[15] Kehilangan

6K 239 1
                                    

"Kehilangan? merupakan sebuah kata yang sudah sangat aku kenali.
Sudah cukup aku merasakan pahitnya kehilangan bertubi tubi.
Aku tak ingin kata itu kembali."

🍃🍃🍃

Selesai shalat, ku menengadahkan kedua tanganku, memohon kepada Allah swt. banyak sekali doa yang ku haturkan, salah satunya, meminta kepada Allah swt. agar aku tidak dipisahkan oleh Nada.

"Sayang, aku mau ke rumahnya umi, katanya disana akan ada mamah dan papah juga. Ada yang ingin mereka bicarakan. Apa kamu mau ikut?" Nando menghampiriku yang sedang melipat mukena shalat bermotif bunga matahari sembari merapihkan bajunya sedikit.

Aku tau apa yang akan mereka bicarakan, tapi aku hanya diam, berharap Nando belum tau masalah yang sedang berkeliaran di otakku ini.

"Tidak, aku dirumah saja bersama bunda dan Nada" aku ingat apa kata bunda. Biar ini semua menjadi urusan mereka. Aku hanya tinggal menunggu keputusan mereka. Walaupun dalam hatiku ingin sekali ikut dan melarang Nada di bawa ke Palembang.

"Ohiya, sepertinya saat aku sedang di klinik tadi, ada mamah dan papah mampir ke sini ya?" tanyanya, duh mungkin Nando melihat kalau mamah papah nya tadi kemari.

"Eh. i...iya" jawabku gugup, semogaa Nando tak bertanya apa tujuan mamah dan papah kesini.

"Lebih baik kamu segera ke rumah umi, gak enak kan kalau mereka lama menunggu" aku coba mengalihkan pembicaraan.

"Ohiya, baik. Aku pergi dulu ya" Nando pamit, sebelum pamit dia menjamah seluruh wajah ku dulu, mengecup kening dan kedua pipiku.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum salaam" jawabku sambil mencium tangannya.


🍃🍃🍃

Nando POV

Setelah menjulurkan tangan pada istriku yang mencium punggung tanganku, aku langsung bergegas ke rumah umi. Aku sebenarnya sudah tau kalau mereka akan membicarakan tentang Nada yang ingin mamah papah bawa ke Palembang. Aku tak ingin Nindy kepikiran. Biarlah aku saja yang tau. Kalau hasilnya sudah dapat di putuskan. Baru aku beri tau Nindy.

Ku belokkan setir mobil ini ke arah kanan, lebih jelasnya ke arah pagar rumah umi ku. Terlihat di halaman rumah sudah ada mobil yang terparkir, tentu saja itu mobil mereka. Ya, mamah dan papah alias mertuaku sudah sampai terlebih dahulu.

"Assalamu'alaikum" ku salami satu persatu para orang tuaku.

"Wa'alaikumsalaam" jawab mereka serentak.

"Ini dia yang di tunggu datang juga" kata papah sambil membenarkan kaca mata nya. Entah, mungkin memang tangannya gatal ingin selalu memperbaiki posisi kaca matanya, padahal kaca mata yang ia pakai tidak tersenggol ataupun bergeser sama sekali.

"Kamu lama sekali sih, mertua kamu udah sampai setengah jam yang lalu lho" kata umi ku sambil menyodorkan minum untukku, minuman dingin yang sepertinya sudah lama di taruh di atas meja dan kini sudah tidak dingin lagi.

"Maaf mi, tadi Nando harus menyelesaikan urusan di klinik dulu, baru Nando bisa kesini" ucapku, memang benar. Tadi ada pasien yang cukup banyak, sepertinya memang sedang musim flu. Semua anak anak terkena flu dan batuk disertai demam.

"Tidak apa, lagi pula kita jadi bisa ngobrol banyakkan" mamah mencoba menengah.

"Abi kemana mi?" tanyaku kepada umi.

Takdir & CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang