PMS sekelas

524 13 0
                                    

Aku dan teman-teman sekelas yang bernama perempuan sedang malas-malasnya. Kami hanya duduk di kelas sepanjang istirahat.

"Lo pada kenapa, sih? Muka asem banget." Sufki bertanya dengan tangan memaminkan smart phonenya.

"Bukan urusan lo. Jangan ganggu." Ristya merebahkan kepalanya di meja.

Sufki melihat ke arahku. Aku hanya diam tak berniat mengangguk, menggeleng atau pergerakkan apapun itu.

"Lagi menstruasi, ya?" suara Runa memenuhi telinga kami. Kami mengangguk mengiyakan.

Para laki-laki saling tatap. "Bisa gitu menstruasi bareng?" kami menggeleng.

"Hanya Tuhan yang tahu." Abi membuka mulut.

Mereka terus mengoceh membuat telingaku panas. "Bisa diem, gak? Kalau mau ribut, ke hutan sana. Sekalian silaturahmi sama saudara kalian, para simpanse." aku berteriak. Kami menatap tajam para cowok yang hanya bisa pasrah.

"Nih, biar lo pada gak marah-marah!" aku melihat Rayhan masuk dengan kardus agak besar. Dia meletakkan di meja, ternyata isinya minuman anti nyeri yang biasa diminum saat menstruasi.

Dia membagikan kepada kami satu-satu. Aku membukanya, masa bodoh siapa yang membeli. Rasanya tidak terlalu buruk karena ini rasa jeruk.

"Lo perhatian banget, sih." Zack menghampiri Rayhan, diikuti yang lainnya.

"Gue tahu rasanya." kami langsung menatap aneh ke Rayhan.

"Bukan gitu, kakak gue cewek. So, gue tahu gimana rasanya kakak gue." kami mengangguk.

"Ke lapangan, yuk. Daripada diamuk para cewek yang lagi pra-mesntruasi syndrom." para cowok keluar kelas.

"Lo gak ikut, Ray?" samar-samar aku mendengar Tama bertanya.

"Emang boleh?" sok imut banget, sih! Dasar Rayhan!

"Udah ikut aja, daripada lo kena amuk cewek-cewek ini." sepertinya mereka sudah pergi. Aku mendongak. Temanku yang lain sedang fase malas. Ada yang baca novel, main sosmed, cuma duduk, atau tidur.

"Ini gue bosan banget! Kenapa gak ada yang ngajak main, sih?" Naru menenggelamkan wajahnya di tumpukan buku.

"Gak ada yang peka!" kini Alfa yang berseru. Aku hanya geleng-geleng.

"Lo pada berisik banget." Zahra melemper buntalan kertas kecil ke kedua gadis tadi.

"Udah, mending lo semua diam." Avhina yang biasanya terlihat tenang bisa risih begitu, ya?

"Aduh! Kok gue ngerasa bocor, ya?" Sekar bangun dari kursinya.
"Astaga! Bener,'kan?!" dia berteriak membuat kami menggeram.

"Lo semua bangun, deh. Mana tahu bocor juga." kami saling tatap, mengikuti perkataan Sekar.

"Gila! Bocor anjir! Duh, gimana ini?" kami menggaruk jidat. Aduh, mati.

"Lo pada kenapa, sih?" saat mendengar suara lain. Kami langsung duduk.

"Lah? Kompak banget duduk aja barengan." suara Raja mengisi pendengaran.

"Gak usah banyak bacot. Udah sana pergi!" kami mengusir Raja. Kami melemparnya dengan apa saja yang ada di atas meja.

"Santai woi!" Raja berlari keluar kelas.

"Ini gimana? Kenapa harus bocor, sih?" Sekar berteriak frustasi.

"Mana masih aja satu jam pelajaran lagi, baru bisa pulang." kami perihatin kepada Sekar.

Aku berdiri niatnya berjalan ke arah Sekar. "Astaga, Sa! Rok lo udah kayak berdera Jepang!" Alfa berteriak histeris.

AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang