Disclaimer:
-Semua tokoh dan setting yang tercantum dalam manga Black Butler adalah milik Yana Toboso.
- Eligor dan Flauros adalah demon yang namanya disebut dalam Lemegeton dan Pseudomonarchia Daemonum.
~~~***~~~***~~~
Sang steward menyerahkan sebuah surat yang diikat dan disegel dengan stempel resmi. Aku membuka surat itu dan membacanya dengan cepat. Surat dari sang Kaisarina sendiri, yang mengharapkanku segera datang menghadap.
"Kapan surat ini diantar?" tanyaku. Barangkali saja seorang utusan datang semalam saat aku sedang tidak berada di sini.
Berbeda dengan pemegang kontrak sesungguhnya yang bisa langsung memanggil tanpa repot-repot mengirimkan surat. Keturunan Leopold I tidak memiliki hak istimewa itu, karena mereka bukanlah orang yang membuat perjanjian. Aku dan sang Kaisarina tidak memiliki ikatan seperti itu, hanya perjanjianku dengan kakeknya yang memberikan hak baginya untuk memberikan perintah, hanya sebatas itu saja.
"Tadi malam, my lord."
"Kau tidak menyerahkannya langsung padaku?"
Sang steward sama sekali tidak gentar dengan intimidasi apapun. "Saya sudah mencari Anda. Kalau Anda tidak ada di istana, saya tidak tahu di mana tepatnya Anda berada."
Aku mengusap rambut dengan frustrasi. Tidak mungkin kukatakan ke mana aku pergi. Bukan rahasia lagi kalau aku sesekali berkeliaran di kota dan mampir ke pelesiran, meskipun kehidupan gelap para bangsawan dan fakta mereka punya anak-anak tidak sah nyaris jadi hal yang umum, aku tetap tak mungkin mengatakan pelesiran mana yang kukunjungi. Mereka pernah mengutus seseorang untuk menguntitku, dan aku harus mengecohnya sampai pemuda itu kehilangan jejak. Tidak perlu repot-repot membuntuti, aku punya komitmen dan loyalitas yang lebih baik dari manusia – itu adalah estetika demon dalam sebuah kontrak.
"Baiklah. Tidak apa-apa." Kuserahkan tali kekang kudaku pada si steward.
"My lord," protesnya saat menyaksikan sayap hitamku muncul dan membentang. Dia adalah salah satu orang dari sedikit manusia yang tahu identitas asliku.
"Tidak perlu cemas. Tak ada yang melihat selain kau," kataku tak acuh, sebelum melesat ke langit, meninggalkan Schönbrunn dan omelan stewardnya.
Tidak butuh banyak waktu untuk ke istana Hofburg kalau perjalanan itu ditempuh dengan terbang. Aku harus terbang cukup tinggi agar tidak tertangkap pandangan manusia, mengandalkan awan yang mengambang seperti krim kue di udara untuk menyembunyikan sosokku. Seperti yang dikatakan Eligor, rantai dari sebuah kontrak membuat wujud materialku terikat di bumi, dan aku pun menjadi sepenuhnya kasatmata bagi manusia, baik itu dengan kehendakku atau tidak.
Aku mendarat di halaman, di antara dekorasi tanaman boxwood yang membosankan, mengamati jendela di mana ruangan sang Kaisarina berada pada jam-jam seperti ini. Jendelanya terbuka. Untuk beberapa saat aku menunggu dan menanti saat yang tepat. Aku sudah sangat terlambat, tidak ada waktu untuk melenggang melalui Schweizertor. Setelah memperkirakan sang Kaisarina sedang tidak menemui siapapun, kudekati jendela itu dan melompat ke dalamnya.
"Oh, Tuhan," pekik Maria Theresa. Dia sedang berkutat dengan setumpuk dokumen yang harus ditandatangani.
"Sayangnya bukan. Ini hanya saya, seorang demon, Yang Mulia." Aku membungkuk hormat padanya.
Sang Kaisarina mengangguk sembari mengatur ekspresinya kembali, lepas dari keterkejutan. "Masuk melalui jendela ke ruangan tempat seorang wanita berada itu bukan cara yang sopan, my lord," dia memulai omelannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alter: Wondering Memories
Fanfiction"Aku tidak lupa diri, pun tidak sedang berusaha menyangkal jati diri. Sesekali kita pasti terdorong untuk melakukan sesuatu yang meski bagi orang lain itu adalah tindakan gila untuk dilakukan, tapi tetap tidak mengurangi esensi kebenarannya." ...