Niall's POV
Pagi ini aku bersemangat sekali. Aku langsung bangun pada pukul delapan pagi dan pergi kekamar mandi untuk membanjur seluruh tubuhku ini.
Setelah selesai, aku keluar dan segera membuka koperku untuk mengambil pakaian yang akan kukenakan hari ini. Ya, aku memang masih terlalu malas untuk menyusun pakaianku kedalam lemari. Jadi aku biarkan saja pakaianku dikoper untuk sementara waktu.
Aku mengambil kaos polo berwarna biru donker sebagai atasannya, dan celana jeans selutut untuk bawahannya. Aku ingin bersantai saja hari ini, sebelum besok sudah mulai dipadatkan lagi dengan tugas-tugas.
Sebenarnya, aku berniat untuk mengajak Trixie untuk pergi ke beberapa tempat di Korea Selatan ini. Seperti ke restaurant atau ke festival musim semi. Aku dengar-dengar negara ini akan terlihat sangat indah pada saat musim semi. Jadi akan sangat cocok jika aku menyatakan perasaanku yang sebenarnya kepada Trixie pada saat bunga-bunga indah sedang bermekaran.
Tapi aku masih sangat ragu. Aku takut jika nanti Trixie akan menolakku. Sudah pernah aku katakan belum, bahwa aku sangat payah dalam urusan percintaan? Jika belum, berarti aku baru saja membeberkan aib-ku yang cukup memalukan.
Setelah menyisir rambutku dihadapan cermin, aku keluar lamar da langsung menuju dapur. Barangkali Zee atau yang lainnya sudah menyiapkan makanan. Kau tahu kan, perutku itu layaknya tong kosong yang tidak pernah di isi.
"Deenadey? Apa kau sudah menyiapkan makanan untuk anak-anak dan suamimu?" Ucapku tertawa kecil. Ya, aku dan Harry sering meledeknya dengan panggilan 'mommy' dan menganggap Zee adalah ibu kami, dan istri dari Zayn. Aku tidak bohong, Zee memang cocok dengan Zayn.
"Ada apa, Jeremy? Perutmu sudah mulai memainkan musik keroncong lagi ya?" Ucap Zee menggunakan nama samaranku. Kemudian yang keluar dari dapur sambil membawa nampan besar berisikan beberapa waffle.
"You know me so well, Dynadeey. Eh, Where's daddy Davin?" Ucapku menanyakan Zayn sambil mengambil sepotong waffle.
"I'm here, son." Aku dan Zee terkikik mendengar jawaban Zayn yang baru keluar dari kamarnya.
"Kau sudah rapih saja, Jeremy. Ingin kemana?" Zee duduk dihadapanku, disusul Zayn yang duduk disebelahnya.
Aku mulai salah tingkah dengan pertanyaan Zee. "E-hm, A-anu.."
"Ingin mengajak Tricia pergi ya?" Tanya Zayn sambil menggoda.
"Y-ya. Aku ingin mengajak Trixie- eh maksudku Tricia untuk pergi bersamaku. Tapi aku takut dia menolaknya." Aku tertunduk, sementara dua sejoli dihadapanku terkekeh.
"Dia tidak akan menolak ajakanmu, percaya padaku." Zee menyakinkanku. Aku mengangguk, sebelum melihat Trixie yang keluar dari kamarnya dengan anggun, bak putri raja. Duh, aku terlalu berlebihan.
"Good morning, guys." Sapa Trixie lalu menampilkan senyum simpulnya.
Trixie duduk disebelahku, membuatku yang sedang mengunya waffle sedikit tersentak. "Uhm, Tricia?"
Trixie menengok, "Ya?"
"Apakaumaupergidenganku?" Ucapku cepat-cepat.
Trixie mendengus. "Bicaranya pelan-pelan dong." Ucap Trixie lalu tertawa singkat.
"Be-begini. m-mau kah kau pergi bersama-ku?" Ujarku sambil memberanikan diri untuk menatap matanya.
"Tentu saja." Trixie tersenyum lebar, membuatku lega.
***
Aku berada didalam mobil sekarang. Hanya berdua dengan Trixie. Mr. Hendrick memang sengaja menyewakan kami tujuh mobil pribadi untuk kami, selagi disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl Who Can't Cry [Completed]
Fanfiction[COMPLETED] Siapa sangka, seseorang menjalani kurang lebih sepuluh tahun terakhir dalam hidupnya tanpa menitikkan sedikit pun air mata? Zeenadey adalah seorang gadis ramah yang selalu menampilkan senyuman hangatnya kepada setiap orang. Kematian ibu...