Selamat membaca ya, jangan lupa vote sama comment biar dapet cogan kayak aku.
- Sheila.
***
Sheila memilih duduk bersebelahan dengan Agatha karena Aland naik ke lantai dua menuju kamarnya, sedangkan ia ditinggal di lantai bawah di ruang duduk dekat kolam renang belakang yang sebenarnya terlalu luas untuk disebut sebagai ruang duduk. Entahlah, mungkin standar ruang duduk keluarga Alano berbeda dengan yang lain.
Di sana hanya ada mereka berdua, yang dengan sengaja Lalisa atur seperti itu. Entah apa maksudnya.
Sheila menelan saliva dengan gugup, menoleh, menatap Agatha yang sedang memerhatikan kuku-kuku jarinya yang dicat warna biru. Kaki cewek itu bergerak tanpa henti di atas permadani tebal di sana, sesekali terkekeh geli.
Sheila sebenarnya ingin mengajak ngobrol kakak kelasnya itu, tetapi ia gugup dan takut mendapat respon yang bukan-bukan. Apalagi citra Agatha kan tidak terlalu baik, hanya wajahnya saja yang cantik luar biasa.
"Kak Agatha."
Agatha menoleh, tersenyum dan memancarkan pesona yang sempat membuat Sheila minder. "Apa?" tanyanya.
"Kak Agatha sama Kak Arkan udah jadian belum?"
Agatha mengernyit sepersekian detik, lalu menggeleng. "Nggak."
"Oh belum." Sheila mengangguk-angguk mengerti.
"Gue bilang nggak, bukan belum."
"Tapi menurutku nanti bakal jadian kok," ucap Sheila mantap.
"Kenapa gue bakal jadian sama Arkan?"
"Kan Kak Agatha suka sama Kak Arkan," balas Sheila polos. Matanya mengerjap beberapa kali dan menopang dagu. "Itu keliatan jelas loh, Kak."
"Siapa yang bilang gue suka Arkan?"
"Temen-temennya Kak Arkan. Lagian keliatan kok, kakak ngado aja itu udah nunjukin kalo Kak Arkan spesial buat Kak Agatha."
Agatha mengibaskan tangan. "Ya udah ya, gue jujur karena lo pacarnya si Aland. Gue emang suka sama Arkan, puas?"
Sheila kontan menggeleng kuat-kuat. "Nggak."
"Kok nggak, sih?"
"Kan kakak belum jadian sama Kak Arkan."
"Emangnya kalo gue ataupun gue sama Arkan saling suka, harus jadian gitu?"
Sheila memiringkan kepalanya, tidak mengerti dengan jalan pikiran Agatha. "Emang kakak mau digantung? Cewek kan butuh status. Kalo misalnya Kak Arkan baik terus tapi ujung-ujungnya sama cewek lain gimana?"
"Ya nggak mau lah!"
Sheila terkekeh. "Makanya kakak kasih kode aja."
"Kode gimana?"
"Gini aja, kakak bilang kalo ada yang suka kakak dan dia nembak, terus minta pendapat deh ke Kak Arkan. Liat reaksi dia kayak gimana."
Agatha mengangguk-ngangguk.
Kemudian dia berdiri dan meninggalkan Sheila yang kini bingung harus berbuat apa. Tetapi untungnya, beberapa saat kemudian datang ....
Oh bukan untungnya, tetapi sialnya mungkin lebih tepat.
Lalisa masuk dan tersenyum, diikuti Samudra dengan wajah datar yang membuat Sheila takut. Suasana di ruangan itu terasa mencekam seketika baginya, seolah seluruh tokoh film hantu berkumpul di sana.
Entahlah, Sheila juga tidak tahu mengapa keberadaan ayah Aland memberi efek yang begitu besar.
"Mulainya sebentar lagi kok, kamu jangan tegang gitu, Sheila," ucap Lalisa menenangkan. Ia bingung mengapa Sheila terlihat begitu tidak nyaman dalam duduknya, tangannya memainkan ujung jaket dan matanya menatap tidak menentu.
Tatkala menyadari sesuatu, Lalisa langsung menoleh ke arah Samudra. "Samudra alias ayahnya Aland cuma nyeremin wajahnya doang kok, kamu nggak perlu takut gitu."
