama." Ibu menemuiku di ruang kerja, setelah kutinggalkan kamar anak-anak dan berniat kembali konsen bekerja.
"Tidak saat ini, Bu. Biarkan saja Naina kembali pada kekasihnya. Karena cintaku telah menyisakan banyak luka untuknya." Aku menatap foto Naina di phonsel, sambil terus mengelusnya dengan ibu jariku. "Biarkan dia meraih kebahagiaan dengan caranya sendiri," kataku meski sangat berat mengatakan itu.
"Tapi, Nak-"
"Bu, aku belum siap bicara apapun dengan orang tua Naina. Terlebih aku belum siap bertemu dengan Naina. Aku takut."
"Lalu kedua putrimu? Pikirkan mereka. Jangan egois dengan hanya memikirkan perasaanmu saja." Ibu tampak kecewa padaku.
"Setidaknya biarkan semua ini untuk beberapa saat. Anak-anak akan mulai terbiasa," kataku lemah.
Namun diluar duggan, Sunita mengetuk pintu ruang kerja. Mengabarkan Syra demam dan terus merengek.
Aku dan ibu segera ke kamar mereka. Tampak Syra gelisah, panasnya hampir empat puluh derajat.
Segera kubawa dia dengan mobil menuju rumah sakit terdekat. Disana dokter keluarga bekerja, aku ingin putriku mendapat penanganan terbaik.
"Hanya demam biasa. Mungkin kelelahan," ujar dokter Robert tampak tenang.
"Syukurlah." Aku sedikit cemas.
"Mana nyonya Muda? Tidak menemani Syra?" tanya Dr. Robert.
Aku hanya menggeleng, enggan membahas itu dengan orang lain. Kulihat Dr. Robert pun tak memperpanjang pertanyaannya.
Untuk malam ini, aku menemani Syra di rumah sakit. Sedang Kyra bersama ibu di rumah. Meski berulang kali ibu menghubungiku, mengabarkan bahwa putriku menangis menanyakan mommy dan mommy saja.
***
Aku kembali bekerja untuk menyelesaikan banyak pekerjaan yang sempat kupercayakan pada Vincent. Karena ada banyak hal yang tak bisa diwakilkan.
Setelah meeting dengan beberapa investor, aku kembali ke ruangan. Menatap wajah Nandita di dinding seberang kursiku. Lalu menatap Naina dan ketiga putriku di foto yang berada di meja. Lagi, aku hanya bisa mengelus wajah manisnya dengan ibu jariku. Dan terus berusaha menenangkan hatiku yang seolah memaksa agar di pertemukan dengan potongan cintanya.
"Ada apa ini?" seperti biasa, Dylan masuk tanpa mengetuk pintu dan tampak dia kesal sekali padaku. sepertinya dia sudah tahu apa yang terjadi antara aku dan Naina.
Aku malas meladeni kekonyolannya saat ini.
"Aku tidak ingin diganggu, Dylan. Datanglah lain kali," kataku malas.
"Aku tadi ke rumah dan mendapati kedua keponakanku menangis. Mencari Naina. Apa maksud semua ini?" tanya Dylan. Tidak biasanya dia tampak emosi padaku.
"Ini urusan rumah tanggaku, Dylan. Jangan terus menerus ikut campur!" Aku mulai jengah.
"Aku sudah terlanjur ikut campur sejak awal." Suara Dylan kini terdenger mengerikan.
Aku ingat, ayah bilang Dylan kadang memiliki emosi yang tidak stabil. Sebagian orang mengira dia tidak waras atau memiliki perilaku ganda. Tapi kami tidak pernah melihat itu. Hingga aku merasakan hal itu hari ini, dia terlihat aneh dan dingin lebih dari biasanya.
"Kau kira tanpa bantuanku kau bisa mendapatkannya?" Dia kembali bicara, lalu mendekat ke mejaku.
Aku segera bangkit dan menatapnya tajam.
"Bantuan apa? Bantuan berupa kekonyolan demi kekonyolan itu? Semua tak lebih dari kebetulan saja. Jadi pergilah dan jangan buat aku semakin kesal," kataku sedikit mengancam.
"Kau benar-benar bodoh James. Sia-sisa semua usahaku untuk membuat kalian menyadari perasaan cinta kalian sendiri," katanya lagi.
*****
Sebuah rahasia besar akan terbuka.
Apa itu?
Yuk PO segera novel Saali - Pesona Adik Ipar
Harga: 105k selama PO
Tebalnya 500an halaman lhoo
Mau hemat bisa bundling dengan novel lainnya.
Ada:
- Philein
- Kisah yang Tertunda
- Wanita Berwajah Biru
KAMU SEDANG MEMBACA
SAALI - Pesona Adik Ipar (TERBIT)
RomanceTELAH TERBIT TURUN RANJANG Ketika kau terjebak dalam sebuah pernikahan. Dimana harus menikahi kakak iparmu paska kepergian istrinya Sementara ada pria yg kau nanti disana tengah berjuang untuk negara dan dialah yg kau cinta "Aku mencoba untuk setia...