17. Keputusan Mami

14.4K 2.3K 138
                                    

Kayak biasanya aja, Mami udah duduk-duduk gitu di depan kelas Anza buat jemput anak kesayangannya. Kebetulan kali ini Mami menunggu Anza barengan Tante Elis yang kebetulan juga nunggu Kakak Elbi. Mereka ngobrol ke mana-mana. Apa aja dibahas, termasuk soal kehamilannya Tante Elis.

"Nggak pengen juga, Mbak?" tanya Tante Elis sama Mami.

"Pengen apa?" Mami balik tanya.

Tante Elis senyum lebar banget, niatnya sih menggoda Mami yang dikira pura-pura nggak ngerti maksud omongannya. Padahal sih beneran Mami nggak ngerti. "Apa sih?" Mami tanya lagi karena mulai risih sama senyuman penuh artinya Tante Elis.

"Pengen nambah momongan," kata Tante Elis menjelaskan maksudnya. "Anza udah cukup umur lho, Mbak buat punya adek."

Mami meringis. Sebetulnya Mami belum punya keinginan punya anak lagi. Gimana, yah? Dia aja udah serasa ngurus dua bocah di rumah, Anza dan Papinya. Kayaknya Mami merasa belum sanggup aja kalau nambah satu tanggungan lagi, meski pembicaraan menambah momongan sering dibahas sama Papi.

"Oh, iya!" Tante Elis tiba-tiba menepuk telapak tangannya dengan keras. "Waktu kapan itu Anza pernah tanya soal hamil gitu lho, Mbak. Aku padahal mau cerita, tapi lupa mulu," kata Tante Elis membuat kening Mami mengerut.

"Tanya gimana?"

"Yah, tanya gitu gimana masukin adek di perut," jawab Tante Elis terkikik geli, terbayang bagaimana wajah polos Anza ketika bertanya.

"Terus?"

"Belum aku balas, udah dijemput sama Mas Gilang si Anza," Tante Elis mengakhiri penjelasannya.

Mami mendesah pelan. Merasa nggak puas dengan penjelasan Tante Elis. Cuma jika diingat kembali kelihatannya apa yang disampaikan Tante Elis dapat menjelaskan sikap Anza tadi pagi.

Gimana Anza menanyakan adik di perut Mami. Gimana Anza yang ngambek karena tahu kalau di perut Mami nggak ada adek.

"Kayaknya Anza emang udah pengen punya adek deh, Mbak."

Itu dia! Itu juga yang dapat Mami simpulkan. Cuma Mami bingung aja bagaimana muncul keinginan untuk punya adik pada diri Anza. Karena setahu Mami, Anza itu lebih tertarik punya kakak yang seperti Kakak Reka.

"Maminya Anja!"

Mami dan Tante Elis menoleh bersamaan. Terlihat Anza berlarian gitu ke arah Mami. Dan langsung aja memeluk pinggang si Mami sampai jinjit segala. "Halo, jagoannya Mami," Mami balas menyapa Anza. "Ini apa, Anza?" tanya Mami menyadari kalau anaknya lagi memegang selembar kertas gambar.

"Tadi Anja disuruh Ibu Guru ngegambar keluarga," kata Anza menunjukkan hasil gambarnya. Ada gambar sebuah rumah di sana dengan dua gambar orang dewasa, yang Mami perkirakan sebagai perwujudan dirinya dan sang suami. Di tengahnya ada gambar dua orang lagi dengan ukuran lebih kecil. Satu itu jelas Anza, yang satu ....

"Ini Mami," kata Anja mulai menjelaskan isi gambarnya. "Ini Papi. Ini Anja. Ini adeknya Anja, Mami," lanjut Anza.

"Oh," Mami menelan ludahnya susah payah. Ada sesak gitu waktu Anza menyebut soal adik. "Bagus gambarnya."

Anza tersenyum lebar mendengar pujian dari Mami. "Kata Ibu Guru gitu juga." Anza udah mau bicara lagi, cuma tertahan begitu mendengar suara Kakak Elbi yang mendekat.

"Anja!"

"Ih, Mamanya nggak disapa malah nyapa Anza," protes Tante Elis mencubit pipi Kakak Elbi yang udah menggandeng tangan Anza tanpa izin.

"Mami," Anza berusaha melepaskan gandengan Kakak Elbi. "Pulang, ayo! Anja laper," kata Anza sesekali melirik Kakak Elbi yang senyum-senyum nggak jelas.

All about AnzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang