Maaf nih ya sebelumnya, Nina gak update-update. Lagi nulis fic "Madonna Potter" dan banyak tugas. Lagi pula Nina lagi gak mood nulis ini fic kemaren.
Maaf lagi nih, Nina lupa ngasih tau, James itu Nina buat sebagai Chaser bukan Seeker. Jadi kesalahan di chapter sebelumnya harap dimaklumi ya.
***
Albus Dumbledore sedang menulis sesuatu di perkamennya. Tugas sebagai kepala sekolah menumpuk. Begitu pula dengan pengadilan Wizengamot yang sedang marak-maraknya menangkap pengguna Ilmu Hitam. Namun ia tahu, cepat atau lambat Kementrian pasti akan jatuh kedalam pelukan sang penjahat paling keji, Lord Voldemort. Dan karena itu, ia berusaha mencari kelemahan-kelemahan Voldemort.
Knock knock!
"Masuk," suara berat Dumbledore memecah keheningan malam.
Dua staff Hogwarts terpercayanya, Minerva McGonagall dan Poppy Pomfrey, berjalan mendekat dengan tergesa-gesa.
"Profesor, ada empat orang diluar ingin bertemu denganmu." Madam Pomfrey berkata lebih dulu.
Profesor McGonagall mengangguk, "ya, kami sedang makan malam saat kami mendengar suara gedoran pintu. Dan mereka -empat orang itu-, aku tidak pernah melihat mereka. Benarkan?" sang guru Transfigurasi itu meminta persetujuan dari sang matron rumah sakit.
Madam Pomfrey mengangguk mengiyakan.
"Bawa mereka kemari," ujar Dumbledore.
Profesor McGonagall dan Madam Pomfrey sedikit terkejut namun segera mengangguk dan berbalik meninggalkan Dumbledore sendiri.
Tak lama, kedua mantan murid Dumbledore ini datang dengan dua orang lelaki dan dua perempuan.
Dumbledore tersenyum, mengangguk menyuruh Profesor McGonagall dan Madam Pomfrey meninggalkannya sendiri bersama empat orang 'tamu' ini.
Awalnya, kedua wanita ini ragu, namun akhirnya mereka meninggalkan Profesor berhidung bengkok itu.
"Nah, jadi apa yang membuatku mendapat kehormatan menjadi tuan rumah kalian kali ini, ladies and gentle man?"
"Profesor Dumbledore, maaf sebelumnya sudah mengganggu anda, tetapi kami terjebak dalam masalah besar." Laki-laki berambut hitam berantakan dengan mata hijau cemerlang berkata.
"Oh, jadi kalian tamuku yang mengetahui identitasku datang meminta pertolongan?" Dumbledore terlihat tertarik.
Keempat orang itu mengiyakan dengan anggukan cepat.
"Baiklah, peribahasa Muggle mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Jadi, bukankan sebaiknya kalian memperkenalkan diri?"
"Y-ya Profesor. Aku Harry Potter, ini Ron dan Ginny Weasley serta Hermione Granger."
Dumbledore terkejut bukan main. "Potter? Weasley?" ulangnya.
Keempatnya mengangguk. Harry lalu menceritakan latar belakang dan alasan mereka bisa sampai ke sini.
"... saat Hermione menyatukan kedua batu itu, kami ditelan oleh pusaran biru hingga akhirnya kami sampai di belakang rumah kaca satu."
Dumbledore terpana. Ia belum pernah menemukan kasus seperti ini sebelumnya.
"A-apakah batu itu masih ada bersama kalian?" tanyanya.
Keempatnya mengangguk. Hermione merogoh kantung bajunya, "ini, tapi saat aku menyatukannya kembali, batu itu tidak bereaksi apapun." Katanya.
Dumbledore mengambil batu itu dengan tatapan takjub. "Menarik, sangat menarik," kata-kata itu terus yang keluar dari mulut Dumbledore.
Dumbledore mengangkat kepalanya dari kedua batu itu, menatap lurus empat remaja yang beranjak dewasa dihadapannya.
"Baiklah, aku akan membuatkan nama samaran untuk kalian. Kita tidak bisa membuat kalian bertemu dengan orang tua kalian yang saat ini seusia dengan kalian."
Ginny buru-buru menyela, "tidak perlu Profesor, kami akan mencari nama kami sendiri." Hermione mengangguk.
Dumbledore mengangguk," well, karena kalian ada disini, maka kita harus membuat identitas baru dan menyembunyikan identitas asli kalian." Ujarnya.
Ia mengambil perkamen, "tulis nama samaran kalian disini,"
Hermione menjentikkan jarinya, "aku tahu! Aku punya dua tetangga Muggle yang mungkin namanya bisa kita gunakan." Serunya.
"Apa?" seru yang lain serempak.
"Radcliffe dan Grint,"
"I'm Grint!" Ron langsung berseru.
Harry mengangkat bahu, "well, i'm Racdliffe,"
"Dan kita juga bisa menggunakan dua nama ilmuwan atau penemu Muggle." Usul Hermione.
"Hmmm... bagaimana kalau Watson dan Wright?" tanya Harry.
Ginny dan Hermione mengangguk, "Aku Watson saja," Hermione memilih dahulu.
"Aku Wright kalau begitu,"
"Bagaimana dengan nama depan kita?"
"Tidak perlu diganti, nama belakang sudah cukup."
Hermione segera menuliskan 'nama baru' mereka di perkamen yang Dumbledore berikan.
Setelah selesai, ia mengembalikan perkamen itu kepada Dumbledore.
Dumbledore mengayunkan tongkat sihirnya, membuat gerakan rumit dan mantra yang belum pernah didengar oleh mereka.
"Ini adalah versi dari mantra Fidelius. Saat kalian mendiskusikan nama kalian tadi, aku memikirkan cerita untuk membuat orang lain tidak curiga." Jelasnya.
Mereka terus asyik membahas soal ini hingga tak sadar matahari sudah beranjak naik.
***
Hai hai. Maaf kalo kepanjangan ya. Hehe.See you,
Nina
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose, Lily and Lavender [SLOW UPDATE]
FanfictionHinny, Ronmione, Jilly dan Time travel Harry, Ron, Hermione dan Ginny terjebak di tahun 1977, tahun dimana Marauders, Lily Evans dan Severus Snape masih menjadi murid kelas tujuh Hogwarts. Harry Potter sepenuhnya milik J. K. Rowling