Akhirnya, Cat Meet Vet aplot juga hari ini. wakakakakakakakakakaakakakk.... makasiiihhh olmaipreeennn...kalian sudah bersedia kasih jempolnya atu2. eke terharuuuu...terharuuuu banget. betapa kalian bersedia baca cerita geje ini. wakakakakakakakak. MAKASIIIIHHHHH OLMAIPREEENNN!!!!
eke mau curhat. nanti setiap bagian Ega mungkin penuh dengan kata-kata maupun perbuatan vulgar cowok somplak itu. jadi mohon maap. semoga semua bisa menerima dengan baik ya. jadi kalau ada yang komen betapa vulgarnya Ega, ya...marahlah sama Ega, jangan eke. wakakakakakakakakakakakakakakakakk...
jadi PLIIIISSS OLMAIPREEEENNNN.....PLIIISSSS jangan lupa VOTE sama KOMENNYAAAAHHH
LOPH YU OLLMAAAIIIIIPREEENNNN
BAB 4
Ega
Kepalaku sedikit pusing ketika bangun di atas tempat tidurku. Pandanganku masih sedikit kabur, tapi suara Olivia yang kelaparan membuatku harus segera bangun. Sepertinya aku sama sekali tidak boleh begadang lagi kalau ingin bangun dengan keadaan segar dan juga tampan. Masalahnya, tangisan seorang wanita bisa menggagalkan semua rencana tidurku. Kemarin, aku dan Monik bertengkar hebat karena keputusanku membatalkan kencan kami. Kemudian, dengan jurus menangisnya, dia berusaha memaksaku tetap menemaninya seharian, meskipun itu bukan di atas tempat tidur. Bagaimana bisa dia begitu egois, seakan membutakan diri akan beberapa sayatan di tubuhku, suntikan vaksin rabies yang baru kuterima, dan terus memaksaku menemaninya berbelanja.
Bahkan ketika aku berhasil kabur darinya, dia terus menerorku dengan cara membuat ponselku terus berbunyi. Saat aku mematikan ponselku dan bergegas pulang, Monik sudah terlihat di depan rumahku menungguku di sana. Membuatku harus kabur ke café terdekat dan berada di sana seharian. Untung saja, Om Hendrik, pemilik café itu mengijinkanku berada di tempatnya hingga malam menjelang, dan Monik menghilang. Sepertinya wanita itu juga menghilang selamanya dari kehidupanku, tapi bukan masalah. Anggap saja ini waktunya menemukan wanita baru.
Tiba-tiba saja otakku langsung bereaksi penuh ketika memikirkan kata wanita. Bayangan tentang gadis di dalam lift kemarin kembali datang. Wanita itu sudah menarik perhatianku semenjak kami berada di lobi. Pakaiannya yang sederhana dan cenderung serampangan menutup tubuhnya yang tinggi. Belum lagi rambut hitamnya yang diikat tinggi menunjukkan tengkuk putihnya yang mulus. Hanya dengan melihat itu saja sudah membuat si junior mulai mengeras. Dan itu membuat Monik semakin beringas karena mengira aku menginginkannya. Bahkan ketika kami berada dalam lift yang sama, aku tidak bisa berhenti untuk menatapnya dari pantulan pintu lift. Wajah gugupnya membuatku semakin merasa ‘terbakar’ dan ini aneh.
Aku belum pernah merasakan hal seperti ini, begitu menginginkan seorang wanita. Baik, itu bukan berarti aku adalah seorang impoten. Aku sangat normal seperti yang kubilang sebelumnya. Selama ini otak rasionalku selalu bekerja baik dengan mengingat wajah ibu yang marah dan menangis ketika ‘melayani’ setiap kekasihku, tapi kali ini berbeda. Bahkan wajah ibu sama sekali tidak muncul di kepalaku ketika aku melihat dia. Untungnya saja wanita itu segera pergi dan hampir kuyakinkan kami tidak akan bertemu lagi. Terlalu berbahaya untuk berada di dekat wanita itu untuk seorang Ega yang tampan.
Sekali lagi Olivia naik ke atas dadaku sambil terus mengeong, mengemis perhatianku. Aku mengelus pelan kepala Olivia dan membuatku melihat bekas goresan panjang dan cukup dalam di lenganku. Wanita di dalam lift itu membawa seekor kucing yang tiba-tiba saja menggila. Walau sepertinya kucing itu tidak mengidap rabies, tapi tetap lebih baik melakukan pencegahan. Sekali lagi aku terbayang wajah wanita itu dan terus penasaran akan siapa namanya, dimana dia tinggal, kenapa dia tidak menggodaku seperti yang dilakukan wanita lain?
Itu prestasi. Digoda wanita lain atau bahkan melihat perilaku tertarik kepadaku saat aku bersama dengan seorang wanita itu adalah sebuah prestasi. Kalau dia berpura-pura tidak tahu, aku cukup menggodanya sedikit dengan tatapan mataaku atau mungkin cukup dengan memperhatikannya ssejenak. Kemudian, wanita itu akan segera memperhatikanku, menggodaku atau menunjukkan kalau dia tertarik kepadaku dengan gaya malu-malunya. Tapi kenapa wanita di dalam lift kemarin tidak menunjukkan semua perilaku itu? Aku sudah berusaha menggodanya, bahkan terang-terangan menyapanya, tapi dia seperti tidak tertarik sama sekali. Bahkan aku sempat melihat pandangan jijik atau mencemooh saat kami berada di dalam lift. Apa mungkin itu karena Monik terlalu agresif sehingga dia menjadi ketakutan? Atau kucing yang gelisah di dalam kandang yang dia bawa membuatnya menjadi kebingungan?
“Aaw!” aku merintih kesakitan saat Olivia menggigit jariku. Si cantik ini sepertinya sudah bosan menunggu dan kelaparan, sampai-sampai dia membuatku kesakitan akan gigitannya. Aku segera beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju ke arah dapur diikuti si cantik.
Perlahan aku menggendong Olivia dan meletakkannya di atas sink, sebelum menyodorkan mangkok kosong di hadapannya. Sekali lagi pikiranku melayang-layang, kembali membayangkan si wanita lift itu. Membuatku menjatuhkan makanan Olivia ke lantai bukan ke mangkoknya dan membuat gadis kecilku melompat ke lantai segera memakan semua makanan yang berhamburan itu.
Sial! Cukup sekali saja pertemuan kami atau si junior akan terus tegak setiap aku memikirkan dia.
*****
“Kamu sakit?”
Pertanyaan ibu siang itu membuatku terkejut. Sudah hampir seminggu setelah kejadian itu berlalu, tapi aku masih saja tersiksa memikirkan wanita dengan kucingnya yang ganas di dalam lift itu. Bahkan aku sudah memberi julukan ‘wanita Lift” setiap aku membicarakan hal itu pada Ibu. Sialnya, setiap aku memikirkan wanita Lift itu, si Junior selalu berusaha menjadi perkasa (kecuali aku membicarakan dia ketika bersama ibu tentunya!). Setiap memimpikan dia, akan berakhir menyakitkan saat pagi tiba. Sial!
“Aku baik kok, Bu!”
“Jadi, sudah ketemu sama si cewek Lift?” tanya ibu tanpa basa-basi yang membuatku terkejut setengah mati.
Setelah aku berusaha melupakan wanita itu, ibu malah menginginkan aku bertemu dengan dia. Apalagi setelah hampir seminggu ini aku mencoba melupakan dia, mandi air dingin demi meredakan semua gairah gilaku dan juga berusaha mencari wanita lain untuk melupakan bayangannya (dan sialnya, aku seakan tidak bersemangat saat bersama wanita lain).
“Nggak akan, bu! Cukup sekali aja ketemu sama dia.”
Ibu tersenyum kemudian mengelus punggungku. “Siapa tahu itu jodohmu, Ga. Lagipula itu salahmu kan. Kalau Ibu tahu kamu ciuman sama cewek di tempat umum, sudah ibu siram kalian berdua!”
Aku meringis ngeri mendengar kata-kata ibu. Sialnya aku sulit untuk berbohong di hadapan ibu, sehingga yang keluar dari mulutku selalu kejujuran. Untungnya ibu adalah wanita terhebat di dunia yang paling mengerti anaknya.
“Yang penting Ega nggak sebar benih seenaknya!”
“Iya, tapi Ibu juga mau gendong cucu secepatnya!”
“Ibu mau Ega sebar benih ke cewek-cewek di sekitar Ega? Di jamin Ibu bakalan dapat cucu secepatnya. Langsung banyak pula! Gimana?”
Dengan kecepatan cahaya, ibu langsung mencubit pinggangku dan melotot. “Berani kamu begitu, ibu kutuk supaya tititmu jadi batu!”
Aku meringis kesakitan sekaligus geli. Tak terbayangkan kalau si Junior berubah menjadi batu. Apa para wanita akan menjauh atau justru mendekat. Sekali lagi aku teringat akan wanita lift itu. “Kira-kira ngapain dia di hotel ya, Bu? Jari manisnya masih kosong kok. Sepertinya dia masih single.”
“Kamu kangen dia? Cari gih!”
Aku menoleh sebal ke arah ibu yang sibuk mengganggu Olive yang tidur di sofa ruang tengah rumahku. “Jangan sampai Ega ketemu dia lagi! Sepertinya dia tipe wanita berbahaya!”
“Hati-hati sama perkataan. Kalau kamu ketemu dia lagi gimana?”
Aku terdiam berpikir sebentar, “Ega kenalin sama Ibu, gimana?”
Ibu terkekeh keras dan membuat Olive mengerling sebal karena tidurnya terganggu. Aku mencium kening ibu sebelum akhirnya kembali ke ruang praktekku, kemudian memikirkan kata-kataku tadi.
Aku akan menakhlukan wanita itu seandainya kami bertemu lagi.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Cat Meet Vet
RomansaDi dunia ini ada dua hal yang paling di sukai Meta, merajut dan juga Pria tampan. Dan ada dua hal yang paling dibencinya, playboy dan perusak rajutannya. Sayangnya, Meta harus bertemu dengan hal-hal semacam itu. Pertama, dia harus merawat kucing mil...