CHAPTER 4

61 17 0
                                    

Bolehkah aku melangkah?
Menapaki jalannya
Dunia yang aku tinggali

Setelah hari itu, Alo beberapa kali bermain ke rumah Clara yang tidak jauh dari sekolahnya. Setelah pulang sekolah, Alo pergi ke toko tempat ayahnya bekerja untuk mengganti baju dan langsung pergi ke rumah Clara.

"Hey nak, kenapa kau terburu-buru? Kau bahkan belum sempat makan. Ayah lihat kau sering keluar, apa ada hal yang tak ayah ketahui?" Suara berat seorang pria yang tak lain adalah ayah Alo yg mengejutkan langkah Alo menuju ke luar.

"Maafkan Alo yah, aku tidak bisa membantu ayah beberapa hari ini. Mungkin hari ini aku tidak perlu pergi agar pekerjaan ayah lebih cepat selesai" jawab Alo lembut.

"Bukan begitu nak, ayah hanya senang melihatmu keluar dengan wajah seperti itu"

"Apa maksud ayah?"

"Ayah harap kau mau menceritakan keseruanmu nanti. Pergilah, hati-hati ya" ayah Alo mengingatkan.

"Tentu saja ayah, aku pergi.." kata Alo sambil melambaikan tangan.

Sesampainya di depan gerbang rumah Clara, Alo memencet bel. Dan gerbang dibukakan untuknya. Alo bingung, bagaimana mungkin Clara bisa menghabiskan hari-harinya di rumah sebesar istana itu.
Lalu di depan pintu rumah itu, berdiri seorang perempuan anggun yang membukakan pintu untuknya. Ternyata, perempuan itu adalah sosok ibu Clara.

"Selamat datang, kau yang namanya Alo kan?" Sambut perempuan itu.

"Alo.... Kau datang lagi" Clara semangat kegirangan.

Alo sedikit canggung karena keberadaan sang ibu. Alo tidak menyangka jika ia akan langsung bertemu dengan pemilik rumah ini. Alasan ibu Clara di rumah karena akhir-akhir ini ia melihat Clara terlihat ceria, perempuan itu memutuskan untuk cuti selama 3 hari. Ia tak ingin melewati hari-hari bahagia anak semata wayangnya. Sekaligus memastikan bahwa Alo tak berbahaya seperti yang dipikirkan sang ayah. Sang ibu melohat anaknya yang sangat inisiatif melukis bersama Alo.

"Alo kau sangat pandai melukis" puji Clara.

"Kau juga pasti bisa, kalau kau berusaha dan berlatih" jawab Alo santai.

"Aku tidak berbakat, aku tidak mungkin bisa" Clara tak yakin.

"Tidak ada orang yang berbakat, yang ada hanya orang yang terlatih"

Kata-kata Alo menyadarkan Akiane dari lamunannya tentang kegembiraan sang anak. Mengingatkannya pada kenangan di masa mudanya dulu.
Yahh, Akiane Becker adalah nama dari ibu Clara. Akiane memiliki bakat yang sama dengan sang suami yang sangat berbakat di bidang seni. Namun bakat yang berharga itu dikekang oleh orang tuanya. Karena haus akan pengetahuan seni dan musik, Akiane memutuskan untuk kabur dari Jepang yang merupakan tempat kelahirannya. Dan mendapat pekerjaan dan kehidupan yang cukup di negara tempatnya tinggal saat ini. Mungkin karena perasaan yang tak ingin terkekang seperti itu yang membuat Arkiane ingin Clara bergaul dengan banyak orang dan mengembangkan bakatnya.

Arkiane sempat berbincang-bincang dengan Alo, ketika sedang sibuk dengan lukisannya,
"Maaf, jika aku membuatmu terganggu Ny. Becker, tadinya aku ingin menemani Clara yang sendiri. Tapi aku tak tahu, jika anda ada disini" kata Alo memulai perbincangan.

"Tidak masalah, aku malah merasa senang jika Clara punya teman" jawab Arkiane santai.
"Apa kau punya tujuan tertentu mendekati Clara? Atau ada yang kau minta dari keluarga kami?"

"Maaf Ny. Becker, aku memang berasal dari keluarga yang tak berada, tapi ayahku selalu mengajarkanku untuk tetap jujur dan menggenggam harga diri" Alo merasa jengkel.

"Maafkan aku jika aku membuatmu sedikit kesal. Aku sangat khawatir tentang anakku. Orang tua mana yang tega melihat anaknya terluka"

"Aku bisa mengerti perasaanmu. Nyonya aku tak akan melukai teman pertamaku, malah aku janji aku akan menjaga anakmu" Alo membuat janji.

"Baiklah, Alo mungkin aku tidak salah dalam menganggapmu tidak berbahaya untuk anakku. Aku percaya padamu" kata Akiane yakin.

"Yeah, terima kasih sudah percaya padaku. Tapi, kurasa aku harus pulang, aku harus membantu ayahku. Kalau begitu aku pamit"

"Apa kau ingin pulang sekarang Alo?" Tanya Clara sedih.

"Tenang saja nak, Alo akan lebih sering mengunjungimu" sahut sang ibu menghibur.

"Terimakasih Ny. Becker" kata Alo sembari menuju ke pintu gerbang.

Setelah Alo pamit undur diri dari rumah bak istana itu, ibunya merasa sedikit iba pada Alo, dan bicara dalam hatinya,
"Bagaimana mungkin, anak yang sangat berbakat sepertinya, tidak bisa bersekolah di tempat yang seharusnya. Jika Dialf mendengar ini dia pasti senang"

Akiane berpikir untuk memeritahukan kepada sang suami dan mengajukan program beasiswa untuk Alo pada malam harinya pada Dialf.
Ketika Dialf sudah pulang dan bekerja di ruang kerjanya, Akiane menghampirinya.
"Apa kau sedang sibuk? Maaf, aku mengganggu sebentar" kata Akiane memulai pembicaraan.

"Tentu saja tidak masalah, sayang. Ada hal yang ingin kau sampaikan?" Jawab Dialf lembut.

"Aku ingin mengajukan proposal tentang daftar anak-anak berprestasi dalam progam beasiswamu" sahut Akiane sambil memberikan beberapa lembaran kertas.

"Baiklah, aku akan mempertimbangkannya. Apa kau yakin pada semua anak yang kau tulis?" Tanya Dialf.

"Tentu saja, sayang. Kalau begitu aku pergi dulu. Maaf mengganggu kerjamu" Akiane pamit meninggalkan ruangan sang suami.

Akiane sudah menuliskan nama Alo di proposal tersebut. Beberapa minggu kemudian surat pengajuan beasiswa disebarkan ke seluruh negara tempat anak-anak berbakat tersebut tinggal. Mereka diambil untuk bisa bersekolah di tempat dimana mereka bisa mngembangkat bakat seni mereka tanpa hampatan kata "uang".
Ketika Alo mendapat surat itu, ayah Alo sangat bangga dan bahagia begitu juga dengan Alo. Namun Alo berpikir, ini semua pasti dilakukan oleh ibu Clara. Alo merasa dikasihani, dan dianggap remeh. Lalu untuk menanyakan hal tersebut, Alo langsung pergi ke rumah Clara.
Sesampainya di rumah itu. Lagi-lagi Akiane membukakan pintu.

"Alo selamat datang kembali" kata Clara semangat ketika melihat Alo datang.

"Maaf Clara tapi aku kesini tidak untuk bermain. Aku punya urusan dengan ibumu" jawab Alo mematahkan semangat Clara.

Mendengar hal tersebut, Akiane sedikit terkejut, lalu mengajak Alo ke ruang kerjanya.
Namun tanpa sepengetahuan mereka, Clara mengikuti mereka dari belakang.

"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu Ny. Becker. Apa kau yang mengajukan program beasiswa ini?" Tanya Alo tanpa basa-basi.

"Iya begitulah. Aku mengajukan beberapa nama anak yang berbakat di negara ini. Apa kau keberatan?"

"Aku sangat berterimakasih padamu, tapi kenapa kau memilihku? Apa karena aku miskin? Jadi kau iba padaku, kau kasihan padaku kan?"

"Hahaha, dasar anak remaja. Kau ini, kalau kau hanya orang miskin, aku tidak akan memilihmu untuk bisa bersekolah di Becker Art School" jawab Akiane sambil tertawa kecil.

"Benarkah? Maafkan aku, aku terlalu sensitif jika dihubungkan dengan keadaan orang tuaku. Sekali lagi aku terima kasih kau sudah banyak membantuku" sesal Alo.

"Tidak masalah, aku mengerti perasaanmu. Kuharap kau menggunakan beasiswa itu sebaik-baiknya. Dan jangan kecewakan aku"

"Tentu saja Ny. Becker. Aku takkan melupakan jasamu"

Disatu sisi, Clara yang mendengar percakapan mereka, merasa terkejut bahwa Alo bersekolah di sekolah ayahnya. Ia merasa ingin bersekolah bersama Alo.

Clara langsung berlari ke kamarnya. Dan menunggu hingga ayahnya pulang. Ia sengaja menunggu untuk mengajukan suatu permintaan.

Permintaan apakah yang akan diajukan oleh Clara?

Are Life Easier?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang