Draft 4: Aku Ingin Bianglala

256 39 72
                                    

- Januari 2017 Minggu ke-1

Ini memasuki hari ketiga Seo Eunkwang berada di rumah sakit. Ia sudah jauh lebih baik, namun masih ada hal-hal yang perlu dilakukannya di sana. Beban di tengkuknya pun bahkan terkikis sedikit demi sedikit berkat kehadiran dan dukungan sahabat serta putranya, Seo Yun Jun.

Pagi itu, Lee Minhyuk menyapa sahabatnya yang tengah duduk-duduk mengamati matahari terbit dan mengagumi bunga-bunga yang tengah bermekaran. Kemarin, kuncup bunga-bunga itu tersapa hujan, barangkali mereka kemudian dengan senang hati memamerkan keindahannya hari ini karena hujan masih bersembunyi entah di mana: musim dingin akan berakhir. Satu cup kopi tersodor di hadapan Seo Eunkwang, ia mendongak, tersenyum, lalu menerima kopi pemberian Minhyuk.

“Terima kasih. Sedang tidak sibuk?” tanya laki-laki itu.

“Tidak. Aku baru saja menyelesaikan shift malamku, Eunkwang~ah. Bagaimana kabarmu?” Minhyuk menyeruput kopinya. Wajah lelah menahan kantuk itu tak bisa ia sembunyikan dari Seo Eunkwang sekalipun tangannya sibuk bersinggungan dengan cup kopi yang panas.

“Kurasa masih sama. Di sini, ada perasaan kosong yang begitu besar.” Ia menunjuk dadanya tanpa menatap Lee Minhyuk. Matanya menerawang ke depan, jauh.

“Bersabarlah dan terus mencoba bangkit. Aku percaya meski ini sedikit lebih lama, tapi kau akan benar-benar kembali. Ah, iya. Yun Jun belum kemari? Suster belum mengantarnya menemuimu pagi ini?” Minhyuk mengubah topik pembicaraannya. Ia sadar, sementara ini hanya Yun Jun yang bisa membantu banyak untuk pemulihan sahabatnya: tidak, itu selalu terjadi sebelumnya, waktu itu.

“Belum. Aku belum melihatnya. Ia datang lagi?” tanya Seo Eunkwang.

“Tentu saja ia akan datang. Aku meminta suster kepercayaanku untuk merawatnya sementara ini. Tapi… mengapa pukul segini ia belum menyapa ayahnya?” tanya Minhyuk menggoda sahabatnya.

“Mungkin ia masih bermalas-malasan di tempat tidur atau tengah asyik menikmati sarapannya,” ujar Eunkwang. Di akhir kalimatnya, laki-laki itu tersenyum tipis: membayangkan keseharian putra satu-satunya.

Pencapaian pertama Lee Minhyuk hari ini adalah melihat senyum Seo Eunkwang yang tulus setelah sekian minggu tak dijumpainya segurat kebahagiaan kecil meski hanya tentang ‘membayangkan’ sesuatu. Dihembuskannya napas panjang lega lalu tangannya menepuk bahu Eunkwang ringan: ikut tersenyum bahagia.

“Oh, sebentar Eunkwang~ah, aku mengangkat telepon dulu…” Minhyuk buru-buru merogoh saku jas putihnya saat merasakan benda kecil yang terkantung di sana bergetar. Sebuah panggilan datang. Eunkwang hanya mengangguk lalu menyeruput kopinya lagi sambil menunggu Lee Minhyuk kembali.

Laki-laki yang berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya itu lalu menekan tombol merah di ponsel dan menghampiri Seo Eunkwang dengan buru-buru. Eunkwang hanya melihat Minhyuk dengan tatapan bertanya, lalu laki-laki berjas putih itu menjelaskan singkat.

“Sepertinya aku harus kembali ke dalam, Eunkwang~ah. Ada sesuatu yang mendesak. Tidak apa-apa kalau kutinggal?” tanya Minhyuk.

Eoh, tidak apa-apa. Pergilah, Minhyuk~ah.”

Minhyuk mengangguk mengerti. Ia berlari menuju pintu kaca yang tak jauh dari taman rumah sakit, mendorongnya usai membuang cup kopi ke tempat sampah, dan menghilang di ujung lorong. Beberapa meter sebelum laki-laki itu sampai di ruangan yang ditujunya, selintas ia melihat sosok Seo Yun Jun. Kakinya berhenti berlari, hendak menghampiri anak itu, namun..

“Dr. Im? A.. ah, mengapa dia di sini.. bersama Yun Jun?” gumamnya. Ia masih membelalakkan mata terkejut. Laki-laki itu, yang dipanggilnya Dr. Im, tengah berbincang manis dengan putra Seo Eunkwang di dekat meja staf.

[2017] FATHER, STAY HERE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang