Tak perlu harus menjadi kelas paling unggul untuk merasakan indahnya masa SMA.
*****
"Woy! Jangan dicabut! Baru 25% itu!!!"
"Ya ampun, Dan! Tempat gue tinggal 4% ini. Gantian napa!"
"Gak gak gak!!! Cabut HP lo! CABUT!!!"
"Lo gak kasian apa sama gue?"
"Gak! Cabut aja HP yang lain, jangan HP gue!!!"
"Ampun dah, cuma dua anak aja suaranya udah kayak sepasar!!!" teriak Anjani yang duduk di pojok kiri belakang gue.
Bener kata Anjani. Kejadian kaya gini udah biasa.
Bayangin aja, dua anak suaranya udah kaya gitu, dan murid kelas gue ada tiga puluh enam. Budek-budek dah itu kuping.Oiya, gue belum ngucapin selamat datang.
WALCOME TO CLASS X IPA 4!!!
Kelas yang katanya unggulan kedua, tapi jangan pernah berpikir kalo kita termasuk spesies anak rajin, tekun, atau sejenisnya.
Apalagi kalau kalian berpikir kita pendiam layaknya anak-anak ipa di cerita-cerita. Itu salah besar!
Gue sebenernya bingung kenapa kelas ipa bisa sesantai ini. Apalagi kelas gue sering banget jamkos.
Beda dengan kelas sebelah, X IPA 3 yang katanya kelas unggulan pertama. Kerjaannya belajar mulu.
Kadang gue mikir, mereka gak capek apa serius mulu. Tiap pagi megang buku sama pulpen. Entah itu mereka ngerjain PR atau belajar, gue gak tahu, yang pasti mereka keliatan serius.
"Mundurin mejanya!!!" Ini dia, anak paling brandal di kelas ini.
Anak yang diusir guru geografi dan gak boleh masuk pelajarannya. Sering bolos dan sering banget ngelanggar peraturan sekolah.
Tapi disamping semua keburukannya itu, Adit juga punya sisi baik. Walaupun gue lupa apa sisi baiknya 😆, yang pasti Adit gak seburuk yang kalian pikir.
"Buat apa sih, Dit?" Belum sempat pertanyaan Aulia terjawab, segerombol anak lelaki masuk ke kelas ini.
Beberapa dari mereka gue tahu. Ada yang kelas sepuluh dan sebelas, bahkan kelas dua belas pun juga ada.
Gue bingung kenapa mereka pada ke sini. Pakek acara suruh mundurin meja segala lagi.
Seketika kelas ini jadi penuh, para anak lelaki itu berkumpul dipojok depan kelas dengan satu laptop di hadapan mereka. Tak lupa juga dengan dua stik PS yang sudah tersambung dengan laptop.
Ya, mereka main PS di kelas gue. Tanpa takut ada guru yang masuk tiba-tiba. Amazing!!
"Ya ampun!" pekik Rosa yang baru saja masuk ke kelas gue dan melihat keadaan yang luar biasa kacau ini.
"Sa, yakin ini kelas?" tanya gue pada Rosa. Rosa menggeleng pelan.
Rosa ini sahabat gue dari SMP. Dulu dia murid kelas ini juga, tapi karena beberapa hari lalu sekolah ngadain pengacakan kelas, jadi Rosa pindah ke X IPA3.
Entah ada angin apa kelas itu jamkos sekarang. Padahal biasanya pasti ada guru yang mengajar.
"Sumpek di sini. Gue balik ke kelas aja deh." Sumpah gue bingung kenapa nih anak. Masuk baru beberapa detik udah mau keluar lagi.
Tapi biarin aja deh, suka-suka dia.
Setelah Rosa keluar, gue bingung mau ngapain. Akhirnya gue buka novel terus gue baca.
Gak lama ada yang duduk di sebelah gue. Gue pikir itu Laila, temen sebangku gue, tapi setelah gue nengok ternyata bukan.
"Kenapa balik lagi?"
Rosa nyengir lebar sampai laba-laba bisa buat sarang di mulutnya.
Enggak-enggak, gue bercanda 😆
"Ada pemandangan di sini. Mubazir kalo gak gue liat." Gue langsung ngeliat apa yang dilihat Rosa.
And ... Walla!!! Gue juga ikut nyengir kaya Rosa tadi.
"Kok gue baru nyadar ya, Sa?" Bukannya jawab, Rosa malah natap gue datar.
Oiya, pemandangan yang kita maksud itu ada di antara anak lelaki yang main PS di pojok kelas itu.
Yang pertama, anak kelas dua belas yang sering kita panggil Babas. Itu bukan nama asli, kita panggil kek gitu biar gak ada yang tahu. Ini rahasia 😅
Yang kedua, anak kelas sebelas yang kita panggil Hoshi. Bukan karena dia mirip Hoshi Seventeen yang boyband korea itu, bukan! Tapi ya ... biar gak ada yang tahu aja.
Kita cuma ngefans gitu aja, gak lebih. Karena wajah mereka mirip sama seseorang yang kita kenal.
Balik lagi ke X IPA 4. Sekarang kelas ini sudah ribut seribut ributnya kelas ribut. Ditambah suara Frida yang sejak tadi terus berteriak mengusir para anak lelaki itu.
Lama-lama pusing juga ada di sini. Tapi kok gue betah ya? Mungkin karena terlanjur sayang sama kelas ini. Eaakkk ....
Akhirnya usaha Frida gak sia-sia. Semua anak lelaki itu keluar dan balik ke kelas mereka masing-masing.
★★★★
Akhirnya hari yang amat berisik ini berakhir. Gue keluar kelas dan berdiri di depan kelas X IPA 3 untuk nunggu Rosa sekaligus nunggu motor gue yang masih belum bisa dikeluarin dari parkiran.
"Aiii!!!" Gue teriak pas sosok yang gue panggil muncul dari pintu X IPA 3.
Dia Dewi, tapi gue sering panggil dia Ai (udah ya in aja). Sebelumnya dia juga sekelas sama gue. Ya karena pengacakan itu kita jadi pisah kelas.
"Rosa mana?"
"Nah, ini anaknya nongol."
"Eh, Wi. Nanti eskul gak?" Ini bukan suara gue dan juga bukan suara Rosa.
"Eskul." Dari ekspresi Dewi, gue tahu kalau dia males jawab.
"Gue izinin, ya. Gue mau ada acara."
"Izin sama kakak pengurusnya lah." Mendengar jawaban Dewi, anak itu terlihat bingung lalu pergi.
Namanya Amel, anak yang gak disukai sekelas pas dia sekelas sama gue dulu.
Kenapa sampai gak disukai? Karena dia keliatan ngesok sengesok ngesoknya orang ngesok.
Dia sering caper sama guru, dan dari yang gue liat, dia selalu pengen ngalahin Dewi.
Mulai dari pelajaran sampai kegiatan sekolah lainnya. Pokoknya dia kaya selalu pengen lebih dari Dewi. Tapi bagi gue, dia gak pernah bisa ngelebihi Dewi.
★★X ipa 4★★
Halloo!!!
Gue rasa ini cerita gaje banget ya? Tapi gak papa kan ya. Nikmatin aja apa yang ada 😆
Yang udah baca....
Jangan lupa vote dan comment.
See you 😁😄
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is My Class
No FicciónCerita putih abu-abu dengan semua warna-warninya. This is my class and my school...😊 Nb : bahasa non baku.