Pasangan Ketua Murid

1.9K 198 1
                                    

Kedelapan orang itu seketika menjadi akrab dan mengobrol hingga kereta mulai berangkat tanpa mereka sadari.

"James," Remus memanggil.

"Hm?" James menyahut, hanya sebentar karena setelah itu ia kembali asyik bercerita tentang Quidditch kepada Harry dan Ginny.

"Ketua Murid,"

"Lalu?"

Remus berdecak tidak sabaran, "kau harus patroli ke setiap gerbong dan merencanakan visi misi untuk satu tahun kedepan dengan Ketua Murid Perempuan dan para Prefek." Ia berusaha menjelaskan.

Seketika, James seolah membeku, "Merlin! Mengapa kau tidak mengingatkanku sedari tadi?"

Remus mendengus, "aku sudah mengingatkanmu, namun kau terus saja asyik bercerita."

Sirius -yang sedang bercerita kepada Ron tentang Marauders- terkikik. "Hati-hati Prongs, bisa saja McGonagall menarik lencanamu bahkan sebelum kau menginjakkan kai di Hogwarts."

James mendengus. Ia bangkit, keluar dari kompartemen dan segera menuju kompartemen Ketua Murid.

Sampai disana, banyak orang yang sudah duduk didalam, menunggunya. James masuk dengan berisik hingga membuat semua kepala disana menoleh.

"Potter, si Ketua Murid yang terlambat," ejek Alecto Carrow, Prefek kelas enam Slytherin.

James menatapnya dingin, "kau tahu, kurasa kau harus memelankan sedikit volume suaramu agar aku bisa mendengar lebih jelas lagi, Carrow." Balasnya.

Prefek Gryffindor -Hestia Jones (kelas enam) dan Joshua Vane (kelas lima)- terkiki pelan.

"Ehem," James menoleh. Seoranga gadis dengan rambut merah gelap dan mata hijau cemerlang, berdeham.

Lily Evans, si gadis cantik ini, menatap James dengan tatapan mencela, "well, selamat datang Potter, kuharap kau tidak mengulangi keterlambatanmu itu," ujarnya formal. Di jubah Hogwartsnya, terpasang lencana Ketua Murid.

James merasa perutnya jungkir balik. Ia sudah lama naksir Lily -bahkan sudah masuk fase jatuh cinta. Tiada hari semenjak mereka kelas dua, tanpa ajakan kencan James dan ledakkan Lily.

Namun, setelah kunjungan Hogsmead terakhir tahun lalu, James mulai menyerah.
------------------------------------------------------
James dan Sirius berjalan mendekati Lily yang sedang sarapan bersama kedua sahabatnya, Alice Carrol dan Marlene McKinnon.

"Ehem," James berdeham -walaupun ia tahu, Lily akan mengacuhkannya.

"Evans, apa kau mau berkencan denganku dan pergi ke Hogsmead bersamaku?" kalimat yang klise, karena hampir setia hari James mengatakan hal yang sama.

Lily berdiri dengan hentakan keras. Memutar tubuhnya dengan anggun menghadap James.

"Sudah kukatakan berulang kali Potter, aku tidak akan pernah sudi berkencan denganmu!" Lily mendesis pelan, menekankan satu kata terakhir.

James terlihat tak acuh. "Aku kan, hanya bertanya. Aku bisa saja menggendong tubuh mungilmu dan membawamu kemana pun aku pergi," katanya disambut kekehan pelan Sirius.

Wajah Lily merah padam. "Dengar Potter, aku tidak akan pernah membiarkan diriku disentuh oleh bajingan sepertimu. TIDAK AKAN PERNAH!" Lily menjerit sekeras mungkin, membuat James Potter, seeker berbakat itu, terluka.

Memang, ia sering dicaci dan dimaki oleh Lily. Namun itu tak pernah digubrisnya. Tapi, dalam hati kecilnya, satu persatu harapannya untuk mendapatkan Lily pupus. Hingga hari ini, Lily menghancurkan seluruh harapan yang telah James bangun dengan satu makian kasar.

Sirius menarik James pergi meninggalkan Aula Besar. Ia mengerti perasaan sahabatnya itu. Karena setiap kali James dicaci oleh Lily, wajahnya yang penuh dengan kejahilan dan cengiran menggoda berubah menjadi tatapan sendu dan kosong.
------------------------------------------------------
James mengingat kenanga itu dengan sangat baik. Namun sepertinya Lily tidak mempedulikannya.

James duduk disamping Lily -keduanya saling menjaga jarak- dan mulai mendiskusikan visi misi setahun kedepan dengan para Prefek.

Rose, Lily and Lavender [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang