7

1K 39 0
                                    

Def turun dari boncengan Alka tepat didepan lobi apartmentnya, dalam hati gadis itu bersyukur akhirnya sampai juga, punggungnya benar-benar terasa sakit berada cukup lama diatas motor sport yang otomatis membuat posisi duduknya tidak nyaman.

"Thanks ya, ini untuk parkir." Def mengeluarkan selembar sepuluh ribuan dari sakunya namun cepat cepat alka menepis.
"Plies jangan, gua bukan kang ojek." namun tak seperti sebelumnya, kali ini Def tak bersikeras, mungkin karna terlalu lelah hingga alam bawah sadarnya mudah menerima keputusan orang lain.

"Thanks Def buat hari ini." Alka menatap Def sungguh-sungguh "Lebih tepatnya thanks karna udah gak bersikap dingin hari ini"
Def mengangguk enggan dan menyerahkan helm milik Alka yang ia pakai sepanjang perjalanan.

Alka masih belum beranjak dari tempatnya, menatap Def yang melangkah gontai menuju lobi, disambut satpam yang tersenyum hangat dan mempersilahkan gadis cantik itu masuk. Setelah Def menghilang dibalik tembok barulah Alka memacu sepeda motornya meninggalkan lokasi tersebut.

❣️❣️❣️

Def duduk didepan meja belajarnya, memandang sendu sebuah foto yang terpasang rapih diframe, ada dirinya berdiri ditengah tengah seorang gadis berkulit tanned dan seorang pria tampan berwajah Indonesia, matanya yang hitam pekat itu terlihat tajam, namun menenangkan.

ketiganya tertawa lepas dengan segelas beer yang terangkat ditangan masing masing.

Rasa sesak itu masih sama, sesak yang hadir setiap kali ia menatap foto tersebut.

"tapi kita gak bisa ngerubah takdir, beberapa hal memang gak bisa jadi milik kita, ataupun tetep disamping kita."
kata-kata Alka kembali terngiang dikepalanya seperti hantaman bertubi tubi.

Tubuh dan pikiran yang lelah seakan tak cukup untuk membuat kenangan itu iba dan berhenti mengusiknya, satu tetes, dua tetes, tiga tetes, air mata dalam diam itu perlahan berubah menjadi isak tangis yang menggema diruang tidurnya, membuat gadis itu lagi-lagi menekuk lutut dikursi dan membenamkan wajah disana, seakan takut tangisnya terdengar orang lain.

Bukan, bukan hanya orang lain, ia bahkan takut mendengar tangisnya sendiri.

Bunyi bel menghentikan isaknya, siapa yang datang jam segini? Def melirik jam dinding yang menggantung ditembok kamarnya, menunjukan pukul sembilan malam. Mommy? Pikirnya.

Dengan tergesa-gesa Def bangkit, menarik tisu dimeja makan dan menghapus airmatanya hingga tak bersisa sedikitpun, walaupun mata sembabnya tak akan bisa ia sembunyikan, setidaknya ia bisa berkilah bahwa dirinya susah tidur beberapa hari ini hingga matanya bengkak, alasan yang biasa ia lontarkan pada sang ibu.

Def menyipitkan mata dilubang pintunya, mencoba melihat siapa yang datang.

"Daddy?!" serunya tak percaya lantas secepat kilat memutar knop kunci.

Seorang lelaki paruh baya berdiri dihadapan Def, rambut blonde dan mata coklat yang ia miliki mempertegas jati dirinya sebagai seseorang yang tak memiliki darah Indonesia sedikitpun.

"daddy o my God!!!" jerit Def refleks dan langsung menghamburkan diri pada pelukan ayahnya, hanya ia dan Tuhan yang tau betapa ia merindukan lelaki tampan tersebut.

"Oh sweety are you okay? I miss you." ujar ayah Def dengan nada menyesal,

Def melepas pelukannya lantas menghapus setetes air mata yang nyaris jatuh "why you didn't call me? Def bisa jemput daddy di bandara",

"Daddy sudah telfon tapi tidak hidup" jawabnya dengan logat Amerika yang kental, meski sudah bertahun tahun tinggal diIndonesia Ayah Def masih belum terlalu fasih berbahasa dan masih selalu menggunakan kalimat baku.

Senja Dipenghujung DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang