Bu Desy tengah sibuk menjelaskan rumus matematika di depan kelas dengan Adam berdiri di sebelahnya. Tadi beliau meminta seorang anak untuk maju mengerjakan soal, dan Adam adalah anak yang menang undian karena kedapatan tertidur di kelas.
Sebenarnya sebagian besar siswa tidak ada yang mendengar penjelasan karena hari beranjak siang, perut keroncongan dan rasa kantuk menjadi lebih dominan dibanding pelajaran di depan kelas.
Dita dan Ima saja sedari tadi sibuk memainkan permainan tic tac toe, Momo mengamati dari bangku belakang karena dia hari ini duduk dengan Citra.
"Lo dari tadi ngeliatin jam tangan terus, udah laper apa kepengen boker?" Citra berbisik, sejak tadi dia sibuk menggambar di buku paket matematikanya namun sesekali mengamati teman sebangkunya ini bergerak gelisah dan melihat jam beberapa menit sekali.
"Siapa juga yang mau boker." Kilah Momo.
Sejujurnya gadis itu gelisah karena ingat ada janji dengan seseorang untuk bertemu hari ini saat istirahat kedua. Setelah perdebatan panjang dengan menurunkan harga diri ketika di pasar akhirnya Arsya mau memberikan tanda tangan untuknya, pemuda itu meminta Momo menemuinya ketika jam istirahat kedua di taman belakang yang sering digunakan Arsya untuk tidur.
'Semoga gue nggak dikadalin.' Batin Momo sedari tadi menyuarakan kecemasannya, pasalnya Arsya mengiyakan permintaan Momo sambil lalu kala itu.
ж ж ж ж ж
Setelah menolak ajakan kedua temannya untuk pergi ke kantin disinilah dia berada, Momo mengambil duduk di satu-satunya bangku yang ada di taman belakang sekolah. Tempatnya yang berada di belakang gedung sekolah dengan pohon yang tinggi membuat anak-anak jarang berkumpul disini.
"Serem juga ya, sepi banget disini." Momo mulai bermonolog.
"Kata orang kalau melamun sendirian di tempat sepi bisa didatengin yang enggak-enggak loh."
Suara itu pelan, begitu dekat tepat di telinga kiri Momo membuat gadis itu refleks berteriak sembari menutup telinga. Tawa yang muncul setelahnya membuat Momo langsung menggerakkan kepalanya untuk menemukan Arsya berdiri disana tertawa terbahak sampai memegangi perutnya karena menyaksikan sesuatu yang menurutnya lucu. Bahkan Momo dapat melihat bening di sudut mata kakak kelasnya itu.
Mengerucutkan bibir, merasa dipermainkan membuat Momo bergegas berdiri. Hal itu dilihat Arsya dan segera dia memegang tangan Momo menuntunnya untuk kembali duduk disusul dia di sebelahnya.
"Yaelah, ngambek."
Sekuat tenaga Arsya menahan tawanya, diusapnya air di sudut matanya. Tidak disangka adik kelasnya bisa setakut itu dengan perbuatannya.
"Nggak lucu ya bercandanya. Aku takut beneran loh ini." Rajuk Momo.
"Segitu takutnya, masih terang gini."
"Memang takut, tapi aku kaget loh ternyata kakak bisa ketawa kayak gitu."
Kini posisi duduk Momo sudah menyamping, menghadap Arsya. Senyum menghis wajah cantik itu, Arsya yang terkejut, diam melihat senyum gadis di hadapannya. Keduanya saling pandang beberapa menit sebelum kemudian Momo orang pertama yang menghentikan kontak mata mereka, dirasanya kedua pipi kini menghangat dipandang seperti itu.
Berdehem, "Mana sini yang mau gue tanda tangan?"
"Eh..ini..ini kak." Dengan gugup diulurkankan kertas yang menjadi tugasnya selama ini.
ж ж ж ж ж
Hari sudah gelap ketika Momo membuka pintu masuk, tadi dia mampir ke rumah Dita untuk meminjam high heels. Momo memang tidak menyimpan heels walaupun beberapa kali bunda menyuruhnya membeli sepasang namun tidak pernah dilakukan, bila dibelikan, biasanya Momo akan menjualnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE
JugendliteraturFirst love (Ketika Cinta Mengajarkan Banyak Hal) Cinta pertama tidak pernah berhasil. Hanitya Morina Kurnia, gadis biasa yang belum pernah jatuh cinta. Harus bertemu dengan dua lelaki yang mengajarkan apa itu sakit dan bahagia dalam cinta. "..kala...