Cat Meet Vet : 6. Ega

51.3K 2.8K 103
                                    

Makasiiihhh buat apresiasi olmaipreeeeennn…. Eke bahagiaaaa….bahahahahaagiaaaaa…. dalam waktu singkat banyak banget yang vote sekaligus komen. Eke pengen banget bales komen satu-satu, tapi apa daya sinyal kurang mendukung. Jadi mohon sabar ya olmaipren buat semua balasannya, tapi pliiiiisssss jangan lupa vote sama komennya. Vote yang banyak, supaya ketika ada game sewaktu-waktu, kuota vote sudah memenuhi, dan komen yang supeeerrrr banyak jugaaaa…. Biar eke semangkin semangat nulisnya.

Untuk bab selanjutnya, eke bakal selesain dulu. Tapi siapa tahu eke tergerak bikin game, jadi olmaipren gak perlu nunggu sampe senin minggu depan.

Jadi jangan lupa OLMAIPREEEENNN, VOOOOOTEEE sama KOMENNYAAAA!!!!

WAKAKAKAKAKAKAAKAKKAKAKAKAKK

BAB 6

Ega

Oh, sial!

Bagaimana bisa dia muncul di hadapanku saat ini. Setelah beberapa hari ini aku berusaha melupakannya, juga mengendalikan Junior ketika mengingat dia, sekarang dia muncul di hadapanku. Di depanku!

Apa-apaan juga bajunya yang menawan itu? Bisakah dia berpenampilan lain yang lebih pantas? Menggunakan rok mini atau kaus ketat misalnya. Kenapa kemeja kedodoran dengan celana kain bisa membuat seorang wanita menjadi sangat menggoda? Setidaknya kalau dia menggunakan pakaian seksi dan memperlihatkan dadanya yang menonjol dan pantatnya yang begitu menawan, si Junior akan terlihat sangat manusiawi jika bereaksi. Tapi dengan pakaian seperti itu, bagaimana bisa si Junior mulai menggeliat untuk bangun?

“Aaakh!” Dengan segera kesadaranku kembali kepada kucing yang berada di genggamanku. Kucing itu menggigit tanganku dan berusaha melepaskan kakinya yang saat ini ku kunci.

“Kamu ngapain di sini?” tanyanya panik dan terlihat berusaha menjauh dariku.

Ya Tuhan, apa dia bermaksud menggodaku dengan semua yang ada di dirinya? Rambutnya yang ikal panjang yang dibiarkan tergerai di bahunya. Matanya yang berwarna coklat gelap seakan mampu menembus dadaku ketika dia menatapku. Bibirnya yang berwarna merah muda di wajah tirusnya terlihat sangat ingin menyentuh bibirku. Ketika dia bergerak, aku bisa melihat bayangan tubuhnya yang ramping di balik kemeja putih yang dia kenakan. Dan bisakah kaki jenjang itu memelukku di ranjang? Seperti apa rasanya dipeluk kaki seramping dan seindah itu?

“Wadaw!” sekali lagi aku menjerit saat kucing ini menggigitku lagi. Dan aku harus berterimakasih karena gigitan kucing ini membuat si Junior kembali tertunduk malu. “Ada yang bisa saya bantu?”

Aku berusaha memberikan senyumanku yang termanis dan mengesampingkan rasa nyeri di tanganku. Sayangnya, gadis itu malah menatapku jijik seakan dia baru melihat kucing miliknya baru saja poop.

Bangsat!

Kucing ini benar-benar poop di atas meja praktekku. Menyebarkan wangi yang khas kemudian memasang wajah penuh kemenangan. Wanita itu terlihat semakin panik. Awalnya dia beranjak mendekatiku kemudian tiba-tiba kembali mundur ketika aku bergerak. Kenapa dengan dia?

“Maaf, kucing itu…”

“Nggak apa-apa! Meja periksa seorang vet memang di persiapkan untuk keadaan seperti ini juga kok,” aku segera membawa kucing kuning ini ke kandang terdekat dan memasukkannya ke sana, kemudian membersihkan mejaku. Sembari mencuci tanganku, aku memulai pembicaraan, “Jadi, dia sakit apa?”

“Kamu… dokter…dia…dia vaksin…” jawab wanita itu terbata.

“Sebelumnya pernah vaksin?” sebuah gelengan menjawab pertanyaanku. “Ada buku vaksinnya?”

“sepertinya itu nggak ada. Dia baru saja saya pelihara.”

Aku tersenyum melihat ketegangan di wajah wanita itu. Apa dia mulai terpesona olehku? Kadangkala memang sulit menjadi pria tampan saat menghadapi kaum wanita, “Kita belum kenalan. Nama saya Ega. Kalau kamu?”

Saat aku mendekatinya sembari mengulurkan tangan, dia segera menjauh kemudian terlihat ragu. Tanpa menjabat tanganku, dia mengucapkan namanya. “Meta!”

“Pertemuan terakhir kita memang terlihat buruk, tapi apa bisa kita mulai semua dengan baik lagi?”

Meta mendesis kemudian menatapku marah, “Menjijikkan!”

“Apa?” tanyaku tak percaya akan kata-kata yang baru kudengar.

“Berhenti bertingkah menjijikkan. Aku bukan wanita seperti semua wanita di sekitarmu!”

Bagus sekarang dia mulai histeris. Aku seakan melihat seekor kucing betina yang mendesis galak kepadaku. “Bagaimana bisa aku membuatmu jijik?”

Semburat merah muncul di pipinya dan dia mengalihkan matanya ketika menunjukku.

Menunjuk salah satu bagian tubuhku.

Juniorku yang mulai membengkak.

“Ini…ini nggak seperti pikiranmu!” aku mulai menyumpahi diriku sendiri saat mengucapkan hal itu. Kalau itu nggak seperti pikiran dia, lalu aku bilang apa tentang hal ini? Aku baru saja secara tiba-tiba diserang lebah di selangkanganku?

“Jangan mendekat! Atau aku tendang kamu!”

Tuhan, ini benar-benar siksaan. Di saat pria lain akan bersikap hati-hati dan berpikir untuk meninggalkan wanita yang sedang histeris, aku malah semakin terangsang akan sikapnya barusan. Bagaimana ini bisa terjadi? Bibirnya terlalu menggoda untuk ku cium. Bahkan tubuh wanita ini seakan memanggil untuk dipeluk. Terkutuk semua kemesuman di diriku.

“Dengar aku nggak akan menyakiti kamu. Sekarang mari kita bicara baik-baik. Kamu…”

Saat aku berusaha menenangkannya (dengan si Junior yang meraung-raung ingin melihat dunia), wanita cantik bernama Meta itu kembali mundur dan tanpa sengaja menabrak tumpukan kerdus yang belum sempat ku bongkar. Membuatnya kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh kalau aku tidak segera menangkapnya seperti saat ini. Kami benar-benar seperti berada di adegan film di televisi. Saling memeluk erat. Merasakan tubuhnya yang ramping dan kulitnya yang halus di tanganku. Dada yang saling menempel dan membuatku merasakan sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Kemudian merasakan wangi tubuhnya yang sangat memabukkan. Semua terasa begitu menggairahkan.

Kecuali ketika lututnya menohok keras si Junior yang membengkak.

Tuhan, itu kenikmatan yang menyakitkan.

Dia mendorongku mundur kemudian ketakutan di pojok ruangan. Apa dia gila? Aku yang baru saja di aniaya dan harusnya aku yang berlari ke pojok, ketakutan, kemudian meringkuk menahan sakit seperti saat ini!

“Kamu!” teriakku keras saat pintu ruang praktekku tiba-tiba terbuka.

“Ega, maaf Ibu mengganggu sebentar, tapi…”

Sosok wanita paruh baya yang cantik berdiri dan menatapku keheranan di depan pintu.

“Ibu?”

“Bu Lita?”

“Kalian?”

Sial, sepertinya dunia benar-benar sempit!

*****

Cat Meet VetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang