Aku lagi seneng ... komen2 kalian bikin semangat banget hehehe ... aku belum bisa balesin komennya lagi.. tadi baru sedikit yang aku balas... jadi gantinya extra part buat kalian...
.
.
.Sudah waktunya pulang sekolah. Para siswa juga sudah keluar dari gerbang untuk pulang ke rumah masing-masing. Beberapa dari mereka masih berada di area sekolah. Berkumpul sebentar, entah untuk membicarakan apa. Mungkin tugas sekolah, jawaban ulangan harian, atau kegiatan ekstra kurikuler.
Anza sendiri berada di luar gerbang sekolah, duduk di atas motor kesayangannya. Senyumnya merekah tipis saat melihat para pelajar berseragam putih abu-abu melintasinya. Ada perasaan rindu menggunakan seragam itu lagi. Perasaan rindu sibuk ke sana ke mari merencanakan berbagai kegiatan di sekolah.
Senyum Anza makin melebar saat sosok yang ditunggunya datang. Gadis berambut sebahu yang berjalan mendekat ke arahnya, tapi sama sekali tidak menyadari kehadiran Anza. Baru Anza mengangkat tangan, hendak menyapa, si gadis dikejutkan oleh sosok lain di belakangnya. Pemuda dengan kaki jenjang yang mengacak poni si gadis.
Mata Anza menyipit, mengamati pemuda itu. Penasaran, Anza mencoba mendekat. Meninggalkan motor kesayangannya dengan kunci yang sudah dicabut terlebih dahulu.
"Dedek Putri?"
Putri yang asik bercengkrama dengan teman laki-lakinya tersentak. Buru-buru dia melepaskan rangkulan pemuda di pundaknya. Gadis itu segera menata ekspresi, berharap kakaknya tidak menaruh curiga pada pemuda yang berdiri di sebelahnya. "Emas ...."
"Siapa?" tanya Anza melirik pemuda di sebelah Putri.
"Temen," jawab Putri cepat. "Tadi minta diajarin matematika sama Putri."
"Minta diajarin pakai rangkulan?" Sebelah alis Anza terangkat.
"A ... ah ... itu ... dia udah mau pulang. Iya, kan Bis?" Putri menyikut pemuda di sebelahnya.
"I—iya, Kak. Saya duluan," pamitnya sebelum Anza menanyakan soaln dirinya lebih lanjut.
"Jadi," Putri mencoba mengalihkan perhatian Anza. "Emas ngapain? Tumben jemput?"
"Oh ... kan hari ini ulang tahun Mami. Tadi Papi minta Mas beliin kue buat Mami. Sekalian aja Mas jemput Dedek Putri, biar sekalian kamu bantu milih kuenya," jawab Anza, mengesampingkan rasa penasaran pada teman lelaki Putri.
"Oh, biasanya minta ditemani kakak ipar," goda Putri.
"Siapa?" tanya Anza tidak mengerti. "Mas kok ngerasa belum menikah. Gimana kamu punya kakak ipar? Dedek Putri punya kakak lain lagi?"
Menahan gemas Putri memutar bola matanya. "Pacar Emas maksud Putri. Kan biasanya kalian barengan mulu kayak perangko. Sampe Emas suka ngelupain Putri."
Mulut Anza terbuka. "Oh, pacar Mas lagi sibuk mau seminar propsal skripsi," jelas Anza. "Jangan panggil dia kakak ipar, Dedek Putri. Nanti dia kepedean. Kamu tahu sendiri tingkat kepedean pacar Mas di atas rata-rata."
"Iya, Emasnya Putri," Putri menanggapi disertai kekehan ringan. "Jadi pergi nggak, nih? Atau mau nostalgia di sekolah lama?"
Anza menggeleng. "Ya udah, ayo," ajak Anza menggenggam tangan Putri.
Senyum Putri melebar saat mengikuti langkah panjang Anza. Namun, memudar perlahan saat mengingat dirinya sudah berbohong pada Anza.
Maafin Putri, Emas.