Samudra menaikkan sebelah alisnya.
Sheila nyengir. "Iya, Tante. Aku emang takut sama Om Samudra, soalnya dia nyeremin."
Samudra membuang muka, enggan mendengar. Memangnya dia badut di suatu film yang kini populer sehingga bisa disebut menyeramkan?
Sedetik kemudian Aland masuk dengan pakaian yang berbeda, cowok itu kini memakai kaus putih dan tambahan kemeja kotak-kotak hitam yang tidak dikancingkan, serta celana hitam. Sengaja seperti itu agar menyesuaikan dengan penampilan Sheila.
"Mama sama Papa nggak bikin Sheila nggak nyaman, kan?" Aland bertanya lalu duduk di samping Sheila, menyodorkan cokelat batangan yang langsung diterima cewek itu dengan senang hati.
Sebenarnya itu cokelat dari kulkas, dan merupakan kepunyaan Lalisa. Lalisa hanya mengangkat bahu, toh kalaupun ia meminta satu truk lagi, Samudra akan memberikannya. Dia memang sangat memanjakan Lalisa, tetapi tak lantas membuatnya bertindak seenaknya.
Pernah dulu Lalisa meminta dibelikan kue kepada Samudra, tetapi karena dia bingung varian apa yang harus dia belikan, Samudra membelikan beberapa kue sekaligus. Red velvet, cokelat, rainbow cake, yang memiliki rasa kopi dan memiliki citarasa buah-buahan. Yang berakhir dengan kue-kue itu Lalisa bagikan ke anak-anak di sekitar rumah mereka.
Samudra memang sering berlebihan jika menghadapi sesuatu. Apalagi kalau menghadap laki-laki yang mencoba berinteraksi dengan Lalisa.
Pernah saat awal mereka menikah, Samudra yang kalap hampir menabrak laki-laki yang mengganggu Lalisa-nya dengan mobil.
"Ya nggak," balas Lalisa yang lebih ekspresif. Samudra hendak berkata iya, tetapi Lalisa pasti langsung memarahinya.
Pesta barbeque yang direncanakan pun dimulai, semuanya berjalan lancar, diselingi tawa dan obrolan-obrolan seru karena Aland hingga yang lain tak henti-hentinya melontarkan gurauan yang mengocok perut.
"Pengen sosis lagi," pinta Sheila sambil menunjuk sosis tusuk yang agak jauh darinya, Aland mengambilkan makanan itu dan menyodorkannya.
"Shei, kamu suka sosis ya?" tanya Aland, sembari mengunyah daging yang agak terasa seret di kerongkongan. Mungkin ia butuh minum.
"Suka, soalnya enak."
"Aku juga punya loh, kamu mau?" Aland nyengir, sedangkan Sheila mengerjapkan mata beberapa kali.
Tiba-tiba Aland mengaduh ketika Arkan yang lewat memukul kepalanya cukup keras. "Jangan kotorin pikiran anak orang, nyet."
Aland berdesis, menatap Arkan dengan penuh dendam. "Maksud gue di kulkas masih ada sosis ayam sama sapi, pikiran lo aja yang nggak bener, njing."
Arkan mengangkat bahu, menjulurkan lidah mengejek dan kembali ke dua temannya yang sibuk makan dan melakukan sesuatu. Yakni tantangan memakan daging dengan saus paling banyak.
"Mana sosis sapi sama ayamnya? Aku mau."
Sheila hendak melangkah menuju dapur tetapi Aland mencegah cewek itu dengan menahan tangannya.
"Eh enggak-enggak, kayaknya udah abis deh."
"Oh, oke-oke."
Aland mengembuskan napas lega, ternyata mempunyai pacar yang polos ada untungnya juga. Selain kadang mengesalkan, setidaknya jika Aland keceplosan kata-kata yang ambigu Sheila tidak akan mengerti.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheiland (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[TELAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA] 'Tentang lara yang lebur dalam tawa.' Bagi Sheila, menyukai Aland adalah sesuatu yang mudah. Kakak kelasnya itu populer dan tampan. Namun, menyukai Aland tentu membutuhkan tenaga ekstra...