Kelas Baru

37 4 0
                                    

Hari ini adalah hari Senin, hari tak berdosa yang notabene banyak dibenci kalangan pelajar mulai dari para mahasiswa S3, S2, S1, SMP, SMA, SD, SPBU, S-Campur, S-Doger, dan S-S yang lainnya. Tapi tidak denganku, soalnya Masa Orientasi Siswa telah berakhir, dan aku akan menempati kelas baru.

Papan pengumuman yang dipajang di depan kantor guru kini bak tersangka kasus kejahatan milenial yang diserbu awak media. Siswa-siswi baru berjejalan di sana, mencari tahu mereka ditempatkan di kelas mana untuk sekarang dan ke depannya. Begitupun aku, yang dengan leluasa menerobos kerumunan karena tubuh mungil nan fleksibel ini.

"X MIA 4?" ujarku tanpa sadar. Sejak awal masuk di sekolah ini, aku benar-benar ingin dan yakin seyakin-yakinnya bahwa aku akan masuk di kelas MIA 1, soalnya (ehem) nilai-nilaiku selalu di atas rata-rata, nggak pernah mengecewakan. Bukannya di sekolah ini rating kelas terbaik selalu ada di 1? MIA 1, IIS 1, dan IIB 1?

Dengan langkah gontai, aku meninggalkan kerumunan dan menuju kelasku. Kelas X MIA 4 terletak di lokasi yang strategis, berada di ujung gedung kelas X MIA. Kalo kita maju selangkah sudah tiba di lapangan utama, kalo berjalan lima langkah ke utara udah nyampe di gedung organisasi, yang terbagi menjadi ruang OSIS, ruang Pramuka, ruang PMR, ruang MPK, ruang teater, sanggar tari, ruang peralatan pencak silat, plus studio musik. Ruang guru dan UKS berada di utara gedung organisasi, nggak jauh-jauh amat, lah, kalo mau mengumpulkan tugas.

Selain itu, kelasku juga lumayan dekat dari kantin, cukup perjalanan satu menit aja udah nyampe. Yang jauh cuma perpustakaan dan tempat parkir, tapi tak apalah. Toh juga aku mengidap penyakit sindrom buku, yang kalo menghadapi makhluk berwujud buku mataku akan langsung terasa berat, kesadaran menurun, menguap tanpa kendali, dan berujung tak sadarkan diri dengan mulut penuh air liur.

Begitu tiba di depan kelas, aku langsung mengecek siapa saja yang akan menghuni kelas ini bersamaku selama satu tahun. Teman-teman seperjuangan semasa SMP--Arumi, Detik, dan Denis. Tetangga sebelah--Lutfi, dan kawan-kawan dari Gugus Wirosableng--Tria, Endah, Nanang, dan...

ARJUNA!

Arjuna lagi? Kenapa aku harus sekelas sama dia lagi? Kenapa, Ya Allah, kenapaaaaa?

Eh, tapi... ngapain aku panik? Selow aja kali, Ryza. Don't be baper again.

Hari pertama ini diisi dengan perkenalan, penyusunan struktur dan kelengkapan kelas, sama pre-test di bab awal pelajaran. Belum pembelajaran efektif. Dan lagi-lagi aku menjabat sebagai ketua kelas, didampingi oleh Arjuna sebagai wakilku. Jabatan sekretaris disandang oleh dua orang, Lutfi dan Leo--mantan ketua Gugus Ande-Ande Lumut, begitupun dengan posisi bendahara yang diisi oleh Nanang dan sepupunya, Pipit.

Setelah pemungutan suara selesai, aku langsung memberi sambutan singkat di depan rakyat baru dan juga wali kelasku, Bu Leni. Beliau adalah tipe ibu guru yang lemah lembut dan penyabar, masih muda pula. Sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda bahwa beliau sudah berputra dua, yang sulung berumur satu tahun dan yang bungsu berumur satu tahun.

Lho, kok gitu?

Iya, kembar ceritanya.

Bu Leni selain cantik juga berhati malaikat. Beliau mengikhlaskan satu dari dua jam pelajarannya kepada kami untuk membentuk kelengkapan kelas, salah satunya tata tertib kelas.

Aku memulai diskusi, "Ada yang mau usul buat peraturan kelas kita?"

Leo yang tampaknya sudah berpengalaman, mengemukakan buah pikirannya. "Yang pasti, dilarang membuang sampah sembarangan termasuk di bangku, dilarang mengoperasikan gadget kecuali untuk kepentingan pembelajaran, dilarang mencontek saat ulangan, dilarang makan dan tidur saat pelajaran, dilarang memakai make-up, dilarang berbuat onar, dan dilarang merusak inventaris kelas"

"Selain itu, setiap siswa wajib melaksanakan piket, membayar kas, serta menaati tata tertib sekolah dan kelas. Juga menghormati bapak dan ibu guru, baik saat di kelas maupun di luar kelas," tambahnya.

"Berarti yang siswi enggak?" tanya Tria dengan polosnya.

"Ya termasuk juga, duh gimana sih elu," jawab Leo sambil dua kali tepuk jidat.

"Oke, diterima. Yang lain bagaimana?" tanyaku sambil mengedarkan pandangan ke seisi kelas.

Dan yang muncul malah penyelesaian masalah tanpa solusi:

"Dilarang pake sandal dan higheels di kelas"

"Dilarang nggosip, bikin geng, dan bully temen sendiri"

"Dilarang tebar pesona"

"Kalo lagi ulang tahun bayar pajak, PDKT bayar pajak, jadian bayar pajak, putus juga bayar pajak. Jomblo bayar pajak sampe kenaikan kelas"

"Naik motor pake helm, bawa surat lengkap, dan dilarang kebut-kebutan"

"Kentut pada tempatnya"

Dan mungkin yang paling antimainstream adalah yang kata-kata yang terucap dari bibir elastis Nanang:

"Daripada begitu, bikin sanksi buat pelanggarannya aja. Tergantung seberapa parah pelanggarannya, sih. Kalo level satu, kita tegur dulu. Level dua, kita denda tiga kali lipatnya iuran buat kas. Dan level tiga... kita suruh bersihin kelas sampe kinclong, sambil pake helm"

Akhirnya, dengan pertimbangan yang matang dan pemikiran pake akal sehat, aku meyakinkan seisi sekelas untuk membuat peraturan yang logis, sewajarnya, dan berperikemanusiaan.

Bahkan saat menyusun jadwal piket pun, usulan-usulan kreatif anak bangsa itu kembali bermunculan.

"Ketua, gue piketnya jangan hari Senin, ya? Soalnya kalo abis libur gue bangunnya kesiangan"

"Oryza, bisa nggak kalo gue piketnya hari Minggu?"

"Maaf, Ketua. Kata emak gue, kalo disesuaikan sama tanggal lahir, gue nggak boleh pegang sapu pas hari Selasa. Pamali"

Dalam hati aku bersyukur bisa sekelas dengan orang-orang ini. Setidaknya aku jadi awet unyu-unyu karena nahan tawa tiap waktu dan penyakit tekanan darah rendahku jadi sembuh.

Sebagai ketua kelas yang baik, aku berusaha mengenali karakteristik rakyatku satu per satu, agar lebih mudah merangkul mereka. Aku menyadari bahwa setiap orang memiliki keunikan sendiri-sendiri (eeaaakkk :v), dan meyakinkan diriku bahwa sebenarnya mereka adalah teman-teman yang asyik, kompak, serta mudah bekerjasama. Aku bertekad, selama satu tahun ke depan aku akan berusaha menjadi pemimpin yang baik untuk mereka, sekuat tenagaku.

Do'ain ya, penonton.

Happy Eid Adha !! 😆🎉🐑🐑🐑🐄🐄🐄🍖🍛🍵

Maaf part ini singkat, soalnya versi Oryza mulai migrain itu ada di part selanjutnya.
Stay terus ya, sama Kalang Kabut Class! Sampai jumpa Minggu depan! 😊

Oiya, jangan lupa vote & comment-nya 😉

Kalang Kabut ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang