Prasasti Cinta

25.8K 2.1K 244
                                    

Lengkingan tangis yang memekakkan telinga itu membuat Raka merosot ke lantai. Tangan kanannya masih bertahan bersama tangan Flora, sedang tangan kirinya terus mencengkeram pinggiran ranjang rumah sakit. Napas Raka tersengal, jantung Raka hampir meledak saat mendengar jagoannya masih saja terus menangis keras. Lega, sungguh. Istri yang ia cintai masih sanggup membalas genggaman tangannya seerat ini.

Sedang mengintip, Raka disuguhi pemandangan yang membuat batinnya tertohok. Entah Bidan atau perawat kini sedang membalut tubuh putranya dengan selembar handuk. Membersihkan tulang lunak berbalut daging tipis itu dari darah dan cairan lain yang terbawa dari 'rumah lamanya'. Jagoan Raka itu menangis makin keras, menghadirkan sebuah semarak riuh yang tak tertandingi. Membuat semua perawat, Bidan, hingga Dokter berbondong-bondong memuji bayi kecil itu pintar.

"Mas, lihat."

Lirihan di antara napas putus-putus itu mengundang tubuh Raka untuk kembali bangun. Ia melihat mata Flora yang basah oleh kristal bening. melihat senyum merekah dari bibir pucat pasi kesayangannya. Juga tatapan penuh cinta untuk nyawa yang sudah ia jaga sembilan bulan lamanya.

"Tampan ya? Seperti Papanya," ujar Flora lembut. Mengusap punggung Caraka junior yang tengkurap nyaman di perut hingga dada sama lembutnya. Menyaksikan ini, Raka mendapat tinjuan yang lain tepat di ulu hati.

Raka mengangguk, menahan haru yang membeludak. Ia perhatikan baik-baik mata sipit yang berulang kali dipaksa mengedip. Melihat bayi kecil yang belum bisa melihat itu meraba-raba kulit sang Mama—mencari sesuatu yang ia butuhkan. Raka tak ingin mengedipkan mata, terus saja mengikuti gerak lucu bibir mungil jagoannya. Butuh beberapa menit bagi bibir itu berhasil menemukan sumur pelepas dahaga dan lapar yang akan ia butuhkan nanti hingga beberapa bulan kemudian. Ah Tuhan, bayi kecil itu sedang belajar menyusu sekarang.

"Lapar ya anak Mama? Minum yang banyak, Jagoan. Supaya cepat besar, lalu beli pesawat-pesawatan sama Papa."

Semua ini tentang Papa. Flora seolah menempatkan dirinya sekadar menjadi kurir yang bertugas menghadirkan hadiah cemerlang ini tepat di depan wajah Raka. Flora seolah mempersembahkan hidupnya demi memberi keajaiban ini untuknya. Tuhan. Raka sering membuat Flora murung atas aksi tak antusiasnya terhadap hadiah tak terhitung ini. Raka sering mengeluh, sering membuat Flora berdiam diri atas aksi abainya. Raka rasa, ia bukan seorang suami dan ayah yang patut dibanggakan.

"Silahkan di adzani putranya Pak. Jangan lupa, adzan di telinga sebelah kanan, dan iqomah di sebelah kiri."

Entah siapa pemilik suara bernada keibuan itu. Yang pasti Raka terus bereaksi dengan cepat. Memutari ranjang Flora, lalu mendekatkan bibirnya pada telinga merah seolah tanpa tulang ini. Suara Raka tidak bagus, tapi sungguh ia tulus. Ada banyak doa yang terselip tiap kali Raka mengeluarkan lirihan adzan. Ada banyak sekali permintaan maaf yang terhatur lewat deru napasnya yang memburu. Ada benang-benang tak kasat mata yang terjulur untuk mengikat hatinya dan hati bayi kecil tak berdosa ini.

Raka kembali memutari ranjang, melantunkan beberapa kalimat iqomah di dekat bibir putranya. Pucuk hidung Raka menempel di daun telinga yang merah ini. Halus, seakan mudah sekali tergores. Mata Raka terpejam saat menghidu bau anyir yang entah mengapa terasa berbeda. Sebut saja ini bau surga, atau mungkin bau cinta.

"Makasih, Papa. Adek akan jadi anak Papa yang baik nanti."

Suara Flora yang dibuat-buat itu membuat Raka tersenyum merasa bersalah. dalam keadaan lemah pasca persalinan pun, wanita ini masih tidak lelah untuk menebar lengkungan bibir. Seolah Flora ingin mengejek ketakutan Raka yang berlebihan. Ayolah, buah cinta mereka hanya mencapai panjang 42 cm dan berat 3,2 kg. Sekecil ini, niscaya tidak akan membuat wanita kuat seperti Flora kalah. Lagipula buah cinta mereka tercipta bukan untuk menyakiti sang mama. Sungguh, buah cinta mereka tercipta untuk melengkapi beberapa bagian yang tak bisa diisi oleh apapun. Ah, senyuman lebar Flora benar-benar meninju jantung Raka berulang-ulang.

ALKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang