Asal kamu tahu, hatiku pun bisa hancur. Karenamu, yang dulu menjadi belenggu yang indah, yang ternyata hanya sebuah harapan semu.
Aland Alano Navvare.
***
Raga Sheila tak bergerak, hanya matanya yang menatap nanar ke arah Aland pergi. Aland telah mengatakan sesuatu yang membuat salah satu bagian dari Sheila retak hingga berkeping-keping.
Aland... meninggalkannya.
Sheila tahu bahwa berpisah dengan seseorang yang disayangi itu sangat sakit rasanya. Namun, ia tidak pernah menyangka hal itu bisa sesakit ini.
Sheila tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, itu yang pasti. Seperti sekarang, ia berjongkok di tengah-tengah jalan di mana seharusnya orang-orang lewat dengan wajah yang sumringah sebab terlalu senang. Tetapi dirinya, justru mendapat kesedihan yang bahkan tidak ia ketahui pangkal masalahnya.
Sheila menangis seperti dulu, di mana ia, Sandi dan orang tuanya terpisah dalam sebuah rangkaian wisata yang membuat garis hidupnya berubah drastis.
Sheila tidak pernah lupa. Ibunya berdarah Indonesia asli, sedangkan ayahnya berasal dari Kanada. Sebelum tragedi itu terjadi, Sheila memang mengalami masa di mana kedua orang tuanya menetap di Indonesia, berbeda dengan Sandi yang pernah beberapa tahun tinggal di negeri yang identik dengan daun maple itu.
Langkah-langkah terdengar samar, tetapi seolah waktu memang berkehendak, langkah kaki di belakangnya terdengar jelas hingga seseorang ikut berjongkok di depannya dan mengangkat dagu cewek itu.
"Sheila? Kamu kenapa?"
Sheila membalas tatapan Sandi, menggeleng dan malah menangis semakin kencang.
Sandi membantunya untuk berdiri, mengabaikan pengunjung taman bermain lain yang sempat menatap mereka dengan pandangan bingung.
"Tadi itu pacar kamu, kan? Aland?"
Sheila menghapus air matanya kasar, tidak berontak saat Sandi menariknya ke dalam sebuah pelukan yang nyaman. Tubuh Sandi yang tinggi besar dengan otot-ototnya terasa hangat, tangan itu memeluk Sheila, seakan tak akan terlepas sampai kapanpun.
"Kenapa? Kamu ada masalah sama dia?"
Sheila tidak tahu mengapa suara Sandi terdengar begitu tenang, tak ada secuil kemarahan pun yang Sheila temukan di sana.
"Kami... putus." Sheila menjawab di sela tangis dan isakannya.
Tangan kanan Sandi terangkat dan membelai lembut kepala adik perempuannya itu, menepuk-nepuknya sekilas dengan harapan membuatnya tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheiland (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[TELAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA] 'Tentang lara yang lebur dalam tawa.' Bagi Sheila, menyukai Aland adalah sesuatu yang mudah. Kakak kelasnya itu populer dan tampan. Namun, menyukai Aland tentu membutuhkan tenaga ekstra...