CHAPTER 13

36 13 0
                                    

          Embun pagi dengan matahari yang hendak terbit, sungguhlah pemandangan nan indah. Namun sayang indahnya sang alam tak dapat mengindahkan semuanya termasuk hati seorang ayah yang ditutupi awan kalbu itu.

Dialf menatap kosong ke arah jendela di kala subuh nan dingin masih menyelimuti atmosfir rumahnya. Pernah terpikir olehnya untuk menyerah namun bagi seorang ayah yang lari dari masalahnya, bukankah itu sesuatu yang pengecut bagi orang dewasa seperti dia. Ia berpikir keras mencari cara demi kebahagiaan seseorang yang tak ingin dilukainya. Terus menggengam handphone yang dari tadi ditatapnya dengan ragu, tanpa pikir panjang ia melenyapkan segala keraguan dan ketakutannya. Dialf pun menelepon satu-satunya orang yang ia percaya dan berharap dapat diandalkan olehnya, Atala si psikiater.

"Tut.. tut.. tut.. tut" telepon sedang memanggil.

"Halo" suara perempuan terdengar mengangkat panggilan itu. Ya, orang itu adalah Atala.

Dialf terdiam sejenak, memikirkan apa yang akan diucapkannya.

"Halo, apa ini Dialf? Apa kau baik-baik saja?" Perempuan itu kembali mengulangi kata sapaannya.

Pria itu pun akhirnya tersadar dari lamunannya. "Yahh, tentu saja. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"Tapi kedengarannya kau sedang tak baik-baik saja"

"Hahah, apa maksudmu?"

"Beberapa hari ini bukankah kau menelponku? Mungkin kau hanya salah sambung atau salah tekan. Tapi aku mendengar kau sedang bertengkar dengan istrimu. Apa kalian sudah berbaikan? Kalian baik-baik saja kan?" Tanya Atala menumpahkan rasa penasarannya yang beberapa hari ini menjadi pikirannya.

"Akhir pekan ini, apa kau ada waktu? Aku ingin bertemu denganmu" balas Dialf yang nampaknya enggan memberikan jawaban.

"Ahh, ya baiklah. Kurasa ada hal yang ingin kau bicarakan. Tentu saja aku bisa, lusa nampaknya aku kosong." Atala sedikit kecewa namun mencoba untuk mengerti.

"Baiklah, lusa kita akan bertemu di cafe depan perpustakaan tempatmu biasa membaca. Terimakasih."

"Baiklah Dialf." Jawab Atala kemudian menutup panggilan.

"Nampaknya dia punya beberapa masalah dengan keluarganya. Kuharap ia baik-baik saja." Gumam Atala.
"Tapi kenapa dia menelponku sepagi ini? Aku benar-benar masih mengantuk, dia merusak mimpi indahku" lanjutnya mengeluh sambil menarik kembali selimutnya.

2 HARI KEMUDIAN...
Pukul 11.45

"Alo, tolong jaga Clara ya, sementara aku pergi keluar. Jangan biarkan ia keluar." Dialf memanggil Alo yang sedang menemani Clara melukis bersama Ayuka.

"Baiklah, Tn. Dialf. Tanpa kau suruh pun sudah menjadi kewajibanku untuk menjaganya" jawab Alo dengan tegas.

"Baguslah, terimakasih. Aku akan pergi" Dialf pergi sambil tersenyum.

Pria itu pun bergegas mengeluarkan mobilnya dari garasi, karena seseorang telah menunggunya. Hal tersebut terbukti saat ia melihat Atala yang tengah duduk di  cafe yang ia janjikan sebagai tempat pertemuan mereka.

"Selamat siang, apa kau sudah menunggu lama?" Sapa Dialf.

"Oh, selamat siang Dialf. Lama tidak bertemu. Aku juga baru sampai" jawab Atala dengan ramah.
"Silahkan duduk, aku sudah memesankan 2 minuman untuk kita" lanjutnya.

"Ya, baiklah. Atala.." Dialf terdiam sejenak.

"Ada apa? Kau punya masalah? Katakan saja, aku akan membantu. Percaya padaku, tapi jika kau tak mau mengatakannya tak apa, jangan paksakan dirimu"

"Aku ingin mengatakannya, aku ingin meluapkan semuanya. Aku sungguh tak tahan lagi, rasanya aku mau mati.." Dialf berusaha menahan air matanya.

"Tertawalah jika kau bahagia, teriak jika kau mau, menangislah jika kau rapuh, jangan kau tahan begini. Berpura-pura tak membuatmu dimengerti oleh orang lain. Katakan saja, aku ada disini untukmu" hibur Atala.

"Atala, istriku... istriku sudah meninggal" ucap Dialf dengan gemetar dan air mata yang tak dapat ia tahan.

"Apa?" Atala terkejut, ia terdiam sejenak mencoba menerima apa yang terjadi.
"Apa maksudmu? Kau tidak bercanda kan?" Atala masih tak percaya.

"Apa aku terlihat bercanda? Aku pasti sudah membunuhnya.. hiks.. hiks" tangis Dialf tak mau berhenti.

"Baiklah, aku tak kan menyuruhmu tabah atau kuat. Menangislah sampai kau puas. I have been in your situation" Atala mencoba menghibur pria itu.
"Aku tak kan memintamu menceritakan semuanya sekarang. Katakan jika kau sudah benar-benar siap." Lanjutnya.

"Tidak! Aku akan mengatakan semuanya. Aku sudah tak tahan lagi" nada suara Dialf sedikit tinggi menimpali Atala.

"Baiklah, jika itu yang kau mau. Katakan semuanya" balas Atala dengan lembut sambil menepuk pundak Dialf.

         Dialf pun menjelaskan semua kejadian yang menyebabkan istrinya meninggal dan menumpahkan semua beban yang membelenggunya.
Hingga...

"Sekarang Clara percaya bahwa ibunya masih hidup. Tapi kau tau kan kalau istriku punya saudara kembar. Dan kau tau? Yang membuatku miris, karena kesedihannya yang begitu dalam dia percaya bahwa Ayuka adalah Akiane. Aku tak tahan melihatnya begitu percaya dengan kepalsuan ini. Aku benar-benar ayah yang jahat." Dialf menjelaskan sambil menangis.

"Tidak, Dialf. Kau adalah ayah yang sangat baik. Aku akan membantumu." Timpal Atala.

"Bagaimana kau akan membantuku?" Tanya Dialf setengah sadar dari emosinya.

"Tentu saja aku bisa, walaupun memang sulit, tapi aku akan mencoba. Tapi, kau harus percaya padaku." Atala mencoba meyakinkan.

"Ya, ya, ya aku akan percaya. Apapun untuk Clara." Jawab Dialf sangat yakin.

"Yap, tapi sebelumnya aku punya rencana" kata Atala sambil tersenyum mencurigakan.

"Apa itu?" jawab Dialf penasaran.

Kira-kira apa rencana Atala?
Tetap baca episode selanjutnya yaa :)

Are Life Easier?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang