Aku akan tetap mencarimu walau harus menghabiskan waktuku, terjebak dalam harapan semu, dan meninggalkan duniaku.
Sandi.
***
Sandi menepikan mobil di dekat gerbang SMA Pelita dengan harapan yang tinggi, setinggi rasa rindunya yang kini memuncak hingga ke batas yang tidak lagi dapat dilewati.
Setelah mengetahui bahwa Sheila yang ia temui bukanlah Sheila yang Izhar maksud, Sandi segera memantapkan hati dan pergi ke sini. Jujur, ia sangat gugup.
Sandi memerhatikan sebuah benda yang menggantung dekat kaca spion dalam, yakni sebuah benda berwarna ungu putih yang membawa ingatannya kembali mundur, mengingat seseorang yang sering bertindak polos kelewat batas.
"Shei, maksudnya cuci otak itu pikirannya dipengaruhi sampai berpikiran seperti yang diinginkan. Bukan otaknya dikeluarin dari kepala terus dibersihin pake deterjen atau dimasukin ke mesin cuci."
Sheila mengerjapkan mata beberapa kali mendengar penuturan Sandi, lalu nyengir. "Oh, gitu ya?"
Sandi menyunggingkan senyum. Bukan senyum bahagia, melainkan senyum rindu yang mewakilkan perasaan yang membuncah di hatinya.
Sandi menatap dream catcher berwarna ungu dan putih itu sekali lagi, mengulurkan tangan dan menyentuhnya. Sedetik kemudian Sandi membuka mulut, bergumam dengan suara serak. "Sekarang kamu nggak mimpi buruk lagi, kan, Shei?"
Sandi mengembuskan napas berat, melihat waktu pada arloji, sudah hampir jam setengah empat. Itu berarti kegiatan belajar mengajar akan segera berakhir dan para siswa akan beranjak pulang.
Sandi keluar dari mobil, menatap gerbang SMA Pelita yang masih tertutup. Padahal yakin ada banyak siswa yang sudah keluar kelas dan menunggu di dekat gerbang.
Dengan sabar Sandi menunggu, ia bersandar di pintu mobil. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana, sinar matahari yang terbilang silau Sandi abaikan, hanya matanya saja yang menyipit. Yang penting, ia menunggu dan bisa menemukan Sheila-nya.
Akhirnya, seorang satpam sekolah membuka gerbang itu. Dengan cepat siswa-siswi yang tak sabar untuk segera sampai di rumah segera berhamburan ke luar. Mereka yang berjalan kaki berbelok dan menyusuri trotoar, ada juga yang langsung menuju halte untuk naik angkutan umum. Sedangkan mereka yang membawa kendaraan sendiri harus sabar karena seringkali kendaraan mereka terparkir di tempat yang sulit dijangkau sebab terkurung oleh kendaraan-kendaraan lainnya.
Sandi memerhatikan mereka semua, tetapi tidak ada Sheila yang ia pikirkan. Namun, Sandi tidak akan menyerah begitu saja, ia akan tetap menunggu hingga merasa pasti bahwa Sheila memang tidak bersekolah di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheiland (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[TELAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA] 'Tentang lara yang lebur dalam tawa.' Bagi Sheila, menyukai Aland adalah sesuatu yang mudah. Kakak kelasnya itu populer dan tampan. Namun, menyukai Aland tentu membutuhkan tenaga ekstra...