Draft 1: Seo Yun Jun Imnida

437 49 27
                                    

- Desember 2016 Minggu ke-4

Laki-laki berusia 28 tahunan itu berbaring di salah satu ranjang putih hangat. Bahkan dalam diri yang terlelap itu, ia terus gelisah: lupa gelisah karena apa. Beberapa kali ia mengalami mimpi buruk semacam de javu yang datang berkali-kali dan menyisakan kisah memilukan. Ini hanya mimpi buruk, yakinnya.

Mata Seo Eunkwang kemudian benar-benar terjaga setelah didengarnya gagang pintu ditarik ke bawah. Gugup, ia mendadak gemetaran menunggu siapa sosok di balik daun pintu yang akan muncul. Ada bayangan laki-laki di sana, bayangan hitam yang samar dan hendak masuk ke ruangannya.

Di atas ranjang putih Seo Eunkwang meringkuk, menempatkan kedua telapak tangannya menutup sepasang telinga yang mendengar suara-suara. Ingatannya membaur tak jelas. Ia hanya menggumamkan kalimat ‘jangan sakiti aku, jangan sakiti ibuku’ berulang kali: pandangannya kosong, matanya sibuk waspada.

“Eunkwang~ah? Hei, Eunkwang~i?” Laki-laki berjas putih panjang dan berkacamata besar itu memanggil Seo Eunkwang beberapa kali. Ia menyentuh tubuh Eunkwang ringan, menepuk sebanyak dua kali hingga laki-laki yang bergumam sambil gemetaran itu kembali mendapatkan fokusnya.

Eoh? Jangan sakiti aku, tolong…” Sesaat kesadarannya kembali, lalu ia menggumam lagi. Ditatapnya laki-laki berjas putih di hadapannya, mencoba mengenalinya tapi nihil. Ia hanya membaca name tag kecil yang tersemat di atas saku jas putih laki-laki yang memanggilnya ‘Eunkwang~ah’ itu dan mendapati sebuah nama: Lee Minhyuk.

“Eunkwang~i, wae geurae? Ada apa? Ini aku, Minhyuk. Kau baik-baik saja?” tanyanya. Suaranya yang hangat sedikit membuat perasaan gugup Eunkwang mereda.

“Minhyuk? Minhyuk~i (?)” Laki-laki itu merespon: tidak jelas, antara pertanyaan dan pernyataan memastikan. Lee Minhyuk hanya tersenyum sembari mengangguk.

“Hei, tebak siapa yang datang kemari.”

Minhyuk berusaha keras bersikap hangat meski sebenarnya ia bahkan tak sanggup melakukan itu di depan sahabatnya. Beberapa kali ia mendongak, menghalangi genangan tipis air mata yang hendak meluncur jatuh tiap dipandangnya wajah tirus pucat itu. Dari pertanyaan terakhirnya, Minhyuk hanya mendapat respon kosong: tidak apa-apa, Eunkwang~ah, tidak apa-apa. Ia kemudian memanggil seorang suster masuk.

Perempuan jangkung berseragam peach yang mendengar panggilan Lee Minhyuk itu masuk, menggandeng bocah laki-laki berusia lima tahunan. Dalam gandengan suster, Seo Yun Jun terus bergerak, tangannya menarik-narik, mengisyaratkan agar wanita itu berjalan lebih cepat. Menghadapi bocah cubby yang terus bertingkah imut, suster tak dapat berbuat apa-apa selain buru-buru menghampiri Minhyuk dan pasiennya.

AppaAppa… “ panggil bocah itu ketika melihat sosok Seo Eunkwang.

“Hei, jagoan Dr. Lee! Kemarilah dulu,” sapa Lee Minhyuk. Eunkwang hanya diam ketika melihat interaksi kecil itu, bahkan saat ia dipanggil dengan sebutan ‘Appa’.

Bocah itu, Seo Yun Jun, berlari menghampiri ranjang putih, menarik pelan pakaian Eunkwang dengan jari-jari kecilnya, juga memainkan kancing saku di sisi kiri. Seo Eunkwang masih tidak bereaksi. Dipandanginya anak yang tengah sibuk bermain dengan hal-hal kecil di sekitarnya, lalu Minhyuk menyela.

“Eunkwang~ah, kau ingat siapa dia, kan?” tanyanya.

Mendengar pertanyaan Lee Minhyuk, laki-laki itu mengamati lagi dengan seksama, bahkan disentuhkannya telapak tangan yang berkeringat dingin itu ke pipi kanan Yun Jun: membuat perhatian anak itu teralihkan, matanya memandang wajah Eunkwang, bibir mungilnya tersenyum.

“Ini… siapa?” tanyanya terbata.

“Yun Jun~i. Seo Yun Jun imnida,” jawab Yun Jun sambil mengangguk ringan lalu tertawa dan memainkan kancing baju Eunkwang lagi.

[2017] FATHER, STAY HERE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang