Tujuhbelas

4.5K 210 15
                                    

Ashley perlahan membuka matanya yang terasa berat. Apa aku masih hidup? batinnya. Setelah terbuka dengan sempurna, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan ini. Ternyata saat ini ia masih berada tepat di kamar yang beberapa hari sudah ia tempati.

Kemudian pandangannya pun teralihkan pada pergelangan tangannya yang terbalut perban.

"Aww--" Ringis Ashley saat mencoba menggerakkan tangannya.

"Kau sudah sadar?" Tanya seseorang dan dijawab anggukan lemah oleh Ashley.

Charlie berjalan ke arah sofa yang berada di dekat ranjang, kemudian mendudukkan dirinya.

"Apa kau membutuhkan sesuatu?" Tanyanya lagi.

Ashley menggeleng, pertanda tidak membutuhkan sesuatu. Dan merubah posisinya dari berbaring menjadi duduk.

Hening beberapa saat, tidak ada kata yang terlontar baik dari Charlie maupun Ashley. Mereka sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sampai Charlie lah yang membuka suara duluan memecahkan keheningan diruangan ini.

"Jangan lukai dirimu lagi." Ucap Charlie.

Ashley memandang Charlie dengan raut bingung.

"Tidakkah kau tau Jamie sangat khawatir saat melihat darah yang tidak berhenti mengalir dari tanganmu. Belum lagi kondisimu yang saat itu mengenaskan karena luka yang kau buat sangat dalam, sehingga kau membutuhkan banyak darah. Saat kau belum sadarpun, sepanjang malam dia terus menjagamu tanpa terlelap sedikitpun. Sampai pagi tadi ia mendapatkan telpon karena ada urusan yang mengharuskannya untuk datang dengan terpaksa dia meninggalkanmu, tapi ia tidak semata-mata meninggalkanmu saja. Ia tetap menyuruhku dan beberapa pelayan untuk selalu mengecek keadaanmu setiap saat
Dia sangat terlihat kacau saat itu." Jelas Charlie panjang lebar.

Ashley tertegun mendengar penjelasan Charlie. Apakah semua itu benar? Atau hanya akal-akalan Charlie saja untuk membuatnya tersentuh, karena Jamie adalah temannya. Pikir Ashley.

"Tapi tetap saja dia pria kejam yang melarang seorang anak untuk bertemu dengan ibunya sendiri." Balas Ashley lemah.

"Aku tau betul kepribadian Jamie itu seperti apa, dia tipikal orang yang tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan. Demikian saat ia melarangmu untuk menemui ibumu, dia pasti memiliki alasan untuk hal itu."

Ashley hanya diam mendengarkan penjelasan Charlie yang lebih mirip seperti juru bicara Jamie.

"Oh ya, dan aku meminta padamu. Aku mohon Jangan memaki Jamie dengan mengaitkan dengan ibunya. Aku tau kau mungkin sangat marah atau membencinya, tapi lakukanlah hal lain. Setidaknya selama kau disini ia tidak pernah menyakitimu bukan."

"Ah, aku harus pergi kesuatu tempat. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil saja pelayan. Atau kau bisa menunggu mereka, biasanya mereka akan datang sepuluh menit sekali." Charlie bangkit dari duduknya, kemudian melangkah menuju pintu.

"Charlie." Panggil Ashley membuat langkah Charlie terhenti dan memutar tubuhnya kembali menghadap Ashley.

"Ya, kau membutuhkan sesuatu?" Tanya Charlie.

"Tidak, aku hanya ingin bertanya. Kau berkata untuk tidak mengaitkan dirinya dan ibunya. Memangnya ada apa dengan mereka?" Tanya Ashley penasaran.

"Sebenarnya ini bukan hakku untuk menceritakannya. Tapi, kau sudah terlanjur masuk dikehidupan Jamie sehingga kau perlu tau tentang itu." Ucap Charlie dengan raut serius menatap Ashley yang kini menatapnya dengan raut penasaran.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Jamie baru saja pulang setelah menyelesaikan beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya.

Daring WomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang