Halo.. ketemu lagi dengan Liam dan Amara ^^
_______________________________________________________________________________
Ketika Amara membuka pintu kamar tamu yang sekarang ditempatinya dan menatap muram pada pengetuknya, Liam sudah bisa membayangkan reaksi kasar yang akan ditunjukkan wanita itu jika dia mendengar kalimat Liam berikutnya.
"Ada apa?"
Liam mengangkat alisnya pelan ketika mendapati Amara menahan daun pintu sehingga sewaktu-waktu dia bisa membanting benda itu di depan wajahnya. Well, Amara memang wanita yang waspada, pikir Liam geli. Tapi sayangnya, dia tidak cukup waspada. Liam menjulurkan kaki ke celah pintu yang terbuka, mendorongnya kuat sementara tangannya juga melakukan hal yang sama sehingga lengan Amara terlepas dari pintu dan Liam berhasil menyelinap masuk.
"Apa yang kau lakukan?"
Liam menoleh untuk menatap Amara yang berdiri tidak jauh darinya. Ia bergerak untuk menutup pintu di belakangnya dengan dorongan kaki yang lain sebelum kembali memfokuskan perhatiannya pada wajah Amara yang mengkerut tidak senang.
"Aku ingin masuk ke kamar istriku, apa kau akan melarangku?"
Ia melihat Amara bergerak maju, kedua tangannya terangkat ke arah Liam ketika dia menyemprotkan kata-kata berikutnya, "Lucu sekali, Liam. Apa kau tidak akan berhenti bersikap kekanak-kanakan?!"
Liam menangkap kedua lengan Amara yang terangkat dan menahannya dalam genggaman jari-jemarinya. Ia bisa menangkap kesiap halus wanita itu namun ekspresi Amara tidak tertebak. "Lepaskan aku."
"Kenapa kau selalu suka memerintah?"
Mata hazelnut wanita itu melebar lalu kemudian menyipit tajam oleh rasa tidak suka. "Yang perlu kaulakukan hanyalah mematuhinya dan bukannya bertanya balik."
"You think you are the boss?"
"Sayangnya, ya."
Amara tersentak ketika Liam mengeratkan pegangannya dan menarik wanita itu sedikit lebih rapat. Ia senang dengan ekspresi yang diperlihatkan wanita itu, gabungan antara rasa marah dan waspada, bingung di antara pilihan untuk membentak Liam atau memohon agar ia melepaskannya. "Kau tahu... Aku selalu memperhatikan bahwa kau memperlakukanku lebih kasar daripada orang-orang lain. Itu membuatku bertanya-tanya, apakah kau memiliki dendam pribadi denganku atau kau hanya... kau hanya takut pada apa yang mungkin akan aku timbulkan pada dirimu."
"Jangan memandang dirimu terlalu tinggi, Liam."
Liam menggeleng pelan sementara matanya melekat dalam di kedua bola mata itu. "Itu tidak menjawab pertanyaanku, Amara."
Wanita itu melotot padanya sejenak sebelum menarik kedua lengannya dengan keras sehingga Liam tidak memiliki pilihan selain melepaskannya – ia tidak ingin wanita itu sampai menyakiti dirinya sendiri. Amara sempat terhuyung sejenak dan mundur beberapa langkah sebelum dia berhasil menguasai dirinya. Lengannya terangkat dan telunjuknya mengarah ke pintu keluar ketika dia menatap Liam dengan mata berkilat-kilat panas. "Aku ingin kau keluar sekarang juga," ujarnya dingin.
"Dan kalau aku mengatakan tidak?"
"Jangan bermain-main denganku, Liam."
Bermain-main? Siapa yang ingin bermain-main dengan wanita itu? Semua ini adalah ide Amara. Liam menyinggungkan senyum simpulnya dan bersidekap pelan. "Aku ingin sekali menuruti perintahmu, Amara. Tapi, untuk malam ini aku sudah memutuskan untuk tidur di sini bersamamu."
Hah! Sudah diduga. Ekspresi wanita itu seolah Liam baru saja berkata ia akan menguliti Amara hidup-hidup. Ada apa dengan wanita itu dan seks? Hidup Amara benar-benar membosankan jika wanita itu menghindari satu-satunya kenikmatan sejati yang memang menjadi hak setiap orang.
![](https://img.wattpad.com/cover/116966257-288-k718453.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Their Marriage Agreement (The Wedlock Series #3)
RomanceSudah tamat dan sudah diterbitkan! Tersedia dalam Google Play : https://play.google.com/store/books/details?id=ppFRDwAAQBAJ Bagi Amara, Liam itu player berengsek yang harus dijauhi Tetapi ironisnya, ketika ayahnya memberi ultimatum pada Amara, ia m...