Momo sudah tahu bahwa semuanya akan berakhir begini sejak kedatangan orang itu dirumahnya beberapa hari yang lalu. Bunda akan dengan sangat mudahnya mengijinkan dirinya pulang terlambat bila tahu siapa yang akan mengantarnya pulang.
"Lesu amat. Belum sarapan?"
Momo mendengus di tempatnya. Menciptakan hening. Badannya bersandar miring pada pintu mobil, nampaknya pemandangan di jalan lebih menarik perhatiannya karena sejak dari tadi ia hanya memandang keluar dimana beberapa kendaraan tampak memenuhi jalanan padahal hari masih pagi.
"Besok lo nggak usah jemput gue lagi." Momo memecah keheningan.
"Lo pikir gue mau anter jemput tiap hari? Kalau bukan karena Mami ngancem motong uang jajan, gue juga ogah tiap hari ke tempat lo. Dikira gue supir."
"Yaudah, nggak usah sewot. Ntar gue coba bilang Bunda sama nyokap lo."
"Lagian lo juga kenapa tiba-tiba aneh gitu. Cemberut terus, nanti cantiknya ilang."
Terkejut, tanpa sadar Momo sudah membuka mulutnya terlalu lebar.
ж ж ж ж ж
"Berantem lo berdua?"
Tepukan dan pertanyaan dari arah belakang membuat Momo menolehkan kepala, Dita berdiri disana. Bukan, bukan Dita yang bertanya, orang disebelah Ditalah yang bertanya. Momo tersenyum jahil, fokusnya tak lagi pada pertanyaan yang baru beberapa menit lalu ia dengar namun keberadaan dua orang didepannya inilah yang kini membuat Momo bertanya-tanya.
"Apapun yang ada di kepala kecil lo itu nggak bener."
"Emang apa yang ada di dalam kepala gue?"
"Gue sama Adam nggak berangkat bareng, kita ketemu di sini dan langsung nyamper lo sama Raka, nggak tahunya tuh bocah begitu turun langsung cabut duluan."
Dita menjelaskan panjang lebar yang direspon anggukan dan senyum jahil serta mulut yang dimajukan membentuk huruf O besar oleh Momo.
"Percuma lo jelasin ke bocah yang kebanyakan jajan micin. Mana ngerti."
Adam berkata santai, memilih meninggalkan kedua gadis yang sepertinya masih ingin saling menggoda. Dia kehilangan mood entah karena apa.
"Kenapa tuh bocah? Lo kasih apaan tuh bisa jinak gitu?" Momo bertanya pada Dita yang kini tengah berjalan bersamanya menuju area sekolah.
"Mana gue ngerti. Emang gue emaknya?"
Momo mengerutkan kening, kenapa hari ini orang-orang memiliki kecenderungan yang sama, mudah emosi, seingatnya semalam dia tidak jadi membunuh nyamuk yang beterbangan di kamarnya, bahkan menjadi anak baik dengan membuka pintu agar binatang penghisap darah itu bisa keluar tanpa harus menjadi almarhum akibat pukulannya.
ж ж ж ж ж
"Emang dasar penggemarnya Raka aja yang ngalahin isi akun cabebalabala."
Momo tengah duduk di bangku taman belakang sekolah bersama Arsya, menceritakan kejadian yang menimpanya ketika menemani Raka dua hari yang lalu. Momo baru bisa bercerita dengan Arsya secara langsung hari ini karena selama dua hari pemuda itu tidak masuk sekolah setelah terpeleset di lorong kelas, bahkan tangan kirinya masih terpasang elastis perban.
Arsya mendengarkan dengan sabar walaupun secara garis besar dia sudah tahu kejadian yang menimpa perempuan didepannya ini karena mereka saling berkirim chat, sesekali Arsya tertawa ketika Momo membuat mimik wajah yang dirasanya cukup lucu.
"Eh, tapi kondisi tangan kakak sekarang gimana?"
Melihat kecemasan tampak nyata di wajah Momo, kedua sudut bibir Arsya tertarik membentuk senyum yang tidak ditutup-tutupi, "udah mendingan, kadang nyeri kalau udah mau waktunya minum analgetik."
Ekspresi Momo menjadi muram mendengar penjelasan barusan. Melihat itu Arsya tidak suka, mencoba memperbaiki suasana ditariknya pipi kiri Momo hingga gadis itu mengaduh.
"Gue nggak suka liat muka alay lo jadi muram."
"Iya, tapi sakit tahu.." Momo mengusap pipi kirinya yang mulai kemerahan dan masih berdenyut sakit.
Raut muka Arsya melembut, diangkat tangan kanannya untuk mengusap bagian yang sakit dengan lembut, seperti barang berharga yang bisa hancur kapan saja bila ia tidak menjaganya dengan sepenuh hati.
Momo terpaku dengan perlakuan yang dilakukan Arsya kepadanya, tanpa bisa dicegah, kedua sudut bibirnya tertarik keatas membentuk senyum manis dan kedua pipinya kini menjadi sama merahnya.
Gelak tawa tak bisa di tahan, kalau bukan di sekolah mungkin Arsya sudah menggigit pipi cubby Momo yang kini tengah bersemu merah saat ini juga.
"Apaan sih?" Arsya tertawa dengan telapak tangan masih di pipinya membuat Momo berdecak tidak nyaman, ia malu.
"Gue heran, orang macem apa sih lo?" bisik Raka.
ж ж ж ж ж
"HANITYA MORINA KURNIA!!! Kamu mau tidur sampai jam berapa? Bunda sudah bangunin kamu 10 kali.! Pokoknya bunda nggak mau tahu kalau kamu sampai terlambat berangkat ke sekolah."
Teriakan bunda kali ini membuat Momo langsung membuka matanya secara maksimal, jantungnya berdegup kencang karena dia terbangun tiba-tiba. Dilihatnya jam di meja nakas, 07.45 WIB. "Alamak! BUNDAAA!!!!"
Teriakan itu bergema di dalam rumah yang sudah sepi, hanya ada bunda di dapur yang tengah berlatih membuat resep kue baru. Tak berselang lama suara berdegum dan rintihan menyusul, membuat bunda tertawa dan menggelengkan kepala.
"Dasar si pemimpi ceroboh." Gumam bunda pada diri sendiri.
"HANITYA MORINA KURNIA!!! Kamu mau tidur sampai jam berapa? Bunda sudah bangunin kamu 10 kali.! Pokoknya bunda nggak mau tahu kalau kamu sampai terlambat berangkat ke sekolah."
Teriakan bunda kali ini membuat Momo langsung membuka matanya secara maksimal, jantungnya berdegup kencang karena dia terbangun tiba-tiba. Dilihatnya jam di atas nakas, 07.45 WIB. "Alamak! BUNDAAA!!!!"
Teriakan itu bergema di dalam rumah yang sudah sepi, hanya ada bunda di dapur yang tengah berlatih membuat resep kue baru. Tak berselang lama suara berdegum dan rintihan menyusul, membuat bunda tertawa dan menggelengkan kepala.
"Dasar pemimpi ceroboh." Gumam bunda pada diri sendiri.
ж ж ж ж ж
hai,
selamat membaca,
ichigo
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST LOVE
Teen FictionFirst love (Ketika Cinta Mengajarkan Banyak Hal) Cinta pertama tidak pernah berhasil. Hanitya Morina Kurnia, gadis biasa yang belum pernah jatuh cinta. Harus bertemu dengan dua lelaki yang mengajarkan apa itu sakit dan bahagia dalam cinta. "..kala...