CHAPTER 2

73 24 0
                                    

      Gadis kecil itu tertidur lelap disamping 'temannya'. Seperti malam-malam yang lalu, orang tuanya pulang sangat larut. Gadis kecil itu telah terbiasa dengan keadaan seperti itu.

Melihat anak satu-satunya tertidur di lantai, sang ayah segera mengangkut tubuh mungil itu ke ranjang. "Maafkan ayah nak". Tiba-tiba gadis kecil itu terbangun dan berkata "Ayah, tolong jelaskan padaku mengapa kau selalu pulang larut dan tak bisa menemaniku?" Sang ayah terdiam, lalu berkata "Tidurlah nak, besok kau harus tampil dengan pertunjukan biolamu"

"Benarkah aku boleh bertemu dengan orang lain selain ayah dan ibu?" Tanya Clara bersemangat. Sang ayah hanya mengangguk dengan ekspresi sedih.

Ya, besok adalah hari pertama dimana Clara bertemu banyak orang. Dia akan memainkan biolanya di depan para penonton ketika acara pembukaan sekolah seni ayahnya.

Setelah sang ayah memastikan anaknya tertidur, dia segera keluar dan bergumam "Maafkan ayah nak, ayah terpaksa. Ayah tak mau kehilangan apapun lagi".

Dan hari yang ditunggu Clara pun tiba. Dia memakai gaun putih dengan beberapa hiasan bunga. Gadis itu bergumam "Baiklah, 'temanku' kita harus tampil dengan baik. Jangan sampai kita mengecewakan ayah"

Gadis kecil itu pun turun dari mobil bersama keluarganya di sambut dengan tepuk tangan dan sorakan dari orang disekitarnya. Clara yang baru pertama kalinya berada ditengah orang banyak merasa sangat senang dan ia tersenyum. Ibunya menatap wajah putri kecilnya terlihat bahagia "Andaikan aku selalu bisa melihat wajahmu yang bahagia itu, nak" gumamnya.

Setelah lama menunggu, akhirnya tiba waktu Clara untuk bermain bersama 'temannya'. Langkahnya diarahkan menaiki panggung dan sejenak ia merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Ia mulai menggesekkan biola itu, dan memejamkan matanya seakan-akan ia berbicara pada dirinya sendiri.

"Aku yang telah lama
Hilang dari dunia nyata
Disembunyikan dari hingar bingarnya
Penghuni dunia
Aku yang hanyalah bintang redup
Yang menjadi bayang
Sang bintang terang
Aku yang tak mampu bercahaya
Jika dihalangi kelabu mendung
Aku yang tak tahu jati diriku
Saat aku terpaku
Oleh tatapan tajam itu"

Seketika, melodi biola yang bagaikan pesan hati itu terhenti oleh tepukan tangan para penonton yang langsung berdiri terpukau oleh permainan biola Clara yang menggoda hati tuk mendengarkannya.

Para tamu yang hadir di acara itu tak pernah menyangka kalau gadis itu adalah anak dari seniman terkenal. Beberapa dari mereka mengira Dialf Becker tidak memiliki penerus.

Yah, nama ayah Clara adalah Dialf Becker. Dia adalah seorang pria yang sangat berbakat. Selain berbakat di bidang seni, pria itu juga membangun perusahaan-perusahaan yang besar di negara asalnya.

Setelah menampilkan bakatnya, Clara pergi ke belakang panggung dan menunggu di ruang make up bersama seorang anak laki-laki. Melihat seseorang yag asing duduk di sofa yang sama dengannya, Clara bingung. Tiba-tiba anak itu berbicara,
"Kau anak dari pendiri sekolah ini kan?" Clara kebingungan, ia tak pernah berbicara dengan orang lain selain orang tua atau orang yang bekerja di rumahnya. Melihat Clara yang diam dan mematung, anak itu mengulurkan tangannya "Namaku Algro Palker, kau bisa memanggilku Alo". Clara teringat di dalam buku yang pernah ia baca, orang-orang berjabat tangan ketika berkenalan, "Na, namaku Clara Becker" jawab Clara agak ragu. "Nama yang bagus, kau sangat berbakat dalam memainkan biola, kau harus meneruskannya" timpal Alo meyakinkan.

Clara bingung dan diam membisu saat mendengar perkataan Alo. Tiba-tiba seorang kru masuk, dan Alo pergi dengannya. Beberapa waktu kemudian, Alo kembali ke ruangan itu.

Are Life Easier?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang