Zee’s POV
Terlihat seorang Zayn membuka pintu dan masuk ke dalam ruang kamarku. Aku masih berada di rumah sakit dan baru di perbolehkan pulang esok hari. Sungguh menyebalkan rasanya berlama-lama di sini.
“Kau belum tidur, eh?” Tanya Zayn lalu tersenyum dan menghampiriku.
Aku menggeleng. “Aku belum mengantuk. Hampir setiap waktu aku tidur tahu. Apalagi yang bisa kulakukan hanyalah berbaring di atas kasur ini.” Ucapku lalu mendengus.
Zayn terkekeh pelan dan langsung menduduki sebuah kursi yang berada di sebelah kasurku. “Sabarlah, besok siang kan kau sudah boleh pulang.”
“Apa aku boleh langsung bekerja setelah keluar dari rumah sakit?” Tanyaku.
“Itu tergantung kondisimu. Kalau kau sudah merasa sanggup untuk bekerja, tentu saja boleh.” Jawab Zayn lalu mengacak-ngacak rambutku.
“Tentu saja aku sanggup. Sekarang pun aku sanggup jika boleh.” Aku mencibir dan membuat Zayn terkekeh lagi.
“Kau tidak pulang saja? Ini sudah pukul setengah sembilan malam, dan aku tahu kalau kau pasti lelah.” Ucapku lembut.
Zayn menggeleng cepat. “Aku akan menginap disini. Aku sudah meminta izin untuk cuti besok.”
“Kenapa begitu?”
“Karena aku ingin menemanimu, bodoh.” Ucap Zayn lalu mencibir.
“Aku tidak bodoh.” Ucapku membela diri sendiri.
“Ya, kau memang bodoh.”
“Lalu mengapa kau menyukai orang bodoh sepertiku?”
“Siapa yang menyukaimu? Aku tidak menyukaimu, bodoh.” Ucap Zayn lagi yang membuatku mati kutu. Mendadak aku membeku mendengar perkataan Zayn barusan.
“Ya sudah, pulang saja sana.”
“Hey, jangan marah begitu.”
“Aku tidak marah.” Ucapku tanpa menatap matanya.
“Hey,” Ucap Zayn lalu menangkup kedua pipiku dengan tangannya. “Aku tidak menyukaimu karena aku mencintaimu. Kurasa kau benar-benar bodoh sampai tidak sadar akan hal itu.” Sialan, rupanya dia mengerjaiku.
“Oh.”
“Hanya oh?” Ucapnya yang terlihat sedikit kesal dengan reposnku barusan.
“Ya.”
“Ya sudah, kalau kau hanya menjawab ‘Oh’, aku tidak akan mencintaimu lagi.” Dasar bocah.
“Dasar, anak kecil. Tingkahmu seperti anak kecil.” Ucapku berpura-pura serius sambil menahan tawa. Sungguh, kurasa aku tidak berbakat untuk menjadi seorang aktris, karena untuk menahan tawa saja rasanya aku tak mampu.
“Lalu mengapa kau menyukai anak kecil sepertiku?” Ucapnya membalikkan pertanyaan.
“Siapa yang menyukaimu? Dasar anak kecil yang terlalu gede rasa.”
“Kau tidak menyukaiku karena kau mencintaiku, kan? I know it, Dy.”
“Cukup, Davin. Naskah dramaku bersamamu sudah habis dan ber-ending gantung. Jadi sampai di sini saja.” Ucapku lalu tertawa. Sementara Zayn malah diam dan menatapku serius.
“Kau kenapa?”
“Ini tidak adil, tahu.”
“Tidak adil kenapa?” Tanyaku penasaran.
“Aku sudah berterus terang dan mengatakan bahwa aku mencintaimu. Tapi kau tidak membalas apa-apa dan malah mengataiku anak kecil.” Zayn memanyunkan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl Who Can't Cry [Completed]
Fanfiction[COMPLETED] Siapa sangka, seseorang menjalani kurang lebih sepuluh tahun terakhir dalam hidupnya tanpa menitikkan sedikit pun air mata? Zeenadey adalah seorang gadis ramah yang selalu menampilkan senyuman hangatnya kepada setiap orang. Kematian ibu...