Pendapatan Sukirman dari bekerja sebagai buruh batu tidak cukup karena telah dipotong untuk melunasi hutangnya dulu saat ia sakit keras.
Itulah alasan Ratinah berjualan rujak untuk membantu ekonomi keluarga.
Keahlian meracik semua bumbu rujak dengan perpaduan sayuran yang khas merupakan kunci utama yang membuat dagangan nenek Ari itu laris manis.
Kalau saja ada yang sisa paling nanti bakal dimakan untuk lauk makan malam sendiri.
Untung saja Ratinah memiliki anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya, ketika Ratinah sibuk menyiapkan bumbu rujak, Siti menyiapkan berbagai keperluan yang lain seperti menyiapkan sayuran dan peralatan dapur untuk membuat rujak.
Setelah semuanya siap, mereka berdua meletakan semua bahan diatas meja yang telah mereka siapkan didepan rumah.
Setiap harinya Ratinah berjualan rujak dari pukul sembilan pagi sampai pukul tiga sore.
Rujak buatan Ratinah menjadi primadona di kampungnya, selain menyajikan Rujak, ia juga menjajakan gorengan sederhana yang di buat oleh penjual gorengan tetangganya, yaitu Ibu Mis.
Dia adalah tetangga satu-satunya keluarga Pak Sukirman, karena tetangga yang lain jauh-jauh letaknya.
Rumah Ibu Mis tepat di depan pohon mangga, rumahnya di seberang jalan menghadap ke arah utara.
Ia menjajakan gorengan keliling desa, namun sebelumnya ia sudah menaruh berbagai macam gorengan sepeti tempe, bakwan, cireng di baskom yang di jual di warung rujak Ratinah sebelum ia menjajakan gorengannya.
Kebanyakan pembelinya adalah warga sekitar yang biasanya lagi malas untuk memasak, sehingga untuk lauknya mereka beli rujak di warung Ratinah.
Ada juga yang jauh-jauh datang hanya untuk bisa nongkrong, karena terdapat kursi panjang dan tikar lesehan di bawah pohon mangga yang begitu rindang.
Sehingga banyak juga tukang becak yang berhenti di Warung Ibu Ratinah ini. Sehingga suasana rumahnya selalu ramai.
Sukirman biasa bercengkerama dengan para tukang becak sambil menghisap rokok merk Sejati.
*****
Tak berapa lama menikah dan hidup di perumahan yang elite, Ibu siti sudah mengandung Ari, Herman saat ini tak lagi kerja di bengkel yang membuatnya tajir tersebut.
Herman awalnya hanya iseng-iseng untuk melamar di perusahaan ban di pusat kota, tak jauh dari perumahannya, ia melamar sebagai karyawan.
Herman melamar ke tempat tujuan dengan menggunakan mobil jadulnya.
Herman pernah punya motor Honda seri Alfa jadul, namun sudah bobrok tak terawat, sehingga hanya mobil Cadillac lah kendaraan yang menjadi andalannya.
Wajar saja jika orang yang baru pertamakali mendatangi perusahaan besar pasti akan terpukau.
Herman menatap gedung megah perusahaan itu dengan ekspresi muka menganga.
Sesampainya di sana ia bergegas menaruh lamaran pada bagian Informasi yang ada di depan pintu utama.
Herman langsung menaruhnya begitu saja dan tanpa berfikir panjang. Sebelumnya ia melihat lowongan ini di koran.
Ia pun langsung pulang, karena pada saat itu Ia libur dari kerjaannya di bengkel dekat SMP 46 Jakarta.
Dari menit ke jam, dari jam ke hari, dari satu hari ke satu minggu, akhirnya pada suatu malam ketika Herman sedang makan malam dengan keluarga kecilnya di rumah, tiba-tiba mendapat panggilan dari Customer Service perusahaan yang dilamarnya melalui telepon.
Keesokan harinya jam 7 pagi tepat, Herman pun mempersiapkan diri dengan kemeja putih berdasi hitam.
Dia meminta do'a kepada Istri tercintanya sembari mencium keningnya.
Dan Siti pun mencium tangan sang Suami lalu berkata "Do'a ku akan selalu menyertaimu Mas, semangat yah interviewnya!"
Berkat motivasi sang Istri, Herman berangkat dengan memikul tanggung jawab keluarganya menuju jalan Soekarno Hatta, alamat PT. Fujiyama Autotires itu.
Setelah 1 jam perjalanan yang ditempuhnya karena kemacetan kota Jakarta, akhirnya dia sampai di perusahaan ban paling terkenal di pulau jawa itu.
Herman segera memarkirkan mobilnya di tempat parker yang sangat luas, lalu ia bergegas menuju bagian customer service di muka gedung.
Saat di customer service, Herman seakan-akan diintrogasi oleh petugas customer service karena ditanyai berbagai macam biodatanya.
Sejenak dia menengok ke arah tempat duduk yang di penuhi antrean, dan petugas pun menyuruh Herman untuk menunggu di kursi panjang antrean itu.
Dia terus saja memperhatikan orang lain yang nampaknya juga akan menjalani tes interview di perusahaan ini, raut wajah Herman sama saja dengan orang lain yang sedang mengantre, aura mereka yang sangat dingin serta tatapan wajah yang tak bisa diprediksi lagi perasaannya.
Nampaknya Herman dan semua orang yang akan menjalani tes interview ini mengalami gejolak mental yang mendalam walau sementara atau bisa disebut juga grogi.
---------- ---------- ---------- ---------- ---------
PENASARAN KAN DENGAN CERITA SELANJUTNYA?
SILAHKAN BACA AJA BAB SELANJUTNYA ^_^
Jangan lupa vote, comment & follow Aku yah, pasti langsung follback kok :D
KAMU SEDANG MEMBACA
NOTHING A WAY
ActionSebuah novel yang menceritakan tentang seorang Pemuda yang diiterpa ombak konflik kehidupan yang sangat deras pada hidupnya. Dan pada suatu hari... Mau tau kelanjutan ceritanya? Silahkan baca saja, pasti menarik kok ceritanya, harus siap...