Hama tikus 2

19.4K 1.7K 14
                                    

Saat kami memasuki salah satu sawah, aku melihat huru hara tanaman padi yang rusak. Tikus berkeliaran kemana-mana membawa setiap tangkai padi yang berceceran di jalan. Ki Waluyo yang tadinya bersemngat kini menjadi layu.

"Duh.. Makan apa kita nanti.."

Ekspresi kesedihan dibalik kumisnya yang tipis tidak dapat disembunyikan.

Kini disekelilingku hanya ada sayup-sayup keputusasaan yang bergelut dengan rasa sedih begitu dalam. Padi merupakan sumber bahan makanan utama mereka, entah apa yang akan terjadi ketika tikus terus merajalela di area persawahan ini. Ini merupakan permasalahan terbesar di Majapahit, hama tikus. Tiba-tiba terbersit di fikiranku tentang pelajaran Biologi, rantai makanan. Dan di atas tikus adalah burung hantu. Benar, karena burung hantu adalah predator bagi para tikus, maka ini adalah solusi yang tepat untuk membasmi para tikus yang merajalela.

Aku tidak menyadari Dyah yang berdiri disampingku, daritadi tiba-tiba memegang tanganku.

"Apa yang harus aku lakukan, Raka pasti sangat sedih sekali."

Aku menoleh ke arahnya, melihat ekspresi yang sama dengan warga. Dyah yang datang bersama Hayam Wuruk itu langsung berbaur dengan masyaRakat. Mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan Negara.

"Rakyatku.. Kali ini dewa sedang memberikan ujian kepada kita semua, hama tikus sedang merajalela. Saat ini juga, siapapun itu, yang mempunyai jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan hama, akan aku beri hadiah." Seru sang raja yang berdiri ditengah-tengah rakyatnya.

"Saya baginda raja Hayam Wuruk..."

Aku mengangkat tanganku ke atas, berharap suatu ilmu yang aku dapat di masa depan dapat sangat bermanfaat di masa lalu.

"Baiklah Sarah, simpan idemu terlebih dahulu. Para demang dan lurah, saat ini diharap untuk berkumpul di Pendopo Agung, termasuk kamu Sarah. Mari kita musyawarahkan bersama untuk mencari jalan keluar."

Sang raja lalu bergegas menaiki kudanya yang gagah berwarna coklat itu. Suara kentongan perlahan semakin keras, seperti sebuah sirine yang menandakan darurat negara.

Dyah yang disebelahku memengang erat tanganku, "Sarah, semoga idemu dapat bermanfaat bagi Majapahit. Naiklah kuda bersamaku"

"Hmm, Terima kasih Dyah."

Aku dan Dyah meniki kuda bersama dan berpacu melawan sinar surya yang bersembunyi di balik gumpalan-gumpalan awan. Udara pagi hari membelah tiap-tiap helai rambutnya yang hitam mengkilap. Sang putri raja, selain cantik ternyata bisa berkuda.

"Sarah, Aku akan mendukung setiap pendapatmu,"

"Iya, terimakasih Dyah."

Akhirnya kami tiba di Pendopo Agung, bangunan yang sebelumnya dikelilingi pepohonan rindang, kini yang kulihat adalah bangunan yang megah, bersembunyi di balik sebuah gapura kecil terdiri dari kumpulan batu bata merah dengan ukiran-ukiran relief menyatu di dalamnya. Hulubalang istana berdiri di samping gapura, memegang tombak dan membawa tameng, kuda-kuda para petinggi kerajaan berderetan rapi di samping gapura.


Time Travel : Majapahit Empire [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang