Jangan Sedih, Adi

170 15 0
                                    

Tiga hari sejak kejadian itu, Adi selalu datang ke sekolah dengan wajah murung. Anna yang setiap hari berada di sampingnya merasa bingung harus berbuat apa.

Aku tahu perasaanmu, Di, batin Anna.

Sudah berulang kali Anna dan Moza berusaha menghibur Adi namun hasilnya nihil.

Anna kehabisan cara untuk menghibur Adi. Laki-laki malang itu nampak selalu murung dan tak terlalu bersemangat untuk sekolah. Nilainya juga menurun.

Bahkan, ia hampir saja melupakan hafalan Al Quran nya. Selama ini hanya Anna dan Moza lah yang mengetahui peristiwa itu. Mereka berusaha untuk tidak membocorkan peristiwa itu.

Sekarang sudah jam istirahat. Anna memandang Adi yang nampak tidak bergairah untuk pergi ke kantin.

"Di, kamu makan dulu, ya. "

"Maaf, Anna. Aku nggak berselera untuk makan. "

"Adi, kamu sudah lama nggak ke kantin. Setidaknya, kamu makan sesuatu. Lihatlah tubuhmu, sekarang lebih kurus daripada diriku. "

Moza datang mendekati Anna dan Adi. "Di, benar juga apa yang dikatakan Anna. Makanlah sesuatu. Aku sudah menduga kalau hari ini kamu mogok ke kantin. Jadi, aku bawakan sandwich ini untukmu. Ini buatan ibuku sendiri, " Ucap Moza sambil menyodorkan kotak makannya kepada Adi.

Adi hanya menatap sekilas, lalu kepalanya kembali tertunduk.

"Di, tenang saja. Keluargaku tidak ada yang tahu tentang masalahmu. Jangan sungkan untuk mengambilnya. "

Adi kembali menatap kotak makan Moza. Adi menatap wajah Moza lalu ia mengambil sepotong sandwich dan memakannya.

"Anna, kamu ambil juga, " Ucap Moza. Anna mengambil sepotong sandwich.

Mereka bertiga makan bersama di kelas. Belum lama mereka menikmati sandwich buatan ibu Moza. Aldo, teman dekat Adi sejak kecil, masuk ke dalam kelas dan mendekati Adi.

"Di, kamu punya masalah? " Adi menyelesaikan makannya dan meminum air putih dari botolnya.

"Di, tolong jawab. Selama beberapa hari ini kamu sepertinya mogok ke kantin dan mogok bicara kepadaku. Sebenarnya apa yang terjadi? Adi, kita ini teman dekat sejak kecil,  jangan sungkan untuk curhat kepadaku. "

"Anna akan menceritakan semuanya kepadamu, " Jawab Adi singkat.

"Anna? " Ucap Aldo dengan nada yang bingung. Aldo menatap Anna. Sementara Adi tetap pada zona nyaman nya.

Anna menghembuskan nafas dengan keras. Dengan perlahan, Anna menceritakan semua yang terjadi sehingga Adi menjadi seperti ini.

"Oh, jadi begitu ceritanya. Di, kamu kok jahat sama aku. Kenapa hanya Anna dan Moza saja yang mengetahui masalahmu. Kamu menganggap aku hanya sebagai temanmu? " Adi menggelengkan kepalanya, "Di, aku kan teman dekatmu. Seharusnya kamu juga menceritakan hal ini kepadaku. "

"Maaf."

"Wah, aku bicara panjang lebar dan kau hanya bilang maaf. Tetapi tidak masalah. Aku tahu perasaanmu saat ini, sekarang aku hanya bisa berdoa untuk kesembuhan ibumu dan aku berjanji aku tidak akan membocorkan masalah ini kepada siapapun. "

Mendengar apa yang diucapkan Aldo, mulut Adi menarik garis senyuman. Akhirnya, Aldo berhasil mengembalikan senyuman Adi yang menghilang.

