Zee’s POV
Aku, dan Zayn menghampiri Harry, Mr. Hendrick, Liam, Niall, Ray, dan Trixie yang telah menunggu diruang tamu.
Ketika kami semua sudah lengkap, Mr. Hendrick pun memulai pembicaraan kali ini. “Baiklah, tanpa basa-basi lagi aku akan mulai pembicaraan penting kita kali ini.” Ucap Mr. Hendrick yang disambut anggukan dari kami semua.
“Oh ya, sebelumnya aku ingin meminta maaf kepada Zee karena tadi aku sudah membentaknya. Aku hanya pusing mendengar kau yang terus-terusan khawatir dan memintaku dan Liam untuk cepat-cepat datang kesini karena Zayn sakit. Hahaha.” Seketika seluruh ruangan tertawa dan berdeham, mengejekku yang terlalu mengkhawatirkan Zayn.
“Jangan-jangan Zee menyukai Zayn, makanya dia terlalu berlebihan saat mengkhawatirkannya.” Harry kembali berulah yang ketiga kalinya dihari ini. Aku memberikan Harry tatapan –akan-kubunuh-kau-. Yang lainnya malah tertawa lebih keras, dan kulihat Zayn yang hanya senyum dengan mukanya yang cukup merah.
“Eh, sebentar. Apa benar kau sakit, Zayn?” Tanya Mr. Hendrick memperhening keadaan.
“Hah? Tidak, hanya sedikit tidak enak badan saja.” Sialan, kau Zayn.
“Ya, kalau begitu memang Zee yang terlalu berlebihan mengkhawatirkanmu.” Ucap Mr. Hendrick yang membuat suasana lebih ramai lagi dengan tawa. Dasar si Zayn.
“Ah, sudah-sudah. Kembali ketopik.” Kata Mr. Hendrick yang sudah berhenti tawanya.
“Jadi begini, melihat ancaman dari pihak Korsel yang ditujukan kepada Zee dan Zayn semakin lama semakin sering, lebih baik kalian semua pindah tempat tinggal untuk sementara. Aku hanya takut privasi dan keamanan maupun kenyamanan Zee dan Zayn nantinya akan semakin terganggu, dan mungkin saja akan berdampak pada yang lain.” Ucap Mr. Hendrick dengan memutar-mutar penanya.
“Hm, akusih setuju-setuju saja. Tapi kapan dan kemana kita akan tinggal?” Tanya Zayn serius.
“Kira-kira besok siang, setelah pembuatan kartu tanda penduduk dengan nama samaran kalian. Kalian akan pindah kesuatu tempat yang berada dikaki gunung, disana tersedia sebuah rumah yang cukup untuk menampung lima belas orang. Jadi, kalian semua dapat ditampung dalam satu rumah itu. Disana juga sudah tersedia alat-alat untuk latihan, dan tersedia juga ruang pengarahan. Rumah itu merupakan rumah khusus agen tambahan, jika ada sesuatu yang mendesak. Bagaimana? Ada yang keberatan?” Mr. Hendrick bertanya setelah menjelaskan semua yang menyangkut dengan perpindahan tempat tinggaluntuk sementara.
“Tidak.” Jawab kami –Aku,Zayn,Harry,Liam,Niall,Trixie,Ray,dan Harry- Serempak.
“Baiklah kalau begitu, besok kalian bertiga datang kemarkas pukul sepuluh pagi dengan membawa perlengkapan seperti pakaian, obatan-obatan pribadi, dan sebagainya. Mengerti?” Tanya Mr. Hendrick kepada aku, Zayn, dan Harry. Kami bertigapun mengangguk pasti sekaligus yakin.
“Baiklah, kalau begitu aku, Niall,Trixie,Ray, dan Liam pulang dulu,” Ucap Mr. Hendrick yang bangkit dari duduknya, dan diikuti oleh yang lainnya.
“Bye guys, see you tomorrow.” Ucap Niall, yang lalu merangkul pundak Trixie dari belakang.
Mereka sudah dekat, eh?
Memang, semenjak pertama kali bertemu, aku merasa kalau mereka saling jatuh cinta.
“Hm, ada yang mau makan malam?” Tanyaku kepada Zayn dan Harry yang sedang duduk.
“Ya, I want mommy!” Ucap Harry meniru anak kecil, sementara aku dan Zayn terkekeh.
“Sorry, but I’m not your mommy, boy.” Ucapku yang mendekat dan mencubit pipi Harry.
“Oh, don’t do it to me mommy. ‘Cause daddy is jealous, now.” Ucap Harry menunjuk Zayn, yang sedang menatapnya garang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl Who Can't Cry [Completed]
Fanfiction[COMPLETED] Siapa sangka, seseorang menjalani kurang lebih sepuluh tahun terakhir dalam hidupnya tanpa menitikkan sedikit pun air mata? Zeenadey adalah seorang gadis ramah yang selalu menampilkan senyuman hangatnya kepada setiap orang. Kematian ibu...