Profesor (Masih Calon)

40 2 0
                                    

Yang namanya anak MIA alias Matematika dan Ilmu Alam, pasti identik sama yang namanya praktikum. Entah itu praktikum biologi, kimia, maupun fisika. Praktikum bisa saja dilakukan di luar ruangan, kayak di kebun observasi, atau bisa di dalam ruangan kayak di kelas dan laboratorium IPA. Jadi, laboratorium semestinya bukanlah sebuah ruangan yang terasa asing apalagi angker.

Namun pengecualian bagi kami, wajah-wajah baru ini. Saat pertama kali memasuki laboratorium IPA, beberapa anak berdecak keheranan.

"Ini kita mau lomba masak, ya? Kok ada banyak meja panjang sama wastafel?"

"Tetangga gue bilang, kerangka tengkorak yang ada di pojok ruangan itu kalo malem suka jalan-jalan"

"Jangan pegang-pegang sembarangan, nanti laboratoriumnya bisa meledak, lho"

Bu Lilian selaku guru biologi hanya tersenyum-senyum miris mendengar kepolosan dari bocah-bocah ini.

Setelah kami menempati kursi masing-masing, Bu Lilian memulai praktikum. Materi kali ini masih seputar pengenalan alat dan bahan yang ada di laboratorium. Seperti biasa, beliau selalu memberi beberapa pertanyaan sebagai pre-test di awal bab.

"Nah anak-anak, Ibu yakin kalian semua sudah belajar tentang materi prosedur keselamatan kerja di laboratorium. Sebagai pemanasan, Ibu mulai pertanyaannya dari Nanang"

Nanang yang ditatap oleh berpasang-pasang mata itu hanya bisa memasang tampang "sok yes". Kelihatannya sih, meyakinkan, tapi kita lihat dulu kelanjutan ceritanya.

"Nanang, coba sebutkan nama alat-alat yang Ibu tunjukkan ini beserta fungsinya"

Nanang berdeham. "Itu... ulekan, Bu. Sejak jaman prasejarah sampai jaman milenium ini, fungsinya tetaplah sama, untuk merubah yang kasar jadi halus. Kalo itu lampu ajaibnya Aladin, bisa keluar jin pas kita gosok. Kalo yang itu... um ... saya nggak tau namanya, Bu, tapi biasanya itu buat nyabut uban sama bulu ketek"

Dahi Bu Lilian berkerut manja. "Benar begitu, Pipit?"

"Tentu saja tidak, Bu," jawab Pipit dengan mimik muka pengen-ngelempar-abang-Angry-Bird-pake-ketapel. "Yang pertama tadi mortar, fungsinya untuk menggerus dan menghaluskan bahan kimia padat. Di sampingnya itu pembakar spiritus atau disebut juga lampu bunsen, fungsinya sebagai alat pembakar. Dan yang terakhir, namanya pinset, gunanya untuk memindahkan objek pengamatan ke tempat lain"

"Benar. Nah, Nanang, belajar lagi, ya," Bu Lilian menasihati.

···><···

Praktikum bab berikutnya adalah mengamati makhluk hidup berukuran mini pake mikroskop.

"Anak-anak, setelah kalian meneteskan air kolam ke atas kaca preparat, tutup dengan kaca penutup lalu amati menggunakan mikroskop seperti yang ibu contohkan tadi. Setelah itu, gambarlah spesies apa yang tampak pada mikroskop kalian masing-masing, sebab bisa saja objek yang kalian amati berbeda-beda. Paham?"

"Paham, Buu," jawab murid-murid menanggapi penjelasan Bu Lilian.

Dan di praktikum berkelompok ini, lagi-lagi aku satu kelompok dengan Arjuna. 'Apakah dunia sesempit ini, Juna? Sampai-sampai di mana-mana aku selalu ketemu sama kamu dan kamu lagi. Apa kita jodoh, Juna?' kataku kepada Arjuna lewat tatapan mata. Aku tidak tau dia mengerti atau tidak, tapi yang jelas ...

Arjuna menatapku dengan pandangan yang sungguh aneh. Saking anehnya aku sampai bingung gimana cara menjelaskannya ke kalian.

"Ehheemmm!" Alan berdeham keras. "Jadi, kita kapan mulainya?"

Aku tergeragap, berusaha kembali ke dunia nyata. "Ah, iya. Kita mulai sekarang aja. Ada yang mau mengamati di mikroskop? Biar aku yang bikin gambarnya. Aku bisa menggambar hanya lewat deskripsi"

Kalang Kabut ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang