Epilog

268 35 33
                                    


Dalam waktu satu tahun terakhir, buku bertajuk "Reverse" itu benar-benar menuai banyak kontroversi, bahkan perusahaan yang menerbitkannya pun mendapat guncangan hebat. Tidak, semua bukan karena isi atau pesan yang tersurat dalam buku setebal-mungkin-238 halaman itu. Ini karena kisah sang penulis yang bahkan tidak ada: juga, tiba-tiba seorang reporter datang padaku, membawa secarik kertas dengan beberapa pertanyaan tersusun acak di sana.

Aku barista gundul yang ada dalam kisah itu, satu-satunya tokoh hidup yang ia ceritakan. Ia bahkan menceritakan seluruh celah gelap dalam kafeku, menggambarkannya dengan begitu nyata. Itulah mengapa ia membuatku bungkam seperti tunawicara dalam ceritanya meski diriku hadir dan tempatku bekerja menjadi media pertemuan tokoh-tokohnya: ia penulis yang secara tidak sengaja menginginkan kartu truf terungkap oleh waktu, seperti saat ini.

Reporter muda itu datang seorang diri dengan pakaian casual, juga tas ransel cokelat di punggung. Sengaja, hari ini kafe kututup dan para staf kuliburkan. Aku ingin istirahat sebentar. Sungguh, meski orang-orang tidak tahu bahwa barista gundul itu adalah diriku-karena namaku dan kafe ini sebetulnya bahkan tersamar-aku merasa lelah: lelah mendapati kenyataan bahwa orang-orang mendadak penasaran atas kisah yang tak pernah mereka tanyakan.

"Bisa kita mulai sekarang, Shin Donggeun~ssi?" tanyanya.

"Ahh tentu saja, reporter Lee."

"Aku mendengar kabar tentang kisah rahasia di balik buku 'Reverse', juga kabar bahwa kau adalah satu-satunya juru kunci yang mengetahui kisahnya. Kau pasti tahu apa yang ingin kutanyakan, bukan? Ini sungguh menarik. Bagaimana pendapatmu?" tanya reporter itu.

"Ini rahasia. Mengapa kau masih tetap ingin mengetahuinya?" tanyaku sambil melempar senyum. Aku menelisik ke dalam mata bulat hitamnya, ia tak terkejut.

"Berapa kali pun kubaca 'Reverse' dan kroscek ke segala tempat, aku masih tidak menyangka bahwa penulisnya tiba-tiba menggantung cerita, bahkan mengakhirinya seperti itu. Kupikir... ada sebuah kisah gelap yang melatarbelakangi ditulisnya buku ini sampai sang penulis hanya mencantumkan nama belakangnya saja di akhir," jelasnya.

Ia bukan reporter, batinku. Ia tidak datang kemari sebagai seorang reporter. Meski demikian aku tak menyela maksud kedatangannya, toh sejak awal diriku menyetujui pertemuan ini. Kami mendadak terlihat seperti sepasang sahabat yang sudah lama tidak bertemu dan menghabiskan waktu di satu kesempatan.

"Jika aku memberitahukan itu padamu, apakah kau akan merilis beritanya?" tanyaku.

"Tidak. Karena itu rahasia." Ia meletakkan pena yang digenggamnya di atas lembar catatan yang masih kosong. Tatapannya bertumpu denganku.

"Jadi... apa yang ingin kau ketahui, reporter Lee?"

"Alasan 'ia' menggantung ceritanya. Alasan ia mencemburui Seo Eunkwang dan putranya, juga membalik semua kisah yang sudah ditulisnya dengan beberapa paragraf oposisi." Ia mengira aku tahu semuanya. Jika memang demikian, bukankah itu artinya aku Lee Jagga? Tentu saja yang tahu semua kisah itu adalah si penulis: aku hanya sebatas tahu cerita gelap yang bahkan masih belum kumengerti akhirnya selain menjadi seperti ini.

"Aku hanya Shin Donggeun, bukan Lee Jagga. Jadi, aku hanya akan menceritakan pertemuanku dengannya dan kau bisa menyimpulkannya sendiri." Laki-laki itu mengangguk. Sorot matanya begitu penasaran dan di sinilah aku mulai berkisah:

~
Laki-laki itu ketagihan mampir di kafe ini sejak dua tahun lalu: ia dan istrinya yang seorang dokter. Ada kalanya ia datang sendirian, duduk di salah satu kursi, menikmati segelas kopi racikan tangan terampilku dan berdiam diri sambil mengamati pelanggan-pelanggan. Suatu kali, aku sempat mendengar percakapan sepasang suami-istri itu dekat kasir, percakapan candaan-yang kemudian menjadi bagian pikiran keduanya.

"Oppa, mengapa tidak bekerja secara resmi saja?"

"Eihh, apa kau tidak akan cemburu jika penggemarku banyak?"

"Tidak.. tidak.. aku akan memiliki bayi. Jika kau sedang bersama penggemarmu, aku pun akan berdua dengannya tanpa peduli padamu."

Pernah satu hari laki-laki itu berkutat dengan kesibukan tanpa menyadari bahwa istrinya sudah berada di depan kafe, menunggunya di bawah kanopi sambil membawa payung: hari itu hujan. Buru-buru, ia merapikan semua hal, bergegas menghampiri wanita muda yang tengah mengandung putranya.

Sekitar satu minggu setelahnya, ia memesan roti lapis untuk dibawa pulang. Laki-laki itu lebih sering datang sendiri untuk menikmati kopiku dan selalu memesan dua roti lapis sebelum ia pergi. Dari sini, berulang kali kulihat ia bergelut dengan puluhan kertas di atas meja: kertas-kertas itu tertata rapi.

Siang itu, pelanggan-pelanggan yang menikmati hari mereka dalam kafe kecilku berlarian keluar: termasuk ia. Sebuah kecelakaan terjadi di dekat lampu merah. Riuh, aku bahkan sempat mengabaikan biji-biji kopi yang tinggal dipanggang dan menengok insiden ini. Ya, semua orang pada akhirnya kembali ke tempat duduk semula, kecuali laki-laki yang sebelumnya duduk di sudut kafe. Ia meninggalkan puluhan kertas dan sebuah laptop, juga kopi yang belum tertandas.

Sampai hari menggelap, tidak seorangpun menyentuh benda-benda yang terserak di atas meja pelanggan nomor dua puluh tujuh. Aku terpaksa merapikannya lalu tak sengaja membaca beberapa baris deskripsi, kira-kira intinya: romance, realisme, young. Itu sebuah naskah. Tahu bahwa hal ini rahasia, tanganku cepat-cepat membereskannya, menolak untuk mengetahui lebih jauh. Tiga hari. Benda-benda itu menginap di kafeku selama tiga hari.

Di hari ke empat, ia datang, laki-laki itu. Ia tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya. Aku bahkan nyaris tidak mengenalinya. Dengan wajah pucat dan kantung mata menggelap, ia sukses menarik perhatianku hari demi hari: secara tak sengaja memaksaku merekam dirinya dalam ingatan payah ini. Diriku yang tak pernah keluar dari zona kerja, memutuskan untuk membawakan setumpuk kertas dan laptop ke meja itu karena ia hanya memesan secangkir kopi tanpa menanyakan barang-barangnya.

"Tuan, ini semua barang-barang anda. Saya menyimpannya dan baru bisa memberikannya sekarang."

"Ah...terima kasih. Maaf merepotkan, tapi bolehkah aku mengubah pesananku sebelumnya?"

"Ya, tentu saja."

"Americano. Tolong sisipkan semua emosi dalam kopinya. Aku mau kopi itu... dingin"

Sejak itu, selama beberapa bulan ia menetapkan pesanannya dan menjadi pelanggan tergilaku. Namun, di pagi yang mendung itu laki-laki ini mampir ke kafe, menyerahkan secarik kertas bertuliskan ucapan terima kasih, sebuah alamat, dan 00.27 AM dengan pesan: datanglah, aku ingin minta tolong. Pikirku, ia sudah tidak waras. Kami hanya tahu satu sama lain sebagai pelanggan dan penjual.

Meski demikian, aku datang juga ke sana, pada jam itu. Di bawah pagar hitam yang tidak tergembok, kulihat sebuah amplop cokelat besar: berisi setumpuk naskah, sebuah surat, dan alamat tujuan. Selain itu, aku tak melihat apa pun di sana selain tiga pasang sepatu teronggok di depan pintu, terdiri dari dua pasang milik orang dewasa dan sepasang sepatu bayi. Pun aku tak pernah menjumpainya lagi di kafe atau di rumahnya sampai naskah itu benar-benar terbit dengan judul 'Reserve' tanpa nama penulis.
~

Reporter muda itu menelan ludah, mengangguk singkat, lalu menyandarkan punggung di kursi. Ia tampak memproses informasi yang didapatnya. Aku menebak, ia tidak akan pernah benar-benar mengerti.

"Bagaimana? Apakah cerita itu sudah menjelaskan semuanya, reporter Lee?" tanyaku.

"Lee Jagga... ia.. benar-benar membalik semua keadaan. Jika aku menjadi ia, mungkin aku akan melakukan hal yang sama." Laki-laki di hadapanku menghela napas pendek. Beberapa saat kami habiskan untuk berdiam hingga akhirnya ia pamit.

"Ah, reporter Lee?" panggilku.

"Ne?"

"Kau meninggalkan kuncimu," jawabku. Kusodorkan sebuah kunci dengan gantungan nama ke hadapannya. Buru-buru ia mengucap terima kasih kemudian pergi. Nama yang terukir di gantungan kuncinya begitu familiar. Terbaca: Lee-Yun-Jun.

E N D



Nb:
Halo, guys. Author langsung merilis behind the project untuk teman-teman pembaca yang masih menyimpan banyak pertanyaan. So, let's check out! 👇👇👇👇

[2017] FATHER, STAY HERE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang