Zayn's POV
Sayup-sayup kubuka mataku, dan terdengar suara orang yang sedang berdebat. Eh, aku masih berada dikamar Zee. Apakah aku pingsan?
“Kau ini bagaimana sih, Harry? Kenapa kau tidak menyuruh Zayn untuk turunkan aku dari gendongannya? Sekarang dia jadi sakit akibat kehujanan dan kelelahan, Styles.” Kulihat Zee mengomeli Harry yang diam tak berani berkutik.
“Tadi aku sudah bilang pada Zayn, Zee. Tapi dia tetap saja terus menggendongmu.” Harry mencoba membela dirinya dengan bibir yang dimaju-majukan. Aku terkikik sendiri tanpa bersuara, disini.
“Huh, menyebalkan.” Ucap Zee yang terus monda-mandi didepan Harry, bagaikan seorang ibu yang sedang memarahi anaknya karena tidak mau mandi.
“Hey, I’m here guys. Zee, aku tahu kau mengkhawatirkanku, tapi tidak usah berlebihan seperti itu.” Aku tertawa keras ditempat tidur.
Tawaku terhenti ketika menemukan Zee yang menatapku dengan tatapan kesal.
Eh? Dia kenapa?
“Uh, kau itu mengesalkan ya Zayn,” Ucap Zee yang mulai mendekat, dan menatapku dengan jengkel.
“Disaat aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu, kau malah bercanda dan menganggap bahwa aku berlebihan? What a nice man.” Dia memberikanku fake smile sebelum dia melangkah keluar kamar dan membanting pintu.
Aku yang bingung dengan tingkah laku Zee memberikan tatapan –ada-apa-dengannya?- kepada Harry.
Harry menghampiriku dan duduk diujung kasur, “Bagaimana dia tidak kesal, bodoh. Selama dua jam lebih kau pingsan, dia terus-terusan mengkompresmu karena suhu badanmu yang terus tinggi, dan dia selalu berada disampingmu. Ia juga terus-terusan menelpon Mr. Hendrick, agar cepat-cepat datang kesini. Sampai dia dibentak, dan disuruh bersabar oleh Mr. Hendrick.” Jelas Harry yang membuatku terkejut dan merasa bersalah.
Tapi kenapa Zee terlihat lebih sensitif, eh?
“Kenapa kau baru menjelaskannya padaku, bodoh?” Ucapku pada Harry.
“Kenapa kau baru bertanya padaku, bodoh?” Sialan, benar juga apa yang dikatakan Harry.
Aku yang kesal dan sangat merasa bersalah kepada Zee, berjalan melewati Harry keluar kamar dengan sempoyongan karena pusing dikepalaku belum kunjung hilang.
Aku menuruni tangga rumahku, berusaha mencari Zee disekitar sini. Tapi hasilnya nihil, sampai kulihat seorang gadis yang sedang menangkup wajahnya dengan lututnya, tertuduk diatas rumput halaman belakang rumahku dibawah langit yang mulai senja.
Tanpa berpikir lagi, aku segera menghampirinya dan mendekapnya dari belakang.
“Maafkan aku ya?” Aku membuka mulut duluan.
Zee membawa kepalanya kebelakang untuk menatapku, “Nah, it’s okay. Maafkan aku juga yang terlalu sensitif, mungkin karena aku lagi ada tamu. Tapi sungguh, aku sangat mengkhawatirkanmu, Zayn.” Jawab Zee, akupun pindah untuk duduk disebelah Zee, agar bisa lebih jelas menatap wajahnya.
“Terimakasih sudah mengkhawatirkanku,” Aku mencibir kearahnya. “aku hanya sedikit tidak enak badan kok.” Jelasku yang disambut oleh anggukan dan senyuman manis dari Zee.
“Eh, tadi kau bilang kau lagi ada tamu? Siapa? Sudah disuruh masuk kedalam rumah?” Tanyaku serius.
Zee yang mendengar pertanyaanku, langsung menghela napas dan terlihat pasrah.
“Maksudnya, aku lagi datang bulan Zayn. Masa begitu saja tidak tahu.” Ucap Zee sembari ketawa, dan tiba-tiba menoyorku.
“Eh? Maaf, akukan terlalu polos.” Ucapku bercanda. Tapi benar, tadi aku tidak mengerti apa yang sebenarnya dimaksud Zee dengan ‘ada tamu.’
Zee hanya tertawa, dan meletakkan kepalanya dipundakku.
Kami tetap diposisi ini sambil melihat matahari yang sebentar lagi akan berganti dengan langit gelap dan berbintang pun dilanda keheningan.
****
Author’s POV
Pikiran Zaynpun berkutat, dan mengingat mengapa gadis disampingnya ini tidak mengeluarkan air mata saat tadi ia marah kepada Zayn. Karena Zayn yakin, tadi saat dikamar ia melihat Zee dengan mata yang merah seperti ingin menangis, tapi dia tidak kunjung mengeluarkan air mata.
“Kau tahu,Zayn?” Zee memanggil pria itu.
“Hm?”
“Aku tidak bisa menangis.” Empat kata yang membuat Zayn terkesiap.
“Lucu sekali leluconmu, Zee.” Zayn menatap Zee yang mendengus kesal karena ucapannya tidak dapat dipercaya oleh Zayn.
“Aku tidak bercanda, tahu. Aku tidak pernah dan tidak bisa menangis sejak orang tuaku meninggal 9 tahun lalu.” Jelas Zee sedikit demi sedikit.
“Tapi, mana mungkin? Aku masih belum bisa mempercayainya, walaupun selama mengenalmu aku belum pernah melihatmu menangis.” Ucap Zayn yang masih berkutat dengan pikirannya sendiri.
“Terserah kau mau percaya atau tidak. Tapi buat apa aku berbohong? Dan satu lagi, aku sangat ingin bisa menangis lagi. Dan jika suatu saat itu terjadi, aku ingin kau menjadi saksi bahwa sesuatu yang telah membuatku menangis kembali-nantinya-adalah sesuatu yang sangat amat berarti bagiku.” Ucap Zee. Zayn menatap gadis itu lembut sambil tersenyum tipis.
Percakapan Zee dengannya barusan, seakan-akan menjawab pertanyaan yang terus muncul diotak Zayn selama ini.
“ZAYN! ZEE! Mr. Hendrick dan yang lainnya sudah datang.” Ucap Harry, yang membuat Zayn serta Zee mendengus kesal, merasa diganggu waktunya.
Yang dipanggil hanya berdiri sembari bergandengan tangan, dan memasuki rumah Zayn untuk menuju keruang tamu.
****
HOLA. INI CHAPTER 11 NYAA. VOTE DAN COMMENT YAAA BIAR BISA POST CHAPIE 12 NYA:))
CERITANYA AKU MAU DOUBLE UPDATE EHEHEHE
THANKSS, AND I NEED YOUR FEEDBACKS TOO
ILYILY
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl Who Can't Cry [Completed]
Fanfiction[COMPLETED] Siapa sangka, seseorang menjalani kurang lebih sepuluh tahun terakhir dalam hidupnya tanpa menitikkan sedikit pun air mata? Zeenadey adalah seorang gadis ramah yang selalu menampilkan senyuman hangatnya kepada setiap orang. Kematian ibu...