jukut harsyan, makanan majapahit

26.3K 2.2K 112
                                    



Aku mengecek handphone yang sedari tadi belum kusentuh. Tidak ada sinyal di dalamnya, akan tetapi beruntung di dalamnya masih terisi baterai 90% dan aku juga membawa powerbank. Setidaknya mereka menjadi teman sejati untuk mendengarkan musik.

Suara ketukan keras memecahkan lamunanku, aku bergegas membuka pintu kayu yang meliliki penyangga kayu yang berfungsi bebagai kunci. Seorang anak kecil perempuan yang memakai kemben berdiri tepat di depanku sambil meringis.

"Mbakyu.. Ini dari mbok, hihi.." Tangan kecilnya menyodorkan cobek tanah liat yang berisi ubi rebus dan singkong. Senyumanya yang manis itu membuatku terpesonya dengan kepolosanya itu.

"Makasi adik.. Kamu tinggal dimana?" aku mengambil cobek dan menaruhnya di atas dipan. Lalu adik kecil itu menunjukkan tanganya ke arah depan rumah.

"Disana mbakyu.."

"Boleh mbakyu main sebentar di rumahmu??" aku membungkukkan badanku dan menatap wajahnya yang berkulit sawo matang itu. Dia mengangguk, dan tangan kecilnya meanggandeng tanganku dan menuntunya ke rumahnya yang berada tepat di depanku.

"Mbookk,, ada mbakyu.." Anak kecil itu berlari menghampiri ibunya yang sedang menimba air. Si ibu langsung menoleh ke arahku dan menghampiriku.

"Nak Sarah ya.." Tanya beliau, sambil mengusap-usap tanganya yang basah itu ke sarung yang beliau gunakan. Tanganya mengajakku bersalaman, dan akupun meraih tanganya dan menciumnya.

"Iya bu.. trimakasih ubi dan singkongnya." Mataku menatap ibu-ibu bertubuh gendut dan menggulung rambutnya itu.

"Ndak apa-apa nak.. Panggil saya mbok Darmi, dan ini Wulan, anakku." Tanganya memegang bahu gadis kecil yang berdiri manis di samping ibunya tersebut. Ibu dan anak sama – sama memiliki kulit sawo matang.

"Ayo-ayo duduklah di pendopo nak, mbok punya lauk yang enak." Si mbok menuntunku menuju pendopo mini di depan rumahnya, Wulan kecil menemaniku duduk di samping. Tidak lama kemudian, si mbok datang dengan membawa 3 cobek kecil beralaskan daun pisang, langkah kakinya yang pelan itu bersaingan dengan berat badanya.

"Ayo.. Makan bersama.." Kini kami bertiga duduk di pendopo, menikmati kebersamaan di senja sore hari. Beliau menyodorkan nasi dan mangkuk yang yang berisi daging bebek dengan potongan batang pisang.

"Apa ini mbok..?" tanyaku sambil menunjuk mangkuk sup yang terbuat dari tanah liat.

"Jukut harsyan, makanan khas kota Majapahit. Kamu belum jadi warga Majapahit kalau belum memakan jukut harsyan, Sarah. Ini sup daging bebek. Makanlah, jika terasa kurang sedap, kamu bisa menaburkan kemenyan diatasnya." Jawab si mbok sambil menyodorkan bubuk menyan ke arahku. Aku yang hampir mencicipi sup itu dengan sendok seketika berhenti ketika mendengar kata 'kemenyan'. Tunggu, apa aku ga salah dengar ini, aku bukan dari bangsa jin atau setan yang seketika datang ketika diberi kemenyan.

"Nak Sarah belum tahu ya, kemenyan juga bisa digunakan sebgai penyedap bumbu masakan. Sudah umum disini. Kemenyan juga dibuat dari batang-batang pohon yang aman. Coba nak Sarah makan dulu." Jelasnya itu, membuatku semakin ragu-ragu untuk memakanya.

Rasa lapar dan jaim serasa berperang di dalam perutku. Aku juga baru tahu,kalau menyan juga dibuat sebagai penyedap makanan. Si mbok yang daritadi melihatku membuatku terus menyodorkan sendok sup ini ke dalam mulut. Nyess.. rasanya lumer di mulutku, sedapnya kuah dan gurihnya bebek jukut harsyan ini menghentikan suara keroncong di dalam perutku. Akupun makan dengan lahap, hingga membuat si mbok Darmi dan Wulan tersenyum.

"Nak Sarah berasal darimana?" tanya mbok Darmi yang menghentikan nafsu laparku.

"Negri sebrang, mbok. O ya, pemukiman Mleccha ini memang penduduknya orang asing semua ya mbok? Mbok darimana?"

"Iya, pemukiman Mleccha semua orang asing, nak.. Tetangga sebelahmu yang bernama ki Waluyo itu berasal dari negri tumasik yang bernama Min Tse. Kalau ibu dari Palembang, nama aslinya juga Sudarmi. Kecuali bekel nak, sebutan untuk pemimpin kampung kita, dia asli majapahit, ki Sento Aji." Jelas mbok Darmi sambil menyuapin Wulan.

"bekel itu apa mbok?" 

"kepala pemukiman nak Sarah"

Akupun mengangguk, seperti inilah kehidupan Majapahit.rukun bertetangga dan saling membantu. Menghargai bangsa asing, akan tetapimenjunjung tinggi warga pribumi. Setelah selasai, aku membantu mbok Darmi untukmencuci cobek di sebelah sumur jobong, sumur yang dikelilingi tanah liatsetinggi 1,5 meter ini memiliki air yang sangat jenih yang terhubung dengankanal kota. Setelah itupun kami bercengkrama bersama dengan Wulan dan mbok Darmidi pendopo mini depan rumah, sambil menikmati senja di sore hari    

Time Travel : Majapahit Empire [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang