Rain? No, thanks // Kim Namjoon

11 6 0
                                    

Aku menyukai langit dengan awan gelap menyelimuti. Tapi aku tidak suka hujan.
Aku menyukai pelangi. Tetapi aku tetap tidak menyukai hujan.
Bagaimana bisa aku bertahan setelah semuanya tergantikan?

❌❌

Suara berisik yang berasal dari luar kedai sedikit berhasil menelusup ke telingaku. Padahal dengan susah payah aku berusaha agar suara itu tak terdengar lagi di telinga. Meskipun, pemandangan di luar dinding kaca yang membentang di sekitarku tak terelakkan keberadaannya. Ingin sekali kubutakan mataku dan kutulikan telingaku disaat-saat seperti ini. Saat-saat yang sangat aku benci. Saat yang selalu datang tanpa permisi dan pergi tanpa pamit.

Bisakah hapus hal ini saja dalam skenario? Aku bukan aktris yang cukup baik dalam memainkan peran. Karena perasaanku begitu lemah.

Hari ini hujan. Mataku tak bisa melepaskan pandangannya ke sisi luar dinding kaca itu. Sedang telingaku sibuk mendengarkan lagu-lagu yang tidak begitu niat untuku dengarkan saat ini. Hanya saja ini begitu mendadak, dan aku selalu mengatasinya. Mungkin jika seseorang menyadari, mereka akan bertanya mengapa saat-saat ini disebut sesuatu yang sangat mendadak, padahal hanya ada segelas Americano diatas meja. Tidak ada yang aneh saat ini.

Saat-saat seperti ini selalu membawaku ke masa lalu. Dimana ada satu orang yang mengatakan salam perpisahan setelah pertemuan delapan tahun lamanya. Jika kau tahu rasanya saat ini, apa kau tahu bagaimana rasanya seorang pecandu narkoba? Saat efek dari narkoba itu hilang, rasa sakit luar biasa akan menyerang, namun rasa ingin terus menggunakannya selalu ada. Hampir sama. Rasa sakit ini hampir sama. Bahkan rasa rindu ini terus memaksaku untuk terus mencarinya dan menemuinya. Aku hanya dapat tertawa dalam hati.

Januari 2008

Hari ini aku berniat untuk merelaksasikan diriku dari setumpuk tugas sekolah yang jika terus dilihat akan terasa seperti mereka berbicara, memaksa untuk terus dikerjakan tanpa waktu istirahat dan terus memberikan ancaman-ancaman yang sama yang bahkan selalu membuat hati berdegup lebih kencang meskipun sudah sangat sering mendengarnya.

Kaki ku terus melangkah tanpa arah. Tak jarang mereka mengajakku berhenti sejenak untuk menikmati jajanan di pinggir jalan kota Seoul. Aku tahu, eomma mungkin sudah menghubungiku berkali-kali. Dan itu akan sangat mengganggu jika saja aku tidak lupa membawa ponsel.

Terus berjalan membuatku sedikit lelah. Aku membutuhkan istirahat. Tapi dimana? Aku terus menggelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri secara berulang, memastikan ada tempat yang cocok untuk mengistirahatkan kakiku sejenak. Tanpa pemberitahuan, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Ya, hujan tidak memulainya dengan rintikan kecil, mereka langsung saja turun dengan ribuan bahkan milyaran pasukannya lalu menghantam kota dengan kerasnya.

Kaki-kakiku dengan spontan berlari ke sisi kiri jalan. Menempatkan diriku di depan sebuah kedai kopi tanpa tampias yang cukup panjang diluarnya, sehingga angin dengan mudah menerbangkan tetesan-tetesan air hujan ke tubuhku. Kubentengi tubuhku dengan kedua lenganku lalu berjongkok. Mataku tak bisa diam, menatap kaki-kaki yang lewat begitu saja. Andai saja aku bersiap sebelumnya dan membawa payung, pasti tidak akan berakhir ditempat ini.

Dan seketika pandanganku dihalangi oleh sebuah payung berwarma biru tua. Dengan reflek kutengokkan kepalaku kepada si pemilik payung. Seorang priabersurai hitam yang kini tengah serius menatap jalan yang mungkin hanya terlihat sebagian karena payung yang dibawanya cukup besar. Aku menatap lekat wajahnya dari sisi kiri. Dia tidak begitu tampan, namun auranya mengatakan bahwa ia cukup untuk dikatakan tampan.

Tanpa sadar aku ketagihan untuk melihat wajahnya, membuatnya juga sadar bahwa seseorang telah memperhatikannya. Ia menatap wajahku tanpa ekspresi. Dan sialnya aku tak bisa melepaskan pandanganku darinya. Ah aku harus menghentikan ini. Buatlah aku sadar secepatnya, kumohon.

ONESHOT Fanfictions [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang