Chapter 6: Metanoia

57 7 0
                                    


Disclaimer: Semua tokoh dan setting yang tercantum dalam manga Black Butler adalah milik Yana Toboso.


~~~***~~~***~~~ 



Malam itu, satu pengkhianatan berakhir, tetapi harus berujung pada pengkhianatanku sendiri. Itulah yang dikatakan oleh Maria Theresa saat aku menemuinya pagi itu. Tiada satu pun kebohongan. Satu tamparan yang kukira akan kudapatkan dari Lilly karena membunuh Johann Hofer, kudapatkan dari Maria Theresa karena tidak melakukan apa yang diperintahkan sampai tuntas.

"Bukan hakmu untuk memberikan pengampunan!" Kedua tangan Maria Theresa mengepal oleh amarah. Dia menarik napas panjang beberapa kali, berusaha mengendalikan emosi yang meluap. "Pergilah! Aku tidak punya ikatan apapun lagi denganmu, Demon. Pergilah ke tempat gelap mana pun yang kau kehendaki."

Seandainya semudah itu. Sayangnya ikatanku bukan ada padanya, tapi kesepakatan dengan Leopold I. Ikatan itu takkan terputus selama seorang Habsburg berada di tampuk kekuasaan Kekaisaran Romawi Suci.

Setelah itu, aku tidak kembali ke Schönbrunn. Sesuai yang diperintahkan, aku memang pergi. Tapi aku tidak melepaskan tanggungjawab yang sudah disepakati oleh generasi sebelumnya. Austria terlibat peperangan selama tujuh tahun, beberapa wilayah kekaisaran terlepas, itu adalah pukulan yang sangat berat bagi Maria Theresa.

Namun dia wanita yang tegar dan kuat, juga keras kepala. Tahun-tahun yang berlalu membuatnya terbiasa menanggung beban yang demikian berat, sebagai seorang penguasa, sekaligus sebagai seorang istri dan seorang ibu. Sikapnya yang tidak pernah merasa puas, dan sedikit pemarah, menyembunyikan dengan rapi segala kesedihan yang harus dihadapinya seorang diri. Saat sedang berada di dekatnya, aku menggunakan wujud seekor kucing hitam atau gagak hitam, mengawasinya merenung – menerawang menatap ke kejauhan, pada segala yang tampak dari jendela ruang kerjanya. Bahkan saat udara begitu dingin, jendela itu seringkali terbuka, menampakkan sosok sang Kaisarina yang tangguh.

Beberapa kali aku datang ke Schönbrunn, Kaisar Joseph II yang mengundangku datang ke pesta dansa di sana. Delapan tahun setelah aku keluar dari istana itu, Kaisar Franz I mangkat. Posisi Franz digantikan oleh putranya. Meski demikian, selama Maria Theresa masih ada, wangsa Habsburg masih berkuasa, sementara Kaisar Joseph II hanyalah penguasa pendamping bagi ibunya.

Suatu hari, aku menghadiri pesta dansa di Schönbrunn. Maria Theresa tidak tampak di mana pun. Meskipun satu setengah tahun telah berlalu, duka kehilangan suami masih merundungnya. Kaisarina menarik diri dari publik, dan mewarnai dunianya dengan warna hitam. Sementara di luar lingkaran dukanya yang kelam, kehidupan puteranya pun juga tidak bahagia. Mereka berdua telah menanggung pedihnya kehilangan orang terkasih dan pasangan yang telah saling berbagi hati. Namun Joseph tidak menenggelamkan sekelilingnya dengan warna hitam dan memamerkan dukanya pada dunia, kewajiban yang menyertai posisinya sekarang tidak mengijinkannya berbuat demikian. Alih-alih meratapi Puteri Isabella, situasi memaksanya untuk menikah lagi, dengan Maria Josepha, puteri dari sepupu ibunya, Archduchess Maria Amalia.

Pernikahan politik itu pun berujung pada sebuah kondisi yang sangat lazim; tiadanya kebahagiaan. Jelas sekali kaisar yang baru itu mengabaikan istrinya. Terdorong oleh pemandangan yang membuat iba, ketika kaisarina baru menatap suaminya yang berdansa dengan wanita lain, bahkan senyum yang terpasang sempurna tidak mampu menutup kesedihan di matanya, aku mengulurkan tangan mengajaknya berdansa.

"Anda memang selalu menarik perhatian, seorang pasangan dansa yang elegan," puji Maria Josepha di akhir putaran dansa kami.

"Begitu juga dengan Anda." Aku meraih dua gelas anggur dari nampan seorang pelayan yang lewat, memberikan salah satunya pada Maria Josepha.

Alter: Wondering MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang