"—yah."
Tubuhku terus gemetar dan bicaraku pun menjadi gagap.
Luna dan Ivan pun kebingungan melihatku.
"A—ay... AYAH!"
Aku berteriak mencoba memanggil John dan berusaha melompat ke arah sana.
Tapi aku tak bisa menggerakkan kakiku. Tubuhku pun masih tak henti bergemetar seakan berkata, "Jangan pergi ke sana! Kau harus tetap di sini!"
Namun aku tetap berusaha memaksa diriku untuk bergerak ke arah sana. Bagaimana mungkin aku melewatkan kesempatan bertemu dengan John!?
Tapi kakiku tetap tak mau digerakkan. Tubuhku tak mau mematuhi perintahku sendiri.
Aku bingung apa yang harus kulakukan dan hanya bisa menangis. Dalam sekejap air mataku sudah membanjiri wajahku.
Aku kembali mencoba berteriak agar John menyadari keberadaanku. Tapi kini bahkan suaraku pun tak bisa keluar.
"Gi—Gils, kau kenapa?"
"Ivan, kurasa sebaiknya kau bawa Gils pergi dari sini."
Aku baru sadar kalau Ivan dan Luna sudah kembali naik ke atas pohon menghampiriku. Sepertinya mereka khawatir dengan keadaanku. Ivan kemudian langsung menggotongku dan berlari ke asrama secepat mungkin. Luna dan Bardam mengikuti di belakangnya.
Aku sebenarnya ingin tetap di sana dan bertemu dengan John. Tapi tubuhku masih tak mau mengikuti keinginanku. Aku hanya bisa pasrah dibawa pergi oleh Ivan dan yang lainnya.
Aku terus menangis sampai akhirnya kesadaranku hilang perlahan-lahan.
...
Aku terbangun di sebuah ruangan gelap.
Saking gelapnya, aku bahkan tak dapat melihat tanganku sendiri meskipun sudah kudekatkan ke wajahku.
Aku mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum aku kehilangan kesadaran. Yang terakhir kuingat hanyalah Ivan mencoba menggotongku kembali ke asrama. Tapi aku tak percaya kalau Ivan akan membawaku ke tempat yang aneh.
"Bi... ma."
"...!"
Aku tiba-tiba mendengar suara yang familiar.
Aku melihat ke sekelilingku, namun masih tak dapat melihat apa-apa. Tapi aku tahu suara itu dan ia juga tahu nama asliku. Aku lalu mencoba menanggapinya.
"Alfa?"
"...ati, fas..."
"Hah? Apa yang kau katakan? Suaramu putus-putus seperti kaset rusak."
Kemudian aku tak dapat mendengar apa-apa lagi.
"Kau tersinggung karena kubilang seperti kaset rusak? Maaf jika itu menyinggungmu, tapi aku benar-benar tak dapat mengerti apa yang kau katakan."
Dalam hati kuberpikir, ternyata dewa juga bisa baper.
"...ku bis... aca pikiran."
YOU ARE READING
Kehidupan Kedua (Buku 3)
FantasiKetika hidup telah berakhir. Ketika jiwa telah berpisah dengan raga. Ke mana kah kita akan pergi? Surga? Atau Neraka? Bagaimana jika kita mengulang kembali hidup ini? Kategori : Light Novel, Fiksi, Fantasi, Budaya, Legenda ...