"Aldo, terima kasih, ya, kamu sudah mengembalikan senyum Adi yang hilang, " Ucap Anna kepada Aldo. Aldo tersenyum, "No problem, aku kan teman dekatnya Adi. Jadi aku lebih mengenal dia. Aku MTs bareng Adi, aku pindah ke SMP ini juga bareng Adi. "

Lalu wajah Aldo mendadak murung. "Orang tua kami adalah rekan kerja. Sebelumnya, bisnis orang tua kami sangat maju hingga pada suatu hari bisnis orang tua kami mengalami kebangkrutan sehingga orang tua kami memutuskan untuk menutup ruko tempat bisnis orang tua kami berjalan dan pindah ke kota ini. "

Hati Anna tersentuh mendengar cerita dari Aldo. Rupanya, hidup Adi lebih rumit dari yang ia kira.
Kriing...

Bel pertanda masuk sudah berbunyi. Aldo kembali ke tempat duduknya. Sementara itu Anna dan Adi menyiapkan buku untuk pelajaran selanjutnya.

🍁🍁🍁

"Assalamualaikum, umi. " Ucap Anna.

"Wa'alaikumsalam." Anna mencium tangan uminya dan segera pergi ke kamarnya.

Kamar dengan ukuran 6×6 meter dan wallpaper bernuansa merah muda menyambut kedatangan Anna. Anna langsung mengganti seragamnya.

Anna merebahkan tubuhnya di tempat tidur setelah mengganti seragamnya. Dia tidak berniat tidur, hanya beristirahat sejenak sebelum melakukan kegiatan selanjutnya.

Pukul 4 sore nanti, Anna ada les biola. Anna cukup pandai bermain biola, alat musik itu sudah menjadi sahabatnya sejak ia berusia 9 tahun.

Anna melirik ke arah jam dinding yang terpajang di sudut kamar. Masih ada satu jam lagi untuk mempersiapkan diri.

Sekarang sudah hampir pukul 4. Anna membawa biolanya dan pergi ke tempat les bersama abinya.

Pukul 4 tepat, Anna telah tiba di tempat lesnya. Anna berpamitan pada abinya dan masuk ke dalam.

Di dalam, teman-temannya sudah banyak yang datang. Hari ini ada ujian biola. Setiap siswa harus membawakan satu lagu pilihannya dan tampil di depan siswa dan guru pembimbing.

Anna menunggu gilirannya, satu per satu temannya membawakan lagu dengan baik. Anna kembali mengingat-ingat setiap nada dari lagu yang akan ia tampilkan.

Setelah menunggu cukup lama, nama Anna disebut. Ia maju ke depan. Lagu Illahi Las atau yang lebih dikenal sebagai syair Abu Nawas itu dibawakan dengan sangat baik. Anna begitu menikmati permainan biolanya. Seisi ruangan berdecak kagum melihat penampilan Anna.

Lagu pun telah selesai dibawakan. Gemuruh tepuk tangan dari semua orang di ruangan ini membuat Anna tersenyum bahagia.

Anna kembali ke tempatnya dan menikmati pertunjukan dari teman yang lain.

🍁🍁🍁

Adi menatap sosok wanita yang terbaring lemah di hadapannya. Ibunya.  Berbagai macam alat medis mengerubungi tubuh ibunya. Adi tak kuasa menahan tangisnya.

Adi tak pernah menyangka, ibunya akan jatuh sakit seperti ini. Hanya karena demam berdarah, ibunya harus kehilangan keceriaan dan senyuman di wajahnya.

Namun Adi yakin, dibalik musibah ini pasti ada hikmahnya. Entah dalam bentuk apa hikmah itu akan didapat.

Adi tak tahu harus berbuat apalagi selain menjaga ibunya. Kini, bagi dirinya menjaga ibunya adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan sekarang.

Tok... Tok... Tok...

Pintu diketuk. Adi menoleh ke arah pintu itu. Adi berjalan perlahan dan membuka pintu itu. Anna. Gadis itu berdiri tepat di depan pintu dan ditemani kedua orang tuanya dan ada Aldo yang juga bersama kedua orang tuanya. Adi mempersilahkan mereka masuk.

Adi tak tahu harus senang atau sedih. Ia senang karena masih banyak orang yang peduli pada keluarganya dan dia sedih karena dia merasa telah merepotkan mereka.

Adi, Anna, dan Aldo duduk terpisah dari gerombolan orang tua.

"Di, sekarang kami ada disini. Kamu nggak perlu sedih. Insya Allah, ibumu akan cepat sembuh, " Ucap Anna.

"Terima kasih, Anna, Aldo, kalian memang teman-teman ku yang baik, " Puji Adi.

Muslimah In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang