lampu- lampu obor perlahan bangkit dari tongkat perapian mereka. menemani perjalananku. kanan kiri tampak pohon berdiri kokoh dengan sayup-sayup dedaunanya. perlahan fajar mulai tenggelam. para masyarakat lain juga mulai masuk ke kediaman mereka masing-masing.
aku berdiri di depan pintu masuk pendopo agung. bangunan terasa lebih megah daripada saat aku berada di masa depan. lalu lalang prajurit tak begitu tampak di dalam pendopo, hanya nyala lilin gantung yang bergoyang-goyang bersama angin di atap pendopo. aku tertarik untuk memasuki pendopo karena suara seorang yang merapal hafalan di dekat gapura panggung.
perlahan aku mendekatinya, dari belakagn tampak seorang pria kekar yang duduk bersila sambil mengucapkan hafalan. namun seketika dia terdiam seakan benci akan seseorang yang mengusik pertapaanya.
"apa maumu.." suara yang tegas sepertinya pernah ku dengar, meskipun kepalanya enggan menoleh kearahku.
"mmm.. aku hanya mendengar seorang membaca hafalan dari balik pendopo" aku terdiam tepat 3 meter di belakangnya.
"hafalan katamu.. ini sumpahku" amarahnya tampak jelas di raut mukanya yang langsung menatapku, tak terima jika disebut hafalan.
"oh.. maaf mahapatih gajah mada" aku menundukkan kepala.
"ini sumpah sampai akkhir hayatku, sumpah palapa." badanya pun berbalik menghadapku, bangkit dari pertapaanya di dekat gapura panggung.
bahsa yang dia ucapkan sangat berbeda dengan bahasa di masa depan, menggunakan bahasa jawa kuno yang sulit kumengerti.
"mm.. kenapa mahapatih ingin sekali menyatukan nusantara?" tanyaku kepada pria yang memiliki perut buncit berdiri tepat dihadapanku.
"kenapa kamu bertanya anak muda" jawabnya sambil berdiri mendekatiku.
"saya ingin tahu mahapatih.." jawabku tegas, namun tetap menginginkan jawaban kepastian
"karena aku ingin menyatukan perbedaan pulau-pulau menjadi nusantara dibawah naungan majapahit, negri nan mahsyur" jawabnya tegas, kepalan kedua tangan menunjukkan keyakinan yang besar.
"widiiihh.. kereen!!" aku mengacungkan dua jempolku, namun sepertinya tindakanku barusan sulit dimengerti oleh mahapatih yang mengernyitkan dahi
"apa maksudmu anak muda?" alisnya bangkit keatas, urat nadinya mulai muncul ke permukaan.
"saya sangat bangga dengan mahapatih. saya yakin mahapatih akan selalu di kenang ke dalam sejarah" karena memang itu yang nantinya terjadi, membuat sang mahapatih menyeringai bangga.
"baiklah, hari sudah mulai malam.. kamu harus kembali ke pemukimanmu. aku akan melanjutkan pertapaanku." senyumnya mulai mencuat, mengusirku secara sopan karena sempat mengganggu pertapaanya.
"baik mahapatih.. " aku menundukkan badan tanda undur diri, langkahku perlahan menjauhinya hingga terhenti ketika mahapatih memotong langkahku.
"tunggu.. apa kamu ingin kembali ke wilayahmu, churabhaya?"
"ha? aku berasal dari surabaya mahapatih, bukan churabhaya" aku memalingkan badan kembali ke arahnya, sepertinya orang ini masih bertekad jika aku berasal dari churabhaya.
"untuk memastikan, ikutlah denganku di ekspidisi selanjutnya." jawabnya memaksaku untuk ikut dalam perjalananya
"hmm baiklah mahapatih" aku menghela nafas panjang, menyetujui ajakanya yang sedikit memaksa, meskipun aku tahu nantinya tidak akan ada hasilnya.
aku memalingkan badan tanpa ada keraguan, menuju ke pemukiman mlecha
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Travel : Majapahit Empire [TERBIT]
Ficción históricaWe are in different time, different world "Sejarah pelajaran yang membosankan!" begitu yang ada di benak Sarah. Seorang gadis yang sangat membenci pelajaran Sejarah. Setiap ada pelajaran Sejarah, Sarah selalu memakai earphone dan duduk di bangku